Kesetaraan gender merupakan isu penting yang mendasari perkembangan masyarakat, khususnya di era modern, baik dalam membangun kultur sosial, politik, maupun ekonomi. Dalam konteks politik, umumnya kesetaraan gender berkutat pada arti hak serta kesempatan yang sama bagi semua individu, laki-laki maupun perempuan.
Indonesia berhasil menempati posisi ke-7 di Asia Tenggara sebagai negara yang memiliki keterwakilan perempuan di parlemen. Setiap bagian masyarakat, tak memandangan jenis kelamin, berhak berpartisipasi dalam memberikan argumen hingga pengambilan keputusan politik. Meskipun sekarang terdapati banyak kemajuan dalam kesetaraan gender tapi pembenahan dalam lingkup politik belum kunjung terangkat.
Ruang politik perlu adanya kesetaraan demi memastikan representasi yang lebih inklusif . Pada umumnya, yang memegang kendali hukum ialah kaum laki-laki. Padahal adanya keterlibatan perempuan akan memunculkan banyak perpektif dan pengalaman berbeda. Walhasil pengambilan keputusan dapat berlaky dengan baik, adil, dan tepat sasaran secara menyeluruh. Hal ini tentunya sangat relevan dalam merumuskan kebijakan pemerintahan yang berdampak pada berbagai aspek; pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Pengaruh Dominasi
Tantangan utama yang menjadi hambatan ialah stereotipe gender tentang perempuan. Hal itu masih kuat bahkan membudaya di dalam berbagai ragam kebudayaan masyarakat kita. Perempuan masih teranggap kurang cocok, apalagi mampu, memimpin dan memegang tanggung jawab menyangkut banyak pihak. Diskriminasi masih sering kali menghalangi perempuan untuk dapat mencalonkan diri ikut andil dan berpartisipasi dalam proses politik.
Untuk mencapai kesetaraan perlu upaya sistematis dan terkoordinasi. Dengan itu, berpotensi meningkatkan kesadaran berbagai pihak bahwa perempuan bukan kaum yang lemah. Bahkan, bilamana mendapat kesempatan, turut terlibat dalam hal menyangkut kepentingan banyak orang.
Pemerintah telah mencanangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik mengatur syarat pendirian paspol di Pasal 2 menyatakan setidaknya menyertakan 30% keterwakilan perempuan. Namun kenyataannya tingkat keterwakilan perempuan dalam parlemen masih di bawah 30%. Perlu ada kesadaran bahwa memilih pemimpin atau wakil rakyat harus berdasar kualitasnya, bukan jenis kelaminnya. Artinya perempuan pun bisa bertanggung jawab dan sanggung menduduki jabatan-jabatan terdominasi laki-laki tersebut.
Dengan demikian, kesetaraan gender dalam bidang politik bukan hanya masalah keadilan tetapi juga kebutuhan untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan politik, kita dapat memastikan bahwa kebijakan yang terumuskan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi semua anggota masyarakat. Meskipun masih banyak tantangan yang harus terhadapi melalui pendidikan, kebijakan yang mendukung, dan partisipasi aktif dari semua pihak, kesetaraan gender dalam politik dapat menjadi kenyataan.