Sumber Gambar: freepik.com
Kasus antara Dokter Detektif dan Shella Saukia belakangan ramai di media sosial. Masalah bermula ketika DD mengulas produk skincare secara kritis di media sosial. DD atau akrab dengan sebutan Doktif menyatakan bahwa produk skincare milik Shella berbahaya dalam siaran langsung di TikTok.
Pernyataan ini menjadi viral dan memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat. Merasa tidak terima, Shella mendatangi Doktif di sebuah restoran di Jakarta Timur. Pertemuan tersebut direkam dan menyebar luas di media sosial, sehingga memperpanjang konflik di antara mereka.
Setelah kejadian itu, kedua belah pihak saling melapor ke polisi. Shella melaporkan Doktif atas tuduhan pencemaran nama baik. Sebaliknya, Doktif juga melaporkan Shella atas dugaan persekusi. Kasus ini secara tidak langsung membuat konsumen menjadi bingung dan kehilangan kepercayaan pada produk skincare lokal. Klaim bahwa produk tertentu berbahaya membuat banyak orang ragu memilih produk.
Sebagian besar konsumen skincare adalah perempuan. Penggunaan skincare bukan hanya untuk kecantikan tetapi juga untuk menjaga kepercayaan diri dan kesehatan kulit. Konflik seperti ini membuat perempuan berada dalam posisi rentan karena mereka sering menjadi korban dari informasi simpang siur yang tidak jelas sumbernya.
Kampanye Pemasaran
Selain itu, perempuan sering kali menjadi target utama dari kampanye pemasaran yang intensif, yang kerap membangun narasi bahwa kecantikan mereka bergantung pada produk tertentu. Hal ini menciptakan tekanan sosial yang tidak sehat, terutama ketika standar kecantikan yang terpromosikan tidak realistis.
Produk seperti serum pencerah atau sunscreen viral sering kali habis terjual karena banyak orang terjebak fear of missing out (FOMO). Namun, ketika hasilnya tidak sesuai ekspektasi, kekecewaan ini sering kali menjadi viral pula. Skincare bagi perempuan bukan hanya soal estetika, tetapi juga bagian dari identitas diri. Dalam masyarakat yang kerap menilai perempuan dari penampilan fisiknya, penggunaan skincare sering kali teranggap sebagai bentuk investasi pada diri sendiri.
Namun, ketika konflik seperti ini terjadi, perempuan menjadi dilema antara keinginan untuk merawat diri dan kekhawatiran tentang keamanan produk. Selain itu, kurangnya literasi terkait bahan-bahan skincaremembuat perempuan lebih mudah terjebak dalam pola konsumsi yang tidak kritis.
Dalam beberapa kasus, skincare yang mengandung bahan berbahaya sudah terlanjur tersebar di pasaran, dan beberapa konsumen melaporkan efek samping seperti kulit beruntusan atau iritasi. Hal ini menunjukkan perlunya sikap yang lebih bijaksana dari pengguna skincare terhadap produk yang viral.
Perempuan maupun laki-laki sebagai pengguna skincare sebaiknya tidak mudah tergiur oleh klaim promosi atau popularitas semata, tetapi perlu lebih kritis dalam memilih produk. Langkah-langkah seperti membaca ulasan dari sumber terpercaya, memeriksa label kandungan bahan, memastikan produk terdaftar resmi di BPOM dapat membantu melindungi diri dari risiko.
Edukasi Konsumen
Kasus ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya edukasi konsumen. Konsumen harus lebih paham tentang kandungan skincare dan cara membaca label produk agar dapat membuat keputusan yang bijak. Kritik terhadap produk skincare juga sebaiknya tersampaikan dengan data dan bukti yang kuat untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik. Di sisi lain, regulasi pemerintah harus memastikan bahwa semua produk skincare yang beredar di pasaran sudah teruji aman, sebagai langkah perlindungan bagi konsumen.
Perempuan sebagai pengguna utama sekaligus sasaran utama penjualan skincare perlu terdukung dengan informasi yang jelas dan terpercaya, sehingga mereka dapat memilih produk tanpa tekanan atau rasa takut. Selain itu, perempuan perlu lebih percaya diri dalam mendefinisikan kecantikan mereka sendiri tanpa harus bergantung sepenuhnya pada standar industri atau masyarakat.
Pada akhirnya, kasus ini bukan hanya tentang siapa yang benar atau salah, tetapi bagaimana kita bisa lebih berhati-hati dalam memilih produk skincare yang aman. Jangan tergiur dengan klaim produk yang berlebihan. Sebab, hasil perawatan kulit tidak ada yang instan. Semua membutuhkan proses untuk mendapatkan kulit yang sehat.