Rohana Kudus: Pahlawan Pengubah Peradaban

Foto Rohana Kudu Pahlawan Nasional Sebagai Wartawan Perempuan di Indonesia

Nama Rohana Kudus di kalangan para pembaca tentu sudah tidak asing di dengar. Terlebih ia mendapat nobatan menjadi wartawan perempuan pertama yang menjadi pahlawan nasional. Membanggakan bukan?

Tentu menjadi hal yang sudah semestinya ketika melihat kiprah perjuangan beliau menyoal perempuan. Pantas jika beliau menjadi sosok yang agung akan segala sejarah perjuangan dan pergerakan.

Perjuangan beliau pada zamannya bagi perempuan sangat luar biasa, bagaimana tidak? Perempuan pejuang asal Sumatera Barat dengan lingkungan keluarga seorang kepala jaksa memberinya kesempatan luas untuk mengakses bacaan lewat buku, majalah dan surat kabar pemberian ayahnya. Hal tersebut yang kemudian menjadikannya gemar membaca, tidak heran jika sejak umur lima tahun Rohana sudah mengenal abjad latin, Arab, dan Arab Melayu.

Sedari kecil, ayahnya selalu mendorong kemampuan Rohanan untuk selalu belajar, hal ini terlihat bahwa ayahnya selalu berlangganan buku dongeng anak terbitan Medan, Berita Ketjil. Tidak hanya itu, sang ayah juga membelikan buku cerita terbitan Singapura yang ia beli dari rekannya yang pegawai Belanda. Kumpulan buku itulah yang habis terlahap Rohana sedari kecil.

Menulis Peradaban

Rohana sangat peduli dengan nasib dan masa depan perempuan. Melihat minimnya ketersediaan sekolah pribumi khususnya bagi perempuan yang terbatasi mendorong Rohana mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia, yakni sekolah kaum putri yang mengajarkan keterampilan.

Tidak hanya sebatas mendirikan sekolah, Rohana juga memiliki cita-cinta perjuangan besar bagi kaum perempuan. Hal tersebut terlihat saat Rohana mendiskusikan keinginan kepada sang suami untuk memperluas perjuangannya di luar kelas . Akan tetapi lebih menekankan berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi kaum perempuan.

Seiring berjalanya waktu, melalui jejaring Rohana dalam surat yang ia tulis kepada Datuk Sutan Maharadja pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe di Padang. Memberinya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sama seperti lelaki. Yakni memiliki kesempatan luas pada tulisan perempuan.

Baca Lainya  Harmonisasi Parenting Ala dr. Aisyah Dahlan

Sekolah Rakyat Perempuan

Maharadja merupakan wartawan senior yang baik dan bijaksana, ia sangat tersentuh membaca surat Rohana yang demikian rupa menyuarakan nasib perempuan. Karena hal tersebutlah yang kemudian membuatnya rela ke Kota Gadang untuk menemui perempuan cerdas yang tidak pernah mengenyam pendidikan formail tersebut.

Pertemuan tersebut memberanikan Rohana untuk menyampaikan idenya demi sekolah rakyat bagi perempuan, khususnya memberikan ruang bagi tulisan perempuan di Oetoesan Melajoe. Namun, Rohana juga memiliki keterbatasan diri belum bisa meninggalkan Sekolah Kerajinan Amai Setia.

Alhasil, Maharadja lantas mengusulkan agar anaknya, Ratna Juwita Zubaidah, yang akan mengurus keperluan di Padang dan membuahkan hasil karena mendapat anggapan cukup adil dalam pembagian tugas. Rohana dan Ratna Juwita akan sama-sama menulis.

Sementara Ratna Juwita mengurus keperluan redaksi di Padang, Rohana mencarikan kontributor untuk mengisi rubrik-rubrik dalam surat kabar mereka. Maka, terbitlah Soenting Melajoe. Kata “Sunting” terpilih karena berarti perempuan dan “Melayu” mewakili nama wilayah mereka. Singkatnya, surat kabar ini untuk perempuan di seluruh tanah Melayu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *