Menciptakan Kesetaraan dari Akar

Career ladder with man and woman climbing it vector illustration. Gender equality symbol and money on background. Gender equality in leadership concept
Sumber Gambar: istockphoto.com

Feminisme sering kali terpandang sebagai gerakan besar yang berjuang di ruang publik, seperti dunia politik, pendidikan, atau tempat kerja. Namun, nilai-nilai feminisme sebenarnya harus mulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga. Keluarga adalah institusi pertama tempat anak-anak belajar tentang peran gender, hak, dan tanggung jawab. Jika feminisme ingin benar-benar membawa perubahan, maka ia harus tertanam kuat dalam pola asuh dan interaksi sehari-hari di rumah.Ā Ā 

Sebuah film drama Korea membawa pesan mendalam, sekaligus mempersuasif penonton betapa pentingnya nilai-nilai kesetaraan tumbuh kembang di institusi keluarga. Para penikmat drama Korea pasti tertarik denganĀ When Life Gives You Tangerines (2025), dengan pemerannya IU dan Park Bo Gum. Drama ini tidak hanya menampilkan kisah romansa, tetapi juga mengangkat isu keluarga, perjuangan hidup, dan gender yang masih relevan hingga kini. Setiap episodenya berhasil menyentuh emosi penonton dengan latar Korea Selatan di tahun 1960-an.Ā 

Para penikmat drama ini tentu sangat mengenal tokoh utama perempuan, Oh Ae-Sun. Ae-Sun menggambarkan sosok perempuan tangguh lahir sekitar tahun 1950-an dan tumbuh dengan pola asuh tidak biasa pada masa itu. Alih-alih mengajarkan putrinya menjadi “ahli dapur”, laiknya kebanyakan perempuan di zaman tersebut, ibu Ae-Sun justru mendidiknya agar bercita-cita tinggi, berpikir kritis, dan kuat mental. Ae-Sun tumbuh dengan didikan menjadi lebih dari sekadar istri dan ibu rumah tangga biasa.

Namun, kenyataannya harapan tersebut tidak terwujud dengan lancar. Masyarakat masih menuntut perempuan untuk mengutamakan keluarga di atas kehidupan pribadi mereka. Pendidikan, kesempatan berkarir, dan berbagai aspek kehidupan lainnya sering terbatasi. Hal ini terjadi karena adanya keyakinan kuat bahwa peran utama perempuan hanyalah sebagai istri dan ibu. Kondisi serupa juga tergambar dalam drama ini. Ae-Sun, meskipun ibunya membesarkannya dengan pola asuh berbeda, tetap harus berjuang di antara impiannya dan tekanan ekspektasi masyarakat.

Feminisme dalam Dinamika Keluarga

Feminisme di lingkungan keluarga bukan tentang meniadakan peran laki-laki atau mendominasi perempuan, melainkan menciptakan kesetaraan di mana setiap anggota keluarga memiliki hak dan kewajiban seimbang. Keluarga menjadi titik awal penanaman nilai tersebut. Ketika nilai kesetaraan sudah terpraktikkan sejak di rumah, maka pemahaman generasi selanjutnya dapat tumbuh bahwa peran gender bukanlah sesuatu yang mutlak, melainkan suatu kesepakatan kerja sama.Ā 

Baca Lainya  Perempuan Independen: Bukan Menyaingi, Hanya Ingin Setara

Budaya patriarki merupakan budaya usang sudah terwariskan dari generasi ke generasi dan menyusup ke setiap lini kehidupan. Tidak hanya dalam rumah tangga, tetapi sudah menyentuh pada lembaga hingga pemerintahan. Dalam pemahaman patriarki, laki-laki bertempat sebagai penguasa dan kaum perempuan berada di bawahnya harus tunduk dan patuh. Hal ini, akhirnya membuat kaum perempuan mengalami banyak diskriminasi yang menghambat bergerak dalam ranah publik.Ā 

Ironisnya, patriarki ini tidak hanya menjadi sebuah sistem, tetapi juga pemahaman mangakar kuat dalam tatanan sosial-budaya. Hal ini tampak jelas dalam tatanan sosial-budaya dan tercermin dari persepsi masyarakat terhadap peran gender. Penelitian NinaĀ Nurmila berjudul ā€œPengaruh Budaya Patriarki terhadap Pemahaman Agama dan Pembentukan Budayaā€ (2015), menunjukkan bahwa interpretasi terkait kegamaan pun kerap kali mendapat tafsir pemahaman patriarki, sehingga norma-norma yang timbul juga bersifat merugikan perempuan.

Selama ini, pekerjaan domestik contohnya memasak, membersihkan rumah, atau mengasuh anak sering kali terbebankan sepenuhnya kepada perempuan. Padahal, tugas-tugas ini seharusnya terbagi secara adil antara ayah, ibu, dan anak-anak sesuai kemampuan. Dengan demikian, anak-anak belajar bahwa tidak ada pekerjaan “khusus perempuan” atau khusus laki-laki.

Orang tua dapat mengajarkan nilai-nilai feminisme dengan memberikan pemahaman bahwa anak perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan sama mengejar cita-cita. Misalnya, mendorong anak perempuan percaya diri dalam sains atau kepemimpinan, sementara anak laki-laki belajar menghargai emosi dan keterampilan domestik.Ā 

Belakangan, ada budaya sangat menggelitik, seperti ungkapan,Ā “Laki-laki tidak boleh menangis” atau “Perempuan harus lemah lembut”Ā justru memperkuat ketidaksetaraan. Keluarga harus menjadi tempat di mana ekspresi emosi dan minat tidak terbatasi oleh jenis kelamin.Ā Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Jika seorang ayah aktif membantu pekerjaan rumah atau seorang ibu berkarir, anak akan tumbuh dengan pemahaman bahwa kesetaraan adalah hal yang wajar

Baca Lainya  Dari Rahim Perempuan, Masa Depan Bangsa Terlahirkan

Mendobrak Budaya Patriarki

Pemahaman patriarki yang sudah mengakar ini, akhirnya tidak hanya menjadikannya hadir dan menjadi landasan dari sebuah kebijakan ataupun struktur formal. Netapi juga tercermin dalam cara berpikir, bersikap, hingga cara berinteraksi masyarakat sehari-hari.

Fina Aulia, dalam sebuah tulisannya ā€œMembangun Keadilan Gender Melalui Epistemologi Irfanā€ (2024), menegaskan bahwa budaya patriarki akhirnya menciptakan dua sudut pandang bebeda, di mana laki-laki menjadi subjek dominan sedangkan perempuan menjadi subjek kendali. Hal ini akhirya menciptakan hambatan bagi keadilan gender dan juga menanamkan pemahaman bahwa ketimpangan tersebut merupakan hal yang wajar.Ā 

Dalam kehidupan masyarakat yang terbiasa dengan bayang-bayang patriarki, banyak individu tidak lagi mampu membedakan antara nilai budaya adil dan timpang. Karena nilai-nilai patriarki sudah membaur dengan moralitas, agama, pemerintahan, bahkan pendidikan, maka perubahan tidak cukup dengan hanya melakukan perubaha sistem semata. Namun, juga membutuhkan perubahan cara berpikir lebih kritisĀ dalam memandang norma budaya yang selama ini teranggap biasa dan tidak lagi terpertanyakan.Ā 

Andil Peran

Sedari dulu, urusan rumah tangga, termasuk dapur dan anak, sepenuhnya terikat kepada perempuan dan ibu. Namun Ae-Sun, dalam dramanya seolah ingin mematahkan budaya patriarki itu. Dengan demikian, melalui karakter Ae-Sun, drama When Life Gives You Tangerines (2025) secara halus tapi tegas menentang budaya patriarki yang masih mengakar hingga sekarang. Khususnya pada pembagian peran gender dalam rumah tangga.Ā 

Dalam masyarakat patriarki, beban rumah tangga dan mengurus anak biasanya menjadi tugas sepenuhnya perempuan. Namun, berbeda dengan sajian dalam drama When Life Gives You Tangerines (2025). Di sana, penonton mendapat gambaran peran suami yang turut ambil andil dalam mengurus rumah tangga dan juga anak.

Keterlibatan suami dalam peran rumah tangga secara tak langsung menjadi bentuk nyata tentang pentingnya kesetaraan gender. Ketika laki-laki ikut serta mengurus ruma tangga dan membesarkan anak, hal ini bukan semata meringankan beban pasangan, tapi ejawantah penghargaan terhadap pekerjaan yang selama ini sering teranggap remeh. Kesetaraan gender dalam keluarga berari adanya pembagian peran dan juga tanggung jawab secara adil, bukan berdasarkan jenis kelamin, tetapi berdasar kerja sama, pengertian, dan dukungan emosional.Ā 

Baca Lainya  Pergulatan Dunia Karier Perempuan

Drama yang ditulis Lim Sang Choon ini mengajak penonton memikirkan kembali aturan lama menyebabkan terhambatnya ruang gerak perempuan dalam keluarga maupun masyarakat. Pun membuat penonton sadar bahwa peran laki-laki dan perempuan seharusnya tidak pakem dari bagaimana cara sosial masyarakat memandang. Drama ini seolah tengah menanamkan nilai kesetaraan bukan berarti menghilangkan peran, tetapi membagi tanggung jawab secara adil, sehingga dapat menciptakan hubungan sehat.

Sosok Setara

Gwan-sik, sang suami, karakternya bukanlah sebagai kepala keluarga otoriter, tetapi malah menjelma sosok pasangan setara. Ia bukan hanya mendukung mimpi sang istri tetapi juga terlibat langsung dalam membesarkan anak-anak mereka. Kehadiran Gwan-Sik tidak hanya sebuah simbol, tapi perannya terbukti nyata sebagai ayah dan juga suami.Ā 

Peran Gwan-Sik dalam keluarga membuat anak-anak mereka memahami bahwa rumah tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu, tetapi juga ayah. Kehadiran Gwan-Sik juga membuat anak-anak mereka belajar bahwa menjadi laki-laki tidak harus selamanya terlihat tangguh dan kuat, dan perempuan tidak harus selamanya patuh dan berkorban demi orang lain.

Hal ini juga menunjukkan seberapa pentingnya peran ayah dalam membentuk karakter dan juga kepribadian anak. Anak yang merasakan peran ayah selama proses tumbuh kembangnya cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan juga stabil secara emosional serta mampu membentuk relasi sehat di masa depan.Ā 

When Life Gives You Tangerines (2025)Ā tak hanya membuat penonton terhanyut dalam kisah cinta yang manis tapi menyayat hati, tetapi juga membuat para penontonnya merenung tentang bagaimana pola asuh orang tua. Baik ayah ataupun ibu mampu menjadi pondasi penting membentuk generasi yang masih berada dalam kungkungan budaya patriarki.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *