Akhir-akhir ini sering berseliweran istilah trophy wife di media sosial, di mana label tersebut seakan menjadi dambaan para perempuan yang masih lajang. Lalu apa sebenarnya makna dari trophy wife? Istilah “trophy wife” ada yang mengartikan tentang merujuk kepada seorang perempuan yang menikah dengan seorang pria yang lebih tua, kaya, dan berpengaruh secara sosial atau ekonomi.
Pernikahan semacam ini seringkali terlihat sebagai hubungan di mana pria mencari pasangan yang menarik secara fisik atau memiliki “nilai estetis” untuk menunjukkan prestise atau status sosialnya. Perempuan dalam peran trophy wife sering teranggap sebagai simbol status atau prestise bagi pasangannya yang secara tidak langsung menempatkan perempuan yang sudah menjadi istri ini sebagai pajangan.
Hal tersebut ditambah lagi dengan sebuah pencirian khusus dalam media sosial, yang mana menyebutkan trophy wife selalu melingkupi dengan kehidupan yang glamor. Mengantar jemput anak dengan mobil mewah, mengenakan outfit puluhan bahkan ratusan juta serta perilaku hidup hedon lainnya seperti sarapan atau makan di tempat-tempat mewah.
Jika meninjau dari kasat mata hal tersebut bisa dipandang sebagai sebuah privilege namun di sisi lain fenomena ini seakan menjadi streotipe bahwa perempuan hanya sebagai aksesoris yang hanya melakukan pekerjaan domestik (antar jemput anak saja, karena pekerjaan rumah sudah ada pelayan khusus) dan menghabiskan uang sebab perilaku hedon.
Jika kita telaah lebih mendalam istilah ini sering kali mendapat kritik karena terkesan merendahkan dan mempersempit peran perempuan dalam pernikahan hanya pada aspek fisik atau penampilan mereka, tanpa mempertimbangkan kualitas pribadi atau intelektual mereka.
Framing Bijak
Maka sekiranya kurang bijak framing medsos hanya berfokus menggambarkan trophy wife ini dari sisi glamoritas kehidupan perempuan setelah menikah. Serta memiliki previlege yang hanya tergunakan untuk hidup hedon serta berfoya-foya. Akan tetapi, pandangan lain tayangan siniar kanal YouTube Sobat Konglo mengupas fenomena ini satu dari banyaknya stereotipe mengalami dinamika makna.
Yang pasti, hal ini tak terjadi dalam semalam. Melalui platform medsos seperti TikTok yang punya peran penting dalam memberikan wajah baru terhadap lagu lama yaitu fenomena ini. Nyatanya, fenomena tersebut tak selalu berstereotipe negatif. Seperti tiga guest star dalam siniar yang bertemakan fenomena trophy wife Jaksel yaitu Sarah Sofyan, Atya Sardadi, & Anggie Rassly.
Mereka mengemukakan bahwa status istri yang memiliki keistimewaan sehingga menjadikannya label trophy wife jika di-manage dengan baik dan bijak. Malah menjadikan perempuan memiliki keleluasaan dalam mengatur keluarga dan juga berkarya menjadikan dirinya lebih berdaya. Serta memberi manfaat kepada orang lebih banyak.
Karena banyak juga perempuan yang sudah berkeluarga dan mendapatkan pasangan yang memiliki kelebihan harta. Serta menempatkan istrinya sebagai partner, mereka (para istri) memiliki karir bahkan menjadi seorang womenpreneur. Sehingga menjadi trophy (simbol kemenangan) untuk keluarga bahkan masyarakat sosial.
Jadi, penting untuk diingat bahwa tidak semua pernikahan dengan perbedaan usia, kekayaan, atau status sosial dapat terkategorikan sebagai “trophy wife,”. Serta hubungan antarindividu selalu lebih kompleks daripada sekadar label atau stereotipe.
Namun sebaliknya dengan relasi pernikahan dan keistimewaan yang ada. Makna ini harusnya tergambarkan dalam media sosial untuk lebih bijak atau lebih seimbang. Tidak hanya menyorot tentang materialisme dan kehidupan hedon seorang perempuan yang sudah menikah.
Akan tetapi, tampilkan juga sisi positif tentang keberdayaan perempuan sebagai trophy wife berdikari, memberi manfaat, dan tetap memprioritaskan keluarga. Jadi untuk perempuan di sana, kamu ingin menjadi trophy wife versi mana?