Keluarga bagi anak-anak adalah sebuah tempat bagi mereka dapat membagi suka dan duka kehidupan. Ruang mereka untuk menenangkan pikiran dari keributan dunia. Dan, juga tempat di mana mereka mendapatkan ketulusan serta kehangatan. Begitu pula bagi anak perempuan pertama.
Terlebih dahulu lahir alih-alih saudara-saudaranya, membuat mereka memikul lebih banyak tanggung jawab dalam hidupnya. Anak perempuan pertama, tiga kata yang bisa kita bayangkan seperti apa sosoknya. Banyak yang mengatakan bahwa mereka tangguh, mandiri, bertanggung jawab.
Namun, tak sedikit pula yang mengenal mereka dengan sifat egois, keras kepala, dan terlalu perfeksionis. Semua karakter itu tidak begitu saja terbentuk, namun melalui proses kehidupan yang mereka lalui.
Kanal YouTube Girls Beyond mengunggah video berjudul “You’re Not Alone: Jadi Anak Perempuan Pertama Harus Kuat”. Tertulis di sana bahwa anak perempuan pertama sering kali memikul ekspektasi orang tua. Salah satu narasumber bernama Nada Zharfania mengatakan, “Jadi anak pertama itu nggak benar-benar menjadi anak.”
Hal itu karena pada kenyatanya, menjadi anak pertama, terlebih perempuan, sering kali mendapatkan tambahan peran. “Kamu harus bisa jadi panutan adikmu,” adalah kalimat yang kerap anak perempuan pertama dengar. Seolah-olah menjadikan mereka panutan bagi adik-adiknya adalah suatu keharusan. Padahal, mereka juga baru pertama kali menjadi anak. Karena pada dasarnya itu adalah tugas orang tua untuk mendidik anak-anak.
Teringat cuplikan lagu Taylor Swift dalam lagu Eldest Daughter menggambarkan hal ini dengan begitu kuat: Every eldest daughter/ Was the first lamb to the slaughter/ So we all dressed up as wolves/ And we looked fire//.
Lirik ini menceritakan bagaimana anak perempuan pertama sering kali menjadi “korban pertama” dari proses orang tua belajar. Dan kerap pula menjadi target untuk mewujudkan mimpi orang tua yang belum tercapai dengan alasan untuk kebaikan anak-anak mereka. Karena banyaknya tuntuan dan ekspetasi itu pula yang otomatis membentuk karakter dalam diri anak perempuan pertama.
“Seolah-olah menjadikan mereka panutan bagi adik-adiknya adalah suatu keharusan. Padahal, mereka juga baru pertama kali menjadi anak. Karena pada dasarnya itu adalah tugas orang tua untuk mendidik anak-anak.”
Melansir Hello Sehat (2023), Eldest Daughter Syndrome adalah istilah populer untuk menggambarkan psikologis dan sosial yang anak perempuan pertama alami. Kondisi ini muncul karena banyaknya tanggung jawab dan ekspetasi yang terbebankan kepada mereka, baik dari luar maupun dari dalam.
Curahan Kedamaian
Anak perempuan pertama, si sulung yang hidupnya harus terlihat tangguh padahal rapuh. Yang tampak mandiri padahal masih ingin tertemani. Yang terlihat sempurna padahal hanya untuk memenuhi tuntutan agar bisa menjadi panutan bagi adik-adiknya.
Anak yang bahkan tidak bisa menunjukkan kesedihannya kepada orang lain. Anak yang tidak pernah benar-benar merasakan apa itu masa kecil, karena sejak dini sudah mengenal apa itu kedewasaan.
Namun \, tidak apa-apa jika sesekali merasa lelah dan menangis karena tidak kuat. Tidak perlu takut jika kamu salah langkah, karena kamu hanya manusia biasa. Tidak masalah jika kamu bertingkah manj karena itu hal yang normal. Jangan gunakan hidupmu hanya untuk memenuhi ekspetasi orang tua dan usahakan kebahagiaan dirimu terlebih dahulu. Dan tidak ada salahnya menjadi sedikit egois dan keras kepala, karena kamu masih anak bagi orang tuamu.
Kalian harus tahu bahwa kalian tidak sendiri, dan kalian berhak merasa emosional-because you’re just human. Saya sangat berharap para anak perempuan pertama diluar sana dapat dan selalu berbahagia. Dan ingatlah selalu bahwa Tuhan selalu memberi cobaan sesuai dengan kemampuan hamba-Nya.