Jumlah perempuan di Indonesia terus meningkat, bahkan kuantitasnya sedikit lebih unggul dari laki-laki. Namun kuantitas jumlah tak berbanding lurus dengan kuantitas pemimpin perempuan. Tentu masih ada ganjalan budaya yang kita temui di masyarakat sehingga perempuan harus menempati posisi kedua setelah laki-laki.
Dampak dari itu, kesempatan perempuan untuk menjadi pemimpin terhalangi budaya. Di sisi lain, pembagian kerja berbasis kelamin telah melandasi maraknya stratifikasi gender. Hal itu membuat sektor domestik seolah hanya untuk perempuan, sementara laki-laki di wilayah publik.
Satu dari sekian perempuan di Indonesia berhasil menjadi pemimpin ialah Khofifah Indar Parawansa. Keberpengaruhan Khofifah menjadi pemimpin ini membuka spektrum dobrakan terhadap tradisi patriarki dalam dunia politik. Khofifah menorehkan sejarah sebagai perempuan pertama menjadi Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024.
Selain memanggul jabatan Gubernur Jawa Timur, Khofifah pun kini masih eksis menjabat sebagai Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama. Menengok ke masa lalu, di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Khofifah pernah terdapuk sebagai Ketua Korps PMII Putri (Kopri). Resistansinya dalam kepemimpinan membuat Khofifah menjadi seorang perempuan berpengaruh di jagat politik Indonesia, terlebih lika-liku politik perempuan.
Anom Whani Wicaksana dalam buku Khofifah Indar Parawansa: Perempuan Tangguh yang Inspiratif (2019) menuliskan awal-awal perjuangan Khofifah dalam menyelami dunia politik. Bermula gabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kemudian terpilih menjadi anggota legislatif di DPR RI, menjadi menteri, kalah dua kali dalam pilgub, hingga akhirnya menjadi Gubernur Jawa Timur.
Dekontrusksi Kesetaraan
Sosok Khofifah tergambar dalam sekian perjuangan perempuan. Tak henti beliau selalu berkampanye kesetaraan perempuan. “Seorang perempuan akan menjadi pendidik pertama dan utama bagi buah hati dan keluarga. Di sektor publik, perempuan pun berperan membangun sinergitas keberagaman sebuah negara.” tutur Khofifah dalam sarasehan dan Deklarasi Tokoh Perempuan Lintas Agama pada Oktober 2022 lalu.
Tak heran, pelbagai pakar menobatkan Khofifah sebagai Kartini modern. Suko Widodo, misalnya, seorang Pakar Komunikasi Universitas Airlangga ini menyebut rentetan perjuangan hidup Khofifah tidak lepas dari membela wong cilik. Kerap memperjuangkan kesetaraan gender dan melawan diskriminasi terhadap perempuan menjadi alasan mengapa Khofifah kerap tersebut sebagai Kartini modern.
Kiprah aktivisme perempuan sebagai ibu empat anak ini sudah mulai sejak mahasiswa. Khofifah yang tergabung dalam Kopri kerap melahirkan gagasan kesetaraan perempuan. Pelbagai gagasan ini menjadi dasar awal Khofifah untuk diterapkan dalam merumuskan kesetaraan di kancah nasional.
Perjuangan Khofifah secara perlahan seolah telah menebang stigma perempuan tak “pantas” memimpin. Sifat gigih, cerdas, loyal, integritas, dan sederhana menjadi pondasi kepekaan Khofifah untuk terus dan selalu memperjuangan kesetaraan perempuan. Silsilah pemimpin perempuan harus teranggap sebagai kewajaran, sama halnya dengan lelaki. Subordinasi perempuan di ruang publik selayaknya sudah terhapuskan oleh kesadaran kesetaraan.
Gagasan Lain
Secara beriringan, fokus perjuangan Khofifah tak hanya pada kesetaraan saja. Dalam berbagai kondisi, beliau harus peka dan peduli akan kondisi masyarakat. Gagasan demi gagasan terkeluarkan demi mereduksi pelbagai permasalahan. Namun, Khofifah selalu memandang sebuah persoalan dari kacamatan perempuan. Artinya, setiap persoalan bisa terselesaikan tanpa harus terpacu pada jenis kelamin.
Di antaranya, beliau selalu intens menyuarakan isu kemanusiaan. Dalam buku berjudul NU, Perempuan, Indonesia: Sudut Pandang Islam Tradisional (2019), Khofifah mengagas sebuah ide solidaritas kemanusiaan sesama rakyat Indonesia. Menepikan egoisme sebuah agama, bagi Khofifah akan mudah dalam membangun cinta, solidaritas, dan humanisme setiap warga. Seluruh pemeluk agama dan kepercayaan harus saling memahami memahami sehingga tercipta jalinan hubungan toleransi antarumat. Alhasil, konflik antarumat tidak akan terjadi.
Keputusannya masuk dalam politik membuat Khofifah mesti intens dalam menyikapi pelbagai terma persoalannya. Politik bukan hanya sebatas kekuasaan, namun perlu juga menjadi objek pembahasan di ruang publik. Pandangan sosial dan politik Khofifah bisa kita lihat dalam buku Memimpin Melayani: Pandangan Sosial-Politik (2019).
Buku ini menyajikan refleksi pemikiran seorang muslimah, aktivis politik, dan pejuang emansipasi perempuan yakni Khofifah Indar Parawansa. Isu lingkungan, global warming, human trafficking, kemiskinan, narkoba, hingga pornografi membuat Khofifah tergerak untuk menanggapi jawaban atas persoalan-persoalan tersebut.
Kiprah dan Karya
Reputasinya di dunia politik tak melulu membuat Khofifah lupa akan misi pendidikan. Gagasan keilmuan perlu untuk dituliskan. Cara ini agar gagasan Khofifah bisa terbaca dan terkembangkan oleh khalayak umum. Kepedulian Khofifah akan keilmuan ini jarang termiliki oleh rekan sesama polisi lainnya.
Misi Khofifah menerbitkan gagasan-gagasannya bukan dengan maksud kampanye. Di tahun-tahun politik biasanya memang politisi berlomba menerbitkan buku. Entah bermakna atau tidak, pamor menerbitkan buku hanya tergunakan sebagai penarik suara di masa-masa sebelum pemilu.
Berbeda dengan Khofifah, membukukan pemikirannya tak lain hanya untuk tujuan pendidikan. Supaya ada gagasan baru dan segar mengenai bahasan yang selama ini Khofifah gagas. Bukan buku biografi pencapain-pencapaian seperti politisi umumnya.
Dengan demikian, berikut beberapa buku karya Khofifah. Mengukur Paradigma Menembus Tradisi: Pemikiran Tentang Keserasian Jender (2006), Memimpin Melayani: Pandangan Sosial-Politik (2019), dan NU, Perempuan, Indonesia: Sudut Pandang Islam Tradisional (2019). Pada akhirnya, sosok Khofifah bukan hanya terkenal pemimpin saja, namun juga sebagai perempuan aktivis dan pemikir. Konsepsi ini perlu terikuti oleh generasi saat ini. Pemimpin dalam bingkai politik harus diperkuat oleh pelbagai gagasan untuk sebuah perwujudan kesetaraan perempuan. Dan Khofifah Indar Parawansa telah melakukan itu semua.