Pelecehan, Pakaian, dan (Kesalahan) Korban

Kekerasan Seksual Sumber Gambar: halodoc.com

Dalam masyarakat patriarki, perempuan sering kali jadi objek kontrol yang norma sosial mengaturnya, di mana pakaian teranggap simbol moralitas dan kesopanan. Pakaian ternilai sebagai penanda kesucian dan kepatutan, sehingga muncul anggapan yang salah bahwa perempuan yang berpakaian “sopan” otomatis terhindar dari kekerasan atau pelecehan.

Hal ini jelas tidak adil bagi perempuan karena tanggung jawab perlindungan diri dari serangan seksual menjadi beban korban, bukan pelakunya. Mestinya, masyarakat patriarki mengubah perilaku pelaku kekerasan dan tidak mengatur tubuh perempuan.

Menurut hasil survei Koalisi Ruang Publik Aman, pakaian yang korban kenakan tidak ada hubungannya dengan terjadinya pelecehan seksual. Korban pelecehan seksual dapat mengenakan berbagai jenis pakaian, mulai dari pakaian tertutup hingga pakaian santai. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa pelecehan seksual bukanlah kesalahan korban, tetapi kesalahan pelaku. 

Kuasa Sepihak

Sistem patriarki yang kuat dalam masyarakat juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual. Dalam sistem ini, laki-laki seringkali teranggap lebih berkuasa daripada perempuan, sehingga dapat menimbulkan perilaku yang tidak pantas. Selain itu, faktor lain seperti pernah menjadi korban, memiliki kuasa, dan kebiasaan menonton konten porno juga dapat menjadi penyebab terjadinya pelecehan seksual. Tidak ada korelasi antara pakaian yang korban gunakan dengan tindakan pelecehan seksual, melainkan karena niat pelaku untuk melakukan tindakan bejat tersebut (Fajriyati, 2019).

Pakaian bukanlah penyebab terjadi pelecehan seksual. Saat pelecehan terjadi menurut ruangaman.com korban memakai rok atau celana panjang (18%), hijab (17%), lengan panjang (16%), pakaian sekolah (14%), dan baju longgar (14%). Dengan perbuatan pelecehan tersebut sangat berdampak sekali bagi korban. Di antaranya: pertama, trauma dan stres. Korban pelecehan seksual sering mengalami dampak psikologis berat, seperti trauma, kecemasan, depresi, dan kilas balik. Stres yang tidak terkelola dapat memperburuk kondisi ini, memengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka. Trauma tersebut dapat menyebabkan perubahan suasana hati, kelelahan, dan berbagai masalah kesehatan lainnya jika tidak dengan tepat penanganannya.

Baca Lainya  Transportasi Publik dan Ironi Pelecehan

Kedua, perubahan perilaku. Korban pelecehan seksual kerap mengalami depresi, PTSD, kecemasan, dan gangguan makan. Mereka juga cenderung menghindari situasi atau pakaian yang mereka kenakan karena mengingatkan pada trauma, sehingga berdampak pada perubahan perilaku dalam sehari hari. Ketiga, kurangnya kepercayaan. Korban sering mengalami kesulitan dalam membangun atau memelihara hubungan dengan orang lain karena dampak emosional yang berat, seperti kehilangan kepercayaan dan perasaan kesepian.

Mereka mungkin menunjukkan perubahan perilaku, menjadi lebih pendiam atau agresif, yang dapat mempengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja. Stres dan kecemasan juga dapat memicu konflik dan kesalahpahaman dalam hubungan. Oleh karena itu, dukungan dari orang terdekat dan profesional sangat penting untuk membantu korban memulihkan kepercayaan diri dan membangun hubungan yang positif.

Sebaris Solusi

Dengan demikian ada beberapa solusi dalam mencegah terjadinya pelecehan seksual. Di antaranya: pertama, meningkatkan pendidikan. Edukasi tentang hal ini sangat penting untuk mengubah mindset masyarakat bahwa pakaian bukanlah penyebab terjadinya perbuatan tercela tadi. PS lebih terkait dengan perilaku dan sikap pelaku yang tidak menghormati batasan dan hak orang lain.

Dengan memahami hal ini, kita dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua orang. Edukasi seksual yang komprehensif dapat membantu individu memahami tentang seksualitas manusia, anatomi, reproduksi, dan kesehatan seksual, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dan bertanggung jawab terkait perilaku seksual mereka.

Kedua, mengembangkan kebijakan dan hukum. Mengembangkan kebijakan dan hukum untuk menangani kasus pelecehan seksual sangat penting untuk melindungi korban dan mencegah kekerasan seksual. Langkah-langkah yang terambil untuk memperkuat hukum yang berlaku, seperti Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Bisa juga meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi dan kampanye publik.

Baca Lainya  Euforia Perempuan pada Pertandingan Sepak Bola

Atau dengan menyediakan dukungan yang memadai bagi korban pelecehan seksual seperti layanan konseling dan bantuan hukum. Serta meningkatkan koordinasi antarlembaga, serta melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan dan hukum yag ada. Dengan demikian, berharap dapat mengurangi angka kekerasan seksual dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban pelecehan seksual. 

Ketiga, relasi yang sehat. Membangun relasi yang sehat dan menghormati batasan pribadi sangat krusial dalam mencegah pelecehan seksual. Dengan komunikasi efektif, empati, dan saling menghargai, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman. Pendidikan seksual yang komprehensif juga penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang pelecehan seksual, sehingga kita dapat mencegah terjadinya pelecehan dan membangun hubungan yang positif.

Pelecehan seksual sepenuhnya merupakan tanggung jawab pelaku dan bukan karena pakaian atau perilaku korban. Korban berhak mendapatkan dukungan, perlindungan, dan keadilan. Penting bagi kita untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan tidak menghakimi korban, sehingga mereka merasa aman dan didengar. Dengan memberikan empati dan bantuan yang tepat, kita dapat membantu korban memulihkan diri dan melanjutkan hidup mereka dengan lebih baik.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *