“Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukan kepada para Perempuan yang berada di belakangmu, bahwa perlakukan baik salah seorang diantara mereka kepada suaminya, upayanya untuk mendapat keridhoan suaminya, dan ketundukannya untuk senantiasa menaati suami itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.”
~Nabi Muhammad saw.
Sahabat Nisa! Kemuliaan dan kenikmatan yang terasakan perempuan hari ini adalah buah dari kerja keras para sahabat perempuan di masa Rasulullah saw. Maka sebagai generasi penerus, sudah sepatutnya kita memiliki rasa syukur dan tafakur kepada Allah Swt., yakni dengan cara mengenal dan meneruskan perjuangan sahabat perempuan pada masa Rasulullah. Mudah, bukan?
Meskipun terlihat tidak mudah, tulisan ini akan mencoba mengenalkan sahabat perempuan era Nabi Muhammad yang begitu berpengaruh untuk menjadi jembatan kemaslahatan perempuan. Sebut saja Asma’ binti Yazid bin Sakan bin Rafi’ Imru’ul Qais bin Abdul Asyal bin Haris al-Anshariyyah. Ia merupakan seorang shahabiyah dari suku Aus, kabilah Bani Abdul Asyal keponakan Mu’adz bin Jabal, putri dari saudara sepupunya, Yazid bin Sakan.
Mengenal Asma’ binti Yazid
Asma’ terkenal di kalangan sahabat sebagai sosok perempuan suci dalam beriman, berilmu, dan bersabar di berbagai hal. Ia juga seorang muslimah cerdas, memiliki tutur kata yang santun serta memiliki kemampuan baik dalam memahami Al-Qur’an dan hadis. Sekitar 81 hadis nabi telah ia riwayatkan. Menarik dan menginspirasi, kan?
Riwayat itu juga sebagaimana terucapkan oleh Ibnu Abdil Barr bahwa Asma’ adalah seorang perempuan cerdas dan berkualitas. Asma’ ikut aktif mendengar hadis nabi dan sering bertanya tentang berbagai persoalan yang belum ia pahami dalam agama.
Oleh karena itu, tak mengherankan jika lewat keberanian dan kecerdasannya, ia menjadi ahli hadis dengan julukan Khathibatun Nisa (Orator para Perempuan). Yakni memiliki kedekatan dengan nabi untuk menanyakan berbagai persoalan perempuan dalam majelis syura.
Rasulullah dan Asma
Pada suatu ketika, Asma’ bertanya kepada Nabi mengenai kaumnya, ada banyak hal yang menjadi kegelisahan para sahabat perempuan. Maka bertanyalah Asma’ dalam sebuah majelis syura.
“Ya Rasulullah, aku mewakili kaumku untuk menanyakan kepada engkau,” tanya Asma’ kepada Nabi berkaitan dengan amaliah mereka (para perempuan).
“Bukankah Allah mengutus engkau untuk seluruh umat, baik laki-laki maupun perempuan. Kami beriman kepadamu dan Tuhanmu. Namun, kami merasa mendapat perlakuan tidak sama dengan kaum laki-laki. Kami adalah golongan serba terbatas dan terkurung. Kerja kami hanya berkaitan dengan rumah, menunggu kaum laki-laki, mengandung dan merawat anak dan tempat pemuas nafsu laki-laki (suami). Kami tidak pernah mendapat kesempatan melakukan seperti yang kaum laki-laki lakukan. Apakah mungkin amalan kami mendapatkan lebih sedikit pahala daripada yang kalian lakukan?”
Nabi mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan oleh Asma’, kemudian beliau menghadapkan wajahnya kepada para sahabat sambal berkata, “Wahai sahabat-sahabatku, pernahkah engkau dengar suatu pertanyaan yang lebih baik daripada pertanyaan perempuan itu?”
“Wahai Rasulullah,” kata para Sahabat, “Kami tidak menyangka seorang perempuan bisa bertanya seperti itu!”
Kemudian, Rasulullah menengok ke arah Asma’ dan berkata “Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukan kepada para perempuan yang berada di belakangmu, bahwa perlakukan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, upayanya untuk mendapat keridaan suaminya, dan ketundukannya untuk senantiasa menaati suami itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.”
Mendengar penjelasan nabi, Asma’ begitu gembira dan ia segera kembali menemui mereka (para perempuan) sembari bertahlil dan bertakbir untuk mengabarkan hal yang menggembirakan. Kabar tersebut membuat para sahabat mengerti bahwa posisi perempuan dan laki-laki adalah sama di mata Allah. (HR. Muslim)
Memaknai Peran Perempuan
Selain menjadi penyambung lidah bagi para perempuan, Asma’ binti Yazid juga salah satu perempuan yang ikut dalam pertempuran Yarmuk. Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah wa an-Nihayah, menjelaskan bahwa pada waktu perang Yarmuk, banyak para perempuan ikut mengambil peran, di antaranya adalah Asma’ binti Yazid. Peran tersebut tidak hanya sebatas mengantarkan makanan di waktu perang, akan tetapi ikut andil melakukan perang dalam berjuang bersama kaum laki-laki.
Sungguh, shahabiyah bernama Asma’ binti Yazid merupakan sosok perempuan yang tidak gila terhadap harta, dan kecantikan semata. Ia memberikan bukti bahwa perempuan adalah hamba yang sama yakni mampu berperan dan memberikan peran sejak di zaman nabi.
Selain itu, yang patut diteladani dari seorang shahabiyah yang satu ini adalah kemampuan dan keberanian dalam berbicara dan berdiskusi dengan Rasulullah. Oleh karena itu, kita dapat memaknai bahwa perempuan adalah bagian penting dalam kehidupan sosial di masyarakat yang harus mempunyai kemampuan berbicara, berdiskusi dan pemahaman agama.
Sebagaimana kita diciptakan sebagai perempuan, maka sosok Asma’ binti Yazid adalah suri tauladan di era sekarang. Dengan demikian, kita sebagai perempuan harus mampu bersuara dan menyuarakan nilai-nilai keadilan baik untuk perempuan ataupun kemaslahatan bersama.