Perempuan dan Iduladha

Perempuan di perayaan Iduladha barangkali terdengar sedikit asing. Bukan tanpa sebab, perayaan Iduladha selalu berkaitan dengan ketaatan nabi Ibrahim yang mengorbankan putranya, nabi Ismail untuk disembelih. Hampir di setiap khutbah Iduladha, kisah heroik pengorbanan dan ketakwaan nabi Ibrahim dan Ismail-lah yang terdengar familiar di telinga.

Memang benar adanya. Peringatan Iduladha tidak dapat terlepas dari kisah pengorbanan sang kholilullah dan putranya. Bahkan pelaksanaan ibadah haji, ritual-ritual yang ada di dalamnya hampir semuanya mengambil dari praktik nabi Ibrahim dan keluarganya. Termasuk peran luhur perempuan, yakni Siti Hajar, istri nabi Ibrahim.

Perempuan dalam Sejarah Kurban

Siti Hajar, awalnya seorang budak perempuan yang diberikan oleh Raja Mesir kepada Ibrahim. Siti Sarah, istri pertama Ibrahim, mengusulkan agar Ibrahim menikahi Hajar supaya mereka bisa memiliki keturunan, karena Ibrahim sudah berusia 100 tahun. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Ismail. Meskipun Sarah sangat mencintai Ibrahim dan merasa sedih melihat kedekatan antara Ibrahim dan Hajar, ia tetap setuju dengan pernikahan tersebut (Muthmainnah, 2014). 

Allah swt. kemudian memerintahkan Ibrahim untuk membawa Hajar dan Ismail hijrah ke Mekkah dan meninggalkan mereka di sana. Meskipun Hajar sempat bertanya mengapa mereka harus pindah dan hidup jauh dari suami, ia akhirnya menerima perintah tersebut. Dalam kesetiaannya menjalankan perintah Allah, Hajar rela mengorbankan kebahagiaan singkatnya bersama Ibrahim.

Kehidupan yang keras di Mekkah menunjukkan pengorbanan besar Hajar dalam membesarkan Ismail seorang diri tanpa kehadiran suami. Sementara itu, Ibrahim kembali kepada Sarah yang melahirkan Ishaq (QS. Ash-Shaffaat: 112). Hajar harus menghadapi tantangan besar dan kesulitan hidup sendirian di padang pasir yang tandus.

Di padang pasir yang gersang dan tandus, lembah Bakkah (sekarang Makkah), Siti Hajar tanpa putus asa terus mencari sumber mata air. Tangisan Ismail, memaksanya untuk terus mencari sumber mata air dengan berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara bukit Safa dan Marwa. Namun, air yang ia cari tidak juga ada. Sementara Ismail, yang kehausan terus menangis sambil menghentak-hentakkan kakinya ke bumi. Tiba-tiba dengan rahmat Allah swt., terpancarlah air dari tanah di ujung kaki Ismail. Betapa gembiranya Siti Hajar saat itu (al-Basyar, 2008).

Baca Lainya  Mengasah Potensi Menjadi Perempuan Berdaya dan Berdikari

Muasal Haji

Dengan keberadaan sumber mata air zam-zam tersebut, lembah Bakkah (Makkah) yang sebelumnya tandus dan gersang, berubah menjadi tempat yang ramai dikunjungi. Dengan begitu, sudah selayaknya Siti Hajar mendapat julukan sebagai ibu dari peradaban baru. Perjuangan Siti Hajar tersebut kemudian menjadi bagian dari pelaksanaan ibadah Haji, yakni sa’i. Sa’i, yaitu berlari-lari kecil dari bukit Shofa ke bukit Marwa dan sebaliknya. Praktik Sa’i dilaksanakan sebagai napak tilas perjuangan luhur Siti Hajar ketika mencari sumber mata air di padang tandus.

Tidak hanya sa’i perjuangan dan peran Siti Hajar dalam menjaga dan mengasuh Nabi Ismail terakui dan terabadikan dalam ibadah haji dan umrah yang lain. Siti Hajar menolak godaan setan ketika setan mencoba menggoda dan menghasutnya untuk mengasah pedang dengan melempari batu. Ini merupakan peristiwa yang terkait dengan ritual haji yaitu jumrah wustha (jumrah tengah).

Pengorbanan lain Hajar adalah ketika perintah kurban datang. Hajar dengan rela mengasah pedang dan memastikan bahwa pedang tersebut tajam agar tidak menyakiti anak tercintanya, Ismail. Betapa besarnya cinta dan pengorbanan Hajar sebagai seorang ibu yang telah membesarkan Ismail selama tujuh tahun tanpa kehadiran suami. Hajar dengan penuh kesabaran dan kekuatan telah menjalani perjalanan hidupnya dengan penuh pengabdian dan keikhlasan (Muthmainnah, 2014).

Tanpa mengesampingkan peran Siti Sarah sebagai istri pertama Nabi Ibrahim, ia juga memiliki perannya tersendiri. Pengorbanan besar Sarah adalah kesediaan dirinya dimadu. Sebuah pengorbanan luar biasa dari seorang perempuan yang mencintai pasangannya. Selain itu, karena pernikahan tersebut, Sarah telah memerdekakan Hajar dari status budak menjadi manusia merdeka.

Perempuan dan Peradaban

Kita tidak bisa menafikan peran perempuan dalam sejarah kurban. Termasuk menafikan pengorbanan dan peran Siti Hajar, baik sebagai ibu sekaligus sebagai istri seorang Nabi dalam perjuangan dan peradaban agama Islam maupun sebagai sumber kehidupan anak manusia. Namun, selalu saja sejarah ini terlupakan. Sebab, tidak pernah berada dalam pemahaman dan kerangka pemikiran umat manusia.

Baca Lainya  Intelektualitas Perempuan dan Gerak Ilmu Pengetahuan

Hilangnya kisah Sarah dan Hajar dalam peringatan Hari Raya Kurban menjadi penanda tidak dianggapnya kisah perempuan dalam tiap sejarah peradaban manusia. Tak heran kiranya jika Simone de Beauvoir menyebutkan perempuan sebagai second sex. Sebagai jenis kelamin kedua di dunia, tentu saja sejarah perempuan tidak layak, tidak perlu dibahas dan didengar (Muthmainnah, 2014). 

Siti Hajar menjadi contoh bahwa apa yang perempuan lakukan terlihat biasa, meskipun sebenarnya apa yang ia lakukan adalah hal yang luar biasa. Semua ini cukup menjadi bukti bahwa peran dan posisi kaum perempuan masih tersubordinasi oleh peran dan posisi laki-laki.

Saat ini, saat momentum perayaan Hari Raya Kurban, sudah seharusnya kita memaknai dan mengapresiasi perjuangan dan pengorbanan perempuan dalam peristiwa Iduladha. Barangkali, melalui perayaan Iduladha kita dapat mengimajinasikan dan menghargai perjuangan kaum perempuan. 

Saat memperingati peristiwa Iduladha, mengambil hikmah dari peristiwa kurban Ibrahim dan Ismail, melaksanakan ritual haji, dan menyebut nama Ibrahim dan Ismail, janganlah melupakan Siti Hajar. Sejarah Makkah, hingga saat ini pun tidak dapat terlepas dari peran Siti Hajar. Kisah Hajar telah menjadi simbol keteguhan, keberanian, dan kesabaran bagi perempuan. Siti Hajar merepresentasikan harapan dan peradaban umat manusia hingga saat ini. Sekali lagi, perempuan sangat berperan, janganlah ia terlupakan!

2 thoughts on “Perempuan dan Iduladha

  1. Keren dan patut dibanggakan.
    Tulisan ini menyoroti peran perempuan, namun tak memungkiri baik perempuan maupun lelaki memiliki pengaruhnya masing-masing.
    Jaya selalu, keadilan gender. ✨️👏

    1. terima kasih atas ulasan singkatnya, Kak Emma. jangan lupa untuk membagikan tulisan ini serta tulisan lain yang ada di nisa.co.id selagi itu bermanfaat. salam keadilan dari, Mimin. hehe

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *