Nisa-co.id – Tanggal 08 Maret 2023 bertepatan dengan Peringatan Hari Perempuan Internasional terlaksana peluncuran laman website Nisa.co.id di Aula Pendidikan Profesi Guru (PPG) UIN Raden Mas Said Surakarta. Lebih kurang 50 peserta hadir dalam seminar peringatan dan peluncuran ini.
Sambutan Siti Nur Maela sebagai Ketua panitia membuka acara ini. Sambutan kedua tersampaikan oleh M. Zainal Anwar M.Si, sebagai pembina Nisa.co.id dan Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam UIN Raden Mas Said Surakarta.
Zainal menyambut baik peluncuran laman ini dengan harapan perjalanan Nisa.co.id terus melaju tanpa kendala. Tak lupa, ia pun berpesan mengenai komitmen pengurusnya dalam mengembangkan laman ini agar berkembang ke depannya.
Acara berlanjut dengan penandatangananan Pohon Harapan secara simbolis. Zainal Anwar, M.Si. terdapuk sebagai perwakilan dari Mubadalah.id, Sementara Dr. Nur Khafid, M.Sc. menjadi wakil dari Fahmina Institute. Simbol tanda tangan ini sebagai bukti terluncurkannya laman Nisa.co.id.
Sebagai penjelasnya, setelah penandatanganan, panitia menampilkan dua video pengantar. Video pertama profil nisa.co.id, sedangkan video satunya ucapan selamat dari beberapa laman yang menjadi media patner peluncuran laman memiliki kepanjangan busananing bangsa ini melibatkan partner antara lain: We Lead, Fahmina Institute, Mubadalah.id, Islamsantun.org, Damarku.id dan Puan Merdesa.
Dalam kegiatan tersebut tiga narasumber hadir, yakni Okviana, S.Sos., M.A. (Anggota Komisi I DPRD Sukoharjo), Ajie Najmuddin (Redaktur NU Online Jateng), dan Siti Aminataz Zuhriyah (Founder Nisa.co.id). Konsep peluncuran laman ini bareng dengan seminar peringatan Hari Perempuan Internasional.
Siti Aminataz Zuhriyah selaku Founder menuturkan “Nisa.co.id hadir sebagai wadah generasi muda mengenang ide, gagasan, dan gerakan tokoh-tokoh perempuan lokal. Hal ini menjadi sebab mutakhir ini, media sosial berusaha mereduksi kebudayaan dan sosial masyarakat. Sebagai media baru, Nisa.co.id berharap menjadi pengawal atas laku-laku gerakan perempuan yang hampir terlupakan. Terlebih pengaruh media yang dapat mengubah gaya hidup generasi di era sekarang”.
Sebagai moderator, Dwi Kurniasih membuka seminar ini dengan sebuah pengantar singkat. Dwi memperkenalkan satu persatu narasumber yang hadir. Lalu ia mempersilakan narasumber untuk memaparkan materi sesuai ketentuan waktu.
Keterlibatan dan Peranan
Okiviana sebagai politisi perempuan fokus membahas mengenai keterlibatan perempuan dalam ranah legislatif. Ia banyak mengisahkan keberpengaruhan perempuan dalam mengawal kebijakan public; khususnya perlindungan perempuan dan anak. “Walau saya di komisi I, yang tupoksinya pada bidang politik dan hukum, namun intens juga terhadap persoalan perlindungan perempuan dan anak,”
Sekian cara yang Okiviana tempuh yakni membuat jaringan dengan berbagai ormas dan LSM di Soloraya. Cara ini ampuh dalam mengawal kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Beberapa LSM yang Okviana rangkul satu di antaranya ialah Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM).
Sementara isu penting lain menjadi sorotan Okviana ialah keterwakilan perempuan dalam kursi legislatif. Di DPRD Sukoharjo saja misalnya, dari total 45 kursi, wakil dari perempuan hanya 10 orang. Angka ini cukup jauh dari ambang batas 30% keterwakilan perempuan di legislatif sesuai UU No. 12 Tahun 2009 tentang Pemilu.
Berbeda dengan Okiviana, Ajie Najmuddin berusaha menyoroti kiprah perjuangan dari sisi media. Bermula ia malah mendaraskan silsilah gerakan perempuan dari zaman penjajahan hingga kini. Persoalan penyebutan kata “perempuan” atau “wanita” terkupas secara rinci. Aji menerawang jauh menyoal gerakan-gerakan perempuan sesuai periodesasi.
Satu hal yang Aji tekankan dalam paparannya mengenai keberadaan sosok perempuan pada masa Orde Baru. “Masa itu (Orba), demostifikasi peranan perempuan terjadi begitu nyata. Kita bisa melihat bukti itu pada jabatan menteri kala itu. Semua menteri mayoritas terduduki oleh lelaki, sementara perempuan teranggap tidak mampu,” tuturnya.
Sebagai redaktur media, kepakaran Aji dalam bidang media sosial memang begitu jeli. Ia berhasil memetakan antara media dan demokrasi di sebuah negara. Bahkan ia berteori, tolok ukur demokrasi suatu negara bisa terlihat dari kebebasan persnya.