Nyai Sinta Nuriyah: Aktivis, Ulama, dan Pejuang Hak Perempuan

Sumber foto dari Kupipedia Bu Nyai Sinta Nuriyah

Tidak dapat terpungkiri jika kemandirian perempuan seringkali mengharuskan tampil sebagai perempuan dan bangga dengan identitasnya. Kemandiriannya tidak boleh lebur menjadikannya sebagai laki-laki, dan tidak juga menjadikan mereka harus mengalah dengan mengorbankan kepentingan.

Sebagai perempuan yang memiliki hak dan kewajiban sama dengan laki-laki, secara umum bukti tentang perempuan dalam masyarakat muslim kurun awal mengisyaratkan bahwa secara khas mereka berpartisipasi dan terharapkan berkiprah dalam berbagai aktivitas yang menyibukkan masyarakat mereka, termasuk agama dan perang.

Mereka bukanlah pengikut yang pasif dan penurut, melainkan mitra bicara yang aktif dalam bidang keimanan dan juga dalam masalah-masalah lainnya. Dengan demikian, riwayat-riwayat hadis memperlihatkan perempuan yang bertindak dan berbicara di luar pengertian bahwa mereka berhak berpartisipasi dalam kehidupan pemikiran dan praktik keagamaan. Dan yang mengomentari secara
jujur topik apa pun, bahkan Al-Quran, dan berbuat demikian dengan harapan bahwa pandangan-pandangan mereka terdengar.

Aktivitas Dakwah

Aktivitas dakwah adalah suatu tindakan yang terlakukan seorang muslim untuk mengajak manusia lainnya pada jalan kebenaran sesuai dengan tuntunan al-quran dan hadist dalam bingkai Islam, agar mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat. Pengertian perjuangan atau dalam bahasa arabnya “mujahidin” yaitu pejuang. Perjuangan itu sendiri yaitu suatu tindakan untuk melakukan sesuatu pengorbanan yang nyata untuk meraih suatu tujuan yang terharapkan. Agar mendapatkan kebaikan dan kemuliaan demi kemaslahatan juga kesejahteraan bersama.

Aktivitas dakwah yang ibu Sinta Nuriyah Wahid lakukan saat ini sejalan dengan tujuan yayasan Puan Amal Hayati. Serta melanjutkan apa yang sudah di perjuangkan oleh suaminya (alm. K.H. Abdurrahman Wahid). Adapun memang misi tambahan ketika Ibu Sinta Nuriyah Wahid memimpin yaitu memperjuangkan hak-hak perempuan dengan basis pesantren.

Baca Lainya  Bulan Ramadan: Menengok Kisah Wafatnya Aisyah Sang Ummul Mukminin

Bentuk aktivitas dakwah Ibu Sinta Nuriyah yakni memperjuangkan hak-hak perempuan yaitu sama dengan Yayasan Puan Amal Hayati. Di yayasan ini ada salah satu divisi yang menjadi fokus kajian diskusi bu Sinta Nuriyah Wahid dengan para kiai podok pesanten dan para aktivis perempuan lainnya yang tergabung dalam sebuah Forum Kajian Kitab Kuning (FK3).

FK2 ini mengkaji ulang kitab-kitab klasik di antaranya kitab yang sangat populer di kalangan pondok pesantren yakni Uqud al Lujjain karangan Imam Nawawi al-Bantani, serta kitab Taqrib. Kedua kitab ini menurut Ibu Sinta Nuriyah kandungan isinya sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman dan nabi pun tidak mengajarkannya.

Penyudutan

Terlalu banyak pembahasan yang menyudutkan kaum perempuan seakan agama Islam menganggap rendah kaum perempuan. Salah satu contoh penyatakan dalam kitab tersebut, bahwa perempuan memakai parfum kemudian keluar rumah itu boleh dipukul. Pernyataan dalam kitab ini setelah tertelusuri dan terkaji ternyata hadis itu palsu. Sedangkan ketidak relevanan isi dalam kitab “Takrib” sendiri, adalah bahwa air yang boleh kita gunakan untuk berwudhu adalah empat dzira’. Satu dzira’ itu panjangnya satu lengan orang Arab.

Apakah lengan orang Arab ini sama dengan lengannya orang Indonesia. Lalu, bagaimana kita memahamainya? Oleh karena itu kita perlu melakukan reinterpretasi dan re-read terhadap kitab Taqrib ini. Ada banyak kitab kuning dan kitab-kitab klasik lainnya yang terajarkan di pesantren yang sangat mendukung dinasti perempuan.

Oleh sebab itu, Ibu Sinta Nuriyah melakukan diskusi-diskusi serta melakukan pengkajian kembali bersama kiai dan para aktivis perempuan lainnya di bawah lembaga yayasan Puan Amal Hayati. Dengan mensosialisasikan dan mengimplementasikannya dalam buku. Selain itu yang menjadi agenda rutin setiap tahunnya yang Ibu Sinta Nuriyah lakukan dan Yayasan Puan Amal Hayati dalam dakwahnya agar tetap keadilan gender selalu bergaung di seluruh penjuru dunia yaitu agenda Sahur Keliling. Acara ini terikuti oleh beberapa tokoh lintas agama yang datang untuk ikut sahur bersama dan memberikan penghormatan atas datangnya bulan suci Ramadan.

Baca Lainya  Cut Nyak Meutia: Potret Keberanian dan Ketangguhan Wanita Aceh

Jadi, bentuk aktivitas dakwah Ibu Sinta Nuriyah Wahid dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di sini mencangkup pada dua bentuk aktivitas dakwah yaitu dakwah bil al-lisan, di mana hal itu terlakukan dengan dakwah lisan, seperti ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan lain sebagainya. Selain itu bentuk aktivitas dakwah yang beliau lakukan dengan dakwah bil al-hal, dakwah terlakukan dengan melalui berbagai kegiatan yaitu, dengan mendirikan yayasan puan amal hayati hingga hasilnya dapat terasakan oleh masyarakat luas sebagai objek dakwah.

4 thoughts on “Nyai Sinta Nuriyah: Aktivis, Ulama, dan Pejuang Hak Perempuan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *