Dewasa ini, pelbagai persoalan mesti mendapat perhatian lebih; lingkungan hidup misalnya. Kita khawatir namun berlagak lumrah menanggapi kondisi lingkungan sekitar. Padahal kondisinya kian memburuk, menyebabkan bencana di mana-mana. Menjadi bukti nyata tak terbantahkan bahwa kerusakan lingkungan dari hari ke hari kian meluas.
Sudah sepantasnya lingkungan hidup terangkat sebagai isu global harus terbicarakan. Artinya, tanggung jawab menjaga lingkungan sudah menjadi kewajiban semua pihak. Pemerintah, masyarakat, pegiat, dan aktivis lingkungan bergotong royong menjaga kelestarian lingkungan. Kerja-kerja itu mesti teryakini dengan sebuah kesadaran yang masif.
Selain Malala Yousafzai, nama Greta Thunberg menjadi satu dari banyak aktivis muda yang mengurusi isu penting global. Perempuan berdarah asli Swedia ini seorang aktivis lingkungan yang kerap mengampanyekan isu-isu terkait pemanasan global dan perubahan iklim.
Perempuan bernama lengkap Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg ini menjadi buah bibir masyarakat skala internasional atas kepedulian menyampanyekan isu-isu pemanasan global dan perubahan iklim. Semasa sekolah setiap hari Jumat, ia bolos untuk menjadi tokoh penyeru dalam unjuk rasa isu perubahan iklim sambil memegang kertas bertuliskan “Skolstrejk för klimatet” artinya mogok sekolah untuk iklim.
Kampanye dan perjuangan Greta hampir terkemeluti pihak kontra. Perusahaan, pabrik, dan industri ingin tetap beroperasi. Sementara Greta berharap pemerintah menerapkan regulasi limbah karbondioksida dari perusahaan atau pabrik tersebut.
Tak jarang, aktivisme yang Greta bangun bersama kawan-kawannya kerap terhadang aparat. Baru-baru ini, Greta ditahan polisi Jerman karena berdemo di area tambang batu bara. Perlakuan ini membuat Greta mengatakan bahwa melindungi iklim bukanlah kejahatan.
Dalam buku Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang (2020), Luis Sepùlveda mengisahkan bahwa persoalan ekologis adalah masalah lintas generasi. Kalangan muda akan berada di garis terdepan perjuangan isu ini. Bukti ini Greta lakukan bersama kaum muda lainnya. Satu pesan penting yang kerap tersuarakan dalam perjuangan aktivis muda seperti Greta adalah, “Jangan merusak masa depan kami.”
Kajian Lingkungan
Apa yang Greta tempuh terkuatkan oleh gagasan Andris Noya dan kawan-kawan yang terkompilasi dalam buku Ekofeminisme: Dalam Tafsir Agama, Pendidikan, Ekonomi, dan Budaya (2013). Gagasan itu Andris tulis dalam jurnal berjudul “Urgensi Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah dalam Mengatasi Krisis Ekologis: Kajian Ekofeminisme”.
Andris menegaskan bahwa capaian-capaian pendidikan lingkungan tak hanya sebatas teori semata tertuang dalam kertas. Ia ingin siswa-siswa perlahan mengenal langsung kondisi lingkungannya. Misalnya dengan selain tahu potensi lingkungan, para siswa juga mesti terberi bekal pengetahuan mengenai isu-isu kerusakan lingkungan yang ada.
Cara ini dapat memancing kesadaran kritis siswa supaya lebih peka terhadap kondisi lingkungan sekitar. Greta berhasil menjadi pionir penggerak gerakan peduli alam atas pembentangan masalah perubahan iklim di negaranya. Para siswa mesti peka dan membuka mata lebar-lebar terhadap kondisi lingkungan sekitar.
Demi membentangkan ide dan aktivisme Greta, kiranya pendidikan lingkungan hidup (PLH) perlu ada dalam kurikulum sekolah. Pemerintah harus siap menghadapi gempuran pemanasan global. Untuk mereduksi perubahan iklim dan kerusakan alam perlu ada pelestarian masif dari masyarakat. Upaya perlindungan lingkungan pun harus termantapkan agar terhindar dari eksploitasi.
Pemaham ini bisa masuk dalam sebuah term pendidikan. PLH bertujuan untuk mengubah perilaku (behavior) dan gaya hidup konsumtif, satu di antaranya dengan menyeburkan diri pada alam. Pun segala anasir yang bakal berpengaruh negatif terhadap alam mesti teregulasi. Limbah industri, pencemaran udara, penggundulan hutan, perusakan lingkungan, dsb harus berhenti demi menyelamatkan alam.
Karya Greta
Sejauh ini, Thunberg telah menggarap beberapa buku mengenai seputar iklim. Seperti The Climate Book (2022), No One Is Too Small to Make a Difference (2019), Das Klima-Buch (2022), Scenes from the Heart (2022, bersama Malena Ernman), dan masih banyak lagi sebetulnya. Ini membuktikan bahwa Greta tak sedang main-main dalam memperjuangan isu lingkungan; perubahan iklim.
Keseriusan Greta dalam mengawal isu lingkungan tak hanya terfokus pada poros advokasi semata. Pelbagai buku di atas lahir memberi arti ajakan Greta untuk anak muda di mana pun agar peduli lingkungan.
Lingkungan sekitar, tempat di mana kita berpijak, tempat di mana kita berteduh, apapun alasan dan kondisinya mesti terjaga. Lewat karya-karya Greta kita diingatkan satu hal mengenai pembacaannya atas kondisi-kondisi iklim yang semakin mengkhawatirkan.
Pertemuan Penting
Pada Selasa, 25 Februari 2020, Greta bertemu dengan Malala Yousafzai, aktivis pendidikan dan hak-hak perempuan dari Pakistan, di Universitas Oxford. Pertemuan terjadi sebab Greta ikut berpartisipasi mengikuti aksi mogok sekolah di Bristol, Inggris. Sementara keberadaan Malala di negeri memiliki julukan The Three Lions ini tengah mengeyam pendidikan di Universitas Oxford.
Greta dan Malala sepintas memang memiliki kesamaan dalam memperjuangkan isu global. Keduanya menjadi sorotan dunia atas kerja-kerja perjuangan pada bidang masing-masing Greta berfokus pada isu lingkungan, sementara Malala di bidang pendidikan.
Pada akhirnya, dunia membutuhkan anak-anak muda kritis seperti Greta. Greta bisa diibaratkan sebagai “rem darurat” dari krisis ekologi. Sudah saatnya anak muda sebagai aktor utama berhak menentukan masa depan mereka. Greta di usia muda memiliki kesadaran akan menjaga lingkungan untuk kehidupan di masa depan yang lebih baik.
Menjaga lingkungan merupakan bentuk empati kita atas alam semesta. Krisis ekologi bukan semata lenyapnya keragaman hayati, namun sudah menjadi krisis multidimensi. Apa yang Greta dan teman-teman pegiat lingkungan lainnya lakukan menjadi jawaban atas harapan-harapan mesti terus dilanjutkan. Apakah kita akan terus menutup mata dan telinga atas kerusakan-kerusakan lingkungan yang ada?