Kontektualisasi Peranan Perempuan dalam Transmisi Al-Qur’an di Era Kontemporer

Pada abad ke-3 H telah banyak terpaparkan bahwa bukti-bukti empirik tentang partisipasi dan peran perempuan dalam transmisi Al-Qur’an telah menurun. Namun, pada abad ke-5, kebangkitan itu kembali. Kala itu, eksistensi perempuan  dalam transmisi Al-Qur’an cenderung dipandang sebelah mata, sehingga tidak mendapatkan apresiasi.

Berbeda dengan laki-laki sebagai juru baca Al-Qur’an, adanya peranan perempuan dalam tranmisi Al-Qur’an merupakan sebuah keistimewaan. Tentu harus terabadikan serta terapresiasi dalam sebuah sejarah dan peradaban. Peranan perempuan dalam transmisi Al-Qur’an sampai hari ini masih terus berkembang di berbagai wilayah baik di Indonesia maupun di luar. Naik turunnya partisipasi perempuan dalam perkembangan Al-Qur’an tersebabkan karena adanya faktor sosio-historis masyarakat muslim di era klasik dan pertengahan.

Hal ini berdasar pada peranan perempuan sebagai juru baca Al-Qur’an memang tidak banyak menuai perhatian. Namun dalam perkembangan sejarah, perempuan memiliki peranan penting dalam transmisi Al-Qur’an dan keislaman. Menjadi awal yakni Aisyah, istri Nabi Muhammad saw., adalah salah satu perempuan yang faqih (mendalam keilmuannya). Dengan kapasitas keilmuannya, Aisyah menjadi lokus utama bagi para pencari ilmu baik dari kalangan Sahabat maupun Tabiin.

“Adanya transmisi Al-Qur’an di era kontemporer memberikan suatu cakupan yang luas bagi kaum perempuan untuk berkontribusi, berperan, dan memberikan kemajuan sebuah peradaban melalui kajian Al-Qur’an dan keislaman.”

Seperti halnya perempuan di masa Nabi, perempuan di era kontemporer juga memiliki peran yang tak kalah penting. Dalam pengembangan transmisi Al-Qur’an, misalnya. Pengaruh dari perkembangan dunia digital menjadikan sebuah peluang besar bagi perempuan maupun laki-laki. Tak lain ntuk terus aktif dalam kajian ilmu pengembangan Al-Qur’an. Sadar bahwa sejak dulu sampai hari ini perkembangan transmisi Al-Qur’an selalu mengunggulkan peranan laki-laki alih-alih perempuan. Maka kesenjangan ini seharusnya sudah tereduksi dengan apresiasi pula terhadap peranan perempuan.

Baca Lainya  Fashion Lebaran: Identitas Budaya, Ekspresi Diri

Kapasitas dan Otoritas

Di era kontemporer ini, kapasitas dan otoritas perempuan terdukung oleh perkembangan ilmu Al-Qur’an. Banyak lembaga-lembaga Al-Qur’an seperti rumah tahfiz, pondok pesantren, sekolah madrasah bahkan sampai perguruan tinggi yang ternahkodai perempuan dalam pendampingannya. Sebagai contoh, program tahfiz telah memberikan akses luas kepada perempuan baik dalam pengajaran maupun pembelajarannya.

Era kontemporer menjadi sebuah akses perempuan dalam upaya memberi sebuah edukasi yang memuat beberapa keilmuan baik Al-Qur’an maupun keislaman. Arah gerak perempuan juga sudah merambah dalam beberapa fan ilmu Al-Qur’an seperti tafsir, seni, maupun metode. Terlihat dari beberapa qori’ah Indonesia seperti, Ustazah Maria Ulfah yang merupakan perempuan pertama yang menjuarai Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) di tingkat internasional. Kemudian mendapat susulan beberapa qori’ah lain yaitu, Ustazah Muzayyanatul Milah, Ustazah Mastiah Lestaluhu dan lainnya.

Tampil di Ruang Publik

Dalam kegiatan keagamaan seperti maulid nabi, pernikahan, khitanan, dsb, kita sudah lumrah melihat perempuan menjadi pembaca al-Qur’an (tilawatil Qur’an). Ini mengisyarahkan bahwa perempuan pun bisa tampil di ruang publik dalam misi transmisi Al-Qur’an. Bahkan seorang perempuan juga mampu menjadi penceramah atau dai dalam upaya dakwah. Sebagaimana kita ketahui, para tokoh perempuan yang seringkali mensyiarkan nilai-nilai al-Qur’an melalui ceramahnya ialah Ustazah Dedeh Rosidah, Ustazah Oki Setiana Dewi, Ustazah Halimah Alaydrus, Ustazah Mumpuni Handayayekti, dan ustazah-ustazah lainnya.

Perempuan kerap dipandang tidak lebih produktif dari laki-laki, padahal keberadaannya serta kemampuannya mampu mengisi fragmen lain dalam kontribusi mentransmisikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Jika teramati lebih jauh, perempuan saat ini jauh memiliki peran aktif dalam bidang  Al-Qur’an dan keislaman, sehingga muncul para ulama perempuan mufassrirah, mu’allimah, dan para qori’ah yang memiliki keilmuan yang cukup dan bersanad.

Baca Lainya  Siti Manggopoh: Perempuan Minang Pemimpin Perang

Adanya transmisi Al-Qur’an di era kontemporer memberikan suatu cakupan yang luas dalam perkembangan Al-Qur’an yang hari ini kaum perempuan sudah banyak berperan. Penggambaran adanya sebuah kontribusi transmisi Al-Qur’an yang terlakukan oleh kaum perempuan memberikan peranan khusus bahwa perempuan juga mampu memberikan ruang publik sebagai penjaga Al-Qur’an yang telah terintis dari zaman Rasulullah. Artinya, peranan ini menjadi sebuah apresisasi bahwa perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam mentransmisikan Al-Qur’an yaitu dalam membangun sebuah peradaban baru melalui kajian Al-Qur’an dan keislaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *