Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain newsmatic dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /home/u822308407/domains/nisa.co.id/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
Konsep Woman Support Woman dan Fenomena Queen Bee Syndrome - Nisa.co.id

Konsep Woman Support Woman dan Fenomena Queen Bee Syndrome

Sumber Gambar: initiativeafrica.net

“…Wanita yang berdaya memberdayakan wanita lain..”

Idealnya, sesama perempuan saling memberi dukungan dalam hal yang dapat memajukan dan mengembangkan potensinya. Dengan saling memberdayakan, umpamanya. Konsep Woman Support Woman (selanjutnya tertulis WSW) bukan menjadi hal yang tabu di telinga para perempuan.

Konsep ini merupakan gerakan sosial yang menekankan pentingnya untuk saling mendukung, solidaritas, dan empati di antara sesama perempuan. Prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan komunitas yang lebih inklusif dan memberdayakan perempuan. Tujuannya agar saling memotivasi, baik dalam dunia kerja, kehidupan pribadi, profesional, maupun sosial. 

Perlunya dukungan yang sesama perempuan lakukan dapat membentuk kolaborasi yang sehat dan kuat. Mengingat dalam beberapa hal perempuan sering kali menghadapi tantangan sosial, ekonomi, atau budaya yang serupa. Dengan saling mendukung, mereka dapat menciptakan kekuatan kolektif untuk menghadapi hambatan tersebut.

Pun, ketika mereka yang telah berdaya seharusnya juga memberdayakan mereka, yang dirasa, belum berdaya. Dengan begitu, konsep WSW menjadi pegangan dan prinsip semua perempuan untuk maju dan tumbuh bersama. 

Meskipun dalam beberapa konteks, perempuan mungkin merasa harus bersaing satu sama lain, terutama di lingkungan yang terdominasi laki-laki. Namun, melalui gerakan WSW ini bertujuan mengganti pola pikir semacam itu dengan bentuk kolaborasi yang baik. Begitulah idealnya perempuan.

Istilah Lain

Masalahnya, di balik konsep Woman Support Woman terdapat istilah yang justru meleburkan semangat perempuan, yakni Queen Bee Syndrome (QBS). Fenomena tersebut menjadi salah satu tantangan yang sering muncul di lingkungan kerja, terutama dunia profesional terdominasi laki-laki. Fenomena QBS merujuk pada perilaku seorang perempuan yang telah mencapai posisi tinggi atau memiliki kekuasaan di tempat kerja tetapi cenderung menghambat kemajuan perempuan lain. 

Baca Lainya  Perempuan dalam Pelukan Hangat Seblak

Atau kasus lain dalam organisasi misalnya, perempuan tidak memberikan dukungan atau kebijakan yang memadai untuk kesetaraan gender, perempuan sering kali terpaksa bersaing satu sama lain untuk mendapatkan peluang yang terbatas. Ia lebih memilih untuk menjaga posisinya sebagai satu-satunya “Ratu Lebah” di sarangnya dibandingkan harus membantu lebah yang lain. Fenomena ini bukan hanya mencerminkan dinamika interpersonal, tetapi juga kompleksitas tekanan sosial dan budaya yang membentuk perilaku tersebut.

Secara psikologis, QBS sering kali lahir dari rasa ketidakamanan yang mendalam. Perempuan yang menjadi “Ratu Lebah” merasa bahwa posisinya terancam jika ada perempuan lain yang mendekati level kekuasaannya. Dalam budaya kerja yang sering kali kompetitif dan bias gender, perempuan seperti ini mungkin percaya bahwa hanya ada sedikit ruang bagi perempuan di puncak. Akibatnya, mereka menginternalisasi norma-norma patriarki, menganggap diri mereka sebagai pengecualian dan melihat perempuan lain sebagai ancaman, bukan sekutu.

Melansir dari akun Instagram Mubadalah.id menyebutkan masalah baru dari sesama perempuan, yaitu QBS yang menjelaskan di mana kondisi perempuan merasa sangat superior alih-alih perempuan lain karena posisi atau jabatan yang ia emban. Dengan demikian, tentu akan melahirkan ketimpangan bagi sesama perempuan.

Indikasi Kesetaraan

Adapun beberapa indikasi yang menjadikan perempuan dengan model QBS di antaranya adalah memimpin dengan gaya maskulin, menjaga jarak dengan sesama perempuan, melawan kesetaraan sekalipun itu dengan sesama Perempuan. Dampaknya adalah perempuan yang inferior sulit untuk naik jabatan karena minimnya kesempatan. Lebih lagi Perempuan dengan model QBS lebih banyak tidak bisa memisahkan antara urusan pribadi dan kelompok, sehingga tak cukup mampu membangun Kerjasama yang sehat. 

Fenomena QBS adalah pengingat bahwa perjuangan untuk kesetaraan gender tidak hanya membutuhkan perubahan struktural, tetapi juga perubahan pola pikir. Solidaritas dan dukungan antarperempuan adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil dan inklusif. Dengan memahami dan mengatasi fenomena ini, kita dapat membuka jalan bagi perempuan untuk berkembang tanpa harus merasa terancam oleh satu sama lain.

Baca Lainya  Perempuan dan Objek Stereotipe Sosial

Queen Bee Syndrome dapat berdampak buruk pada karier seorang perempuan. Pasalnya, sindrom ini berpotensi mendiskriminasi perempuan lain sehingga dapat merusak hubungan sosial. Selama perempuan menerapkan prinsip tersebut selama itu pula pola pikir yang terterapkan akan selalu merasa tersaingi dan khawatir apabila posisinya berhasil terambil oleh perempuan lain. Miris! 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *