Hari ini kuangkat Engkau, ya Tuhan, sebagai kekasih Hari ini kuangkat Engkau sebagai pendamping Dan aku berani membuktikan bahwa Engkau lebih baik dari pada sebelumnya Dan aku berani membuktikan bahwa aku akan lebih baik dari pada sebelumnya Saya yakin dengan didampingi Engkau, saya akan lebih hebat lagi.
Perempuan kelahiran Babakan, Ciwaringin, Cirebon pada 13 0ktober 1961 adalah seorang ulama perempuan penulis, penyair, spiritualis dan pimpinan Pondok Pesantren Jambu al-Islamy. Adalah Masriyah Amva yang melahirkan karya-karya seperti puisi di atas.
Puisi Surat Cinta Untuk Tuhan hadir dengan kronologi banyaknya wali santri yang memulangkan anaknya dari pesantren. Seolah-olah, mereka tidak percaya pada kepemimpinan perempuan. Namun dengan berjalannya waktu, Nyai Masriyah memberi teladan dan membuktikan bahwa ia mampu mengelola ribuan santri di Pondok Pesantren Kebon Jambu, Cirebon.
Puisi di atas merupakan petikan dari Surat Cinta Untuk Tuhan karya Masriyah Amva. Penggunaan diksi yang lugas dan jelas tetap memberikan sentuhan khidmat dalam tulisannya. Tulisan yang lebih banyak menghadirkan Tuhan sebagai poros utama dilatarbelakangi oleh kegundahan dan kesedihan yang dialami oleh Masriyah Amva setelah suaminya wafat.
Baginya, puisi tidak hanya curhatan ketika seseorang dilanda kesedihan, kebimbangan, dan kegelisahan tetapi puisi juga berperan sebagai medium dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Di tengah kesibukannya, dia menyempatkan diri untuk menulis ‘curahan hati’ kepada Tuhan, dan beberapa di antara karyanya sudah diterbitkan dalam bentuk buku.
Pribadi Tegar
Sepeninggal suaminya, kesedihan justru mengubahnya menjadi sosok perempuan yang kuat, tangguh, dan mandiri. Berkat tekad dan keuletan dalam mengasuh pesantren, Masriyah Amva berhasil menjadi Srikandi pemimpin pesantren. Ia berhasil membuktikan bahwa pribadinya bisa memajukan pesantren. Saat suaminya wafat, sekitar ada 300 santri. Namun, saat ini jumlah santri di Pesantren Kebon Jambu mencapai 1400 orang.
Ia menjalani hidupnya sebagai tulang punggung untuk “memimpin” pesantren. Tentu hal ini bukan perkara mudah. Tetapi ia tetap istikamah dan menunjukkan kepemimpinannya. Rasa perhatian yang tinggi terhadap pendidikan membuatnya lebih bersemangat. Dalam proses ia bangkit, tidak sedikit cobaan dan ejekan yang Masriyah Amva terima. Beberapa kali mengalami diskriminasi dari sejumlah kalangan mulai dari masyarakat sampai ulama-ulama besar. “Banyak sekali laki-laki yang menafikan kerja saya,” tuturnya.
Hal ini tidak dapat terpungkiri mengingat budaya patriarki yang masih melekat di kalangan masyarakat. Termasuk sebuah kemustahilan apabila perempuan menjadi pemimpin di pondok pesantren. Namun seiring berjalan waktu, kemustahilan tersebut berhasil menjadi sebuah kenyataan logis. Dengan maksud Bu Nyai Amva telah berhasil menjadi perempuan hebat berdaya bagi pesantren secara khusus dan masyarakat luas secara umum.
Gagasan dan Prestasi
Prestasi-prestasi mulai Masriyah Amva terima. Berkat pengalaman inspiratif tersebut, ia mendapat penghargaan Albiruni Award untuk kategori dakwah melalui seni dan budaya, serta penghargaan SK Trimurti sebagai tokoh gender dan pluralis. Selain itu, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada tahun 2017 terlaksana di Pondok Pesantren yang ia pimpin.
Kegiatan besar tersebut menjadi salah satu momentum keberhasilan Masriyah Amva dalam memajukan Pesantren Kebon Jambu al-Islamy miliknya. Sebab tidak ada satu catatan di dalam sejarah bahwa ulama perempuan pernah melakukan kongres sebelumnya, baik di Indonesia maupun dunia.
Meski tidak menyebut “kongres pertama”, KUPI 2017 mendapat julukan sebagai kongres pertama ulama perempuan. Baik di Indonesia maupun dunia yang berhasil terlaksana di Pesantren Kebon Jambu, 2017 silam. Tidak heran, apabila beragam sebutan yang tersemat untuknya menggambarkan semangat, kiprah, dan perjuangan dari seorang Masriyah Amva.