Mengasah Potensi Menjadi Perempuan Berdaya dan Berdikari

mengasah potensi

Mengasah potensi bagi perempuan menjadi sebuah hak dan keharuan, namun konstruksi budaya berhasil menciptakan stigmatisasi publik bahwa penomorduaan masih terjadi. Kasus-kasus yang marak terjumpai seputar diskriminasi, pelecehan seksual, subordinasi, peran ganda, dan polemik perempuan lainnya hingga sekarang masih berserakan di mana-mana.

Misalnya baru-baru ini kasus pelecehan seksual banyak bersliweran di berbagai media, mengutip dari detiknews.com salah satunya pemberitaan kepala SD di Sampang yang menjadi tersangka kerena lecehkan guru dan wali murid. Kepala sekolah tersebut dilaporkan karena dugaan pelecehan verbal kepada guru-guru perempuan dan wali murid, mirisnya setelah melakukan upaya mediasi, korban justru mendapat perlakuan intimidasi, sungguh ironi.

Kasus-kasus semacam ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di luar negeri, mengutip dari 20Detik, 70% Wanita Korea Selatan mengalami diskriminasi gender. Studi Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga Korea Selatan dengan melibatkan 8.358 orang berusia 15 tahun ke atas pada tahun 2021 lalu menunjukkan bahwa lebih dari separuh orang Korea Selatan berpikir tidak memperlakukan perempuan sama dengan laki-laki. Jika melihat dari kelompok usia, lebih dari 70% wanita usia 20-30 tahun merasakan adanya diskriminasi gender.

Artinya, dalam beberapa kasus di atas mengindikasikan bahwa perempuan masih saja dipandang sebagai objek seksual dan makhluk yang berbeda bahkan lemah sehingga mendapat perlakuan yang tidak sama dengan laki-laki. Pola konstruksi gender yang terbangun tersebut dapat diubah menjadi konstruksi yang setara antara laki-laki dan perempuan sebagai manusia. Menjadikan Perempuan bukan lagi kelas bawah melainkan memiliki hak yang sama dengan laki-laki.

Penguatan Skill

Perubahan tersebut memerlukan upaya dan dukungan dari lingkungan, terutama usaha kaum perempuan sendiri. Salah satunya dengan kemauan mengasah skill yang perempuan miliki. Melalui kemauan tersebut, perempuan akan mampu berdaya dan berdikari dalam hidupnya. Sehingga stigma yang tercipta di masyarakat bahwa perempuan tidak penting dan hanya pemeran kedua perlahan mulai berubah.

Baca Lainya  Pemberdayaan Pendidikan Perempuan Madura: Membangun Generasi Berkualitas

Ketika perempuan mampu mengasah skill dan pengetahuannya, maka kapasitas ruang yang tersedia dapat tergapai dengan mudah. Perempuan yang memiliki skill dan pengetahuan mumpuni akan memunculkan sikap percaya diri. Pun memiliki pola pikir terbuka, kemauan menyuarakan argumen, memanfaatkan potensi, mencari peluang, serta menyelesaikan tantangan.

Dengan memiliki kemampuan dan pengetahuan, peluang akan hadir lebih besar. Mengingat secara kuantitas perbandingan perempuan jauh lebih banyak dari laki-laki. Sudah seharusnya perempuan lebih banyak mendapat peluang di ruang publik baik dalam skala sosial, eknonomi, budaya maupun politik.

Namun, secara kuantitas harus diimbangi dengan kualitas mumpuni. Agar keberterimaan publik lebih terbuka dan percaya bahwa perempuan mampu berkiprah dan memberikan kontribusi pada keluarga, lingkungan, dan negaranya. Perempuan berdaya dan berdikari memiliki prinsip, bertanggung jawab atas tugas dan perannya, serta mampu menempatkan diri sesuai dengan porsinya.  Ia akan terus bergerak bebas untuk bereksplorasi dan berinovasi.

Persoalannya apakah perempuan mau untuk mengubah dirinya? Memanfaatkan peluang untuk menciptakan ruang lebih banyak? Menjadi perempuan yang mampu berdikari?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *