Perempuan muslimah memegang peranan penting sebagai panutan dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Keteladanan tersebut taka hanya terlihat dari sisi ibadah semata, tetapi juga akhlak mulia, peran sosial positif, serta kontribusinya bagi umat. Dalam perjalanan hidup seorang perempuan muslim, kehadiran sosok teladan sangat terbutuhkan.
Di tengah deras arus modernisasi dan ragam pengaruh budaya luar, perempuan yang tetap memegang ajaran Islam akan membantu menjaga jati diri keislaman. Teladan baik dari seorang muslimah dapat memotivasi perempuan lain untuk tetap berada di jalan benar. Baik dalam hal berpakaian, bertutur kata, bersikap, maupun dalam menjalankan tanggung jawab di rumah dan masyarakat.
Membentuk Karakter
Lebih dari itu, perempuan sebagai ibu memiliki peran sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya. Dengan begitu, akhlaknya akan sangat berpengaruh dalam membentuk karakter dan iman generasi mendatang. Dalam sejarah Islam, banyak tokoh perempuan seperti Khadijah, Aisyah, dan Fatimah yang menjadi contoh luar biasa. Mereka membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi sosok cerdas, kuat, penuh kasih sayang, dan taat kepada Allah. Oleh karena itu, setiap perempuan muslim perlu terus berupaya menjadi contoh demi kebaikan pribadi, keluarga, dan seluruh umat.
Sayyidah Fatimah, putri tercinta Rasulullah saw., bukan hanya terhormati karena garis keturunannya, tetapi juga karena keutamaan pribadi dan akhlak luhurnya. Beliau masyhur sebagai perempuan paling mulia dan menjadi teladan utama, terutama bagi kaum perempuan muslim. Rasulullah saw. sendiri memberi beliau gelar sebagai pemimpin para perempuan surga, yang menunjukkan betapa tingginya kedudukan beliau di sisi Allah. Sebagai ibu dari Hasan dan Husain, serta nenek moyang keturunan Rasulullah (ahlul bait), Sayyidah Fatimah memiliki posisi penting. Beliau kerap mendapat sebutan “ibu seluruh ahlul bait“, tidak hanya secara fisik tetapi juga secara spiritual dan moral.
Keteguhan, kesalehan, dan pengorbanan beliau dalam mendampingi perjuangan ayah dan suaminya menjadikannya simbol keagungan perempuan muslim. Oleh karena itu, umat Islam memandang Sayyidah Fatimah bukan hanya sebagai bagian dari keluarga Nabi, tetapi juga sebagai ibu rohani yang patut mendapat penghormatan.
Keteguhan dan Kesabaran
Sayidah Fatimah Az-Zahra adalah putri Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah, yag lahir di kota Makkah sekitar tahun 605 M, beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad SAW menerima wahyu kenabiannya. Ia berasal dari keturunan yang luhur, yang tersambung hingga Nabi Ibrahim AS melalui Nabi Ismail AS. Sejak kecil, Fatimah dibesarkan dalam suasana penuh ujian, terutama dengan adanya penentangan terhadap dakwah Islam yang dibawa ayahnya. Meskipun hidup dalam kondisi sederhana dan menghadapi banyak tantangan, Fatimah selalu menunjukkan keteguhan dan kesabaran luar biasa.
Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, sepupu Nabi Muhammad, yang kelak menjadi khalifah keempat. Dari pernikahan ini, Fatimah melahirkan Hasan dan Husain, dua pemimpin besar dalam sejarah Islam. Selain menjadi seorang ibu yang penuh kasih sayang, Fatimah juga dikenal sebagai seorang istri yang setia dan pendidik yang bijak, selalu mendampingi suaminya dalam perjuangan. Fatimah dikenal karena akhlaknya yang luhur, ilmunya yang mendalam, dan peran besar yang ia mainkan dalam mendukung dakwah Islam.
Fatimah meninggal dunia pada usia sekitar 29 tahun, beberapa bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Kehilangan Fatimah membawa kesedihan bagi keluarga dan umat Islam. Namun, teladan hidupnya sebagai seorang wanita yang teguh dalam iman dan pengabdian tetap dikenang oleh umat Islam hingga kini.
Fatimah dalam Kanon Hadis
Fatimah az-Zahra terkenal dalam banyak hadis sebagai sosok istri setia, penuh kasih sayang, dan memiliki komitmen kuat mendampingi suaminya, Ali bin Abi Thalib. Ia tak hanya berperan sebagai pendamping hidup, tetapi juga sebagai penopang moral dan spiritual. Selalu setia di sisi suami dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, termasuk kemiskinan dan konflik di masa awal dakwah Islam. Rasulullah saw. bahkan memuliakan putrinya dengan sabda: “Allah meridhai orang yang membuat Fatimah ridha dan murka terhadap orang yang membuatnya murka.” (HR. al-Hakim), yang menunjukkan betapa besar kedudukan dan peran Fatimah, termasuk dalam kehidupan rumah tangganya.
Menjadi ibu Hasan dan Husain, cucu nabi yang kelak menjadi tokoh besar sejarah Islam, Fatimah membentuk karakter dan spiritualitas mereka. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah menyebut Hasan dan Husain sebagai “pemimpin pemuda-pemuda surga” yang mencerminkan kualitas pendidikan dan keteladanan yang oleh Fatimah sebagai ibu berikan. Ia tidak hanya memberikan kasih sayang dan perhatian, tetapi juga mendidik mereka dengan nilai-nilai luhur Islam. Misalnya keberanian, kejujuran, dan pengabdian kepada kebenaran.
Hadis yang menunjukkan keutamaan bahwa Fatimah itu perempuan pemimpin di surga, Rasulullah saw. bersabda, “Fatimah adalah pemimpin perempuan di surga” (HR. Bukhari, no. 3320; Muslim, no. 2436; Tirmidzi, no. 3692). Hadis ini menegaskan posisi Fatimah sebagai perempuan paling mulia di surga, yang menjadi pemimpin bagi semua perempuan di sana.
Teladan Umat
Keutamaan ini mencerminkan kesucian hati, ketakwaan, dan kedekatannya dengan Allah Swt., yang menjadikannya sebagai contoh teladan bagi umat Islam. Fatimah hidup dengan penuh kesederhanaan, namun senantiasa menjaga kedekatan dengan Allah melalui amal ibadah, keimanan, dan pengorbanan dalam keluarga. Gelar sebagai pemimpin perempuan di surga menunjukkan bahwa kemuliaan sejati berasal dari ketulusan hati, pengabdian, dan ketaatan kepada Allah, bukan dari kekayaan atau kedudukan duniawi.
Hadis-hadis di atas menggambarkan betapa mulianya Sayyidah Fatimah az-Zahra, yang tidak hanya dihormati karena hubungan darahnya dengan Rasulullah SAW, tetapi juga karena keutamaan moral dan spiritual yang beliau tunjukkan sepanjang hidupnya.
Meneladani Fatimah az-Zahra melalui hadis memberikan motivasi yang kuat bagi perempuan masa kini untuk menjadi pribadi yang tangguh. Sifat-sifat seperti kesabaran, keteguhan hati, dan peran penting dalam kehidupan keluarga sangat tercermin dalam diri putri Rasulullah ini. Fatimah mampu menunjukkan ketabahan luar biasa dalam menghadapi berbagai ujian hidup, mulai dari kesulitan ekonomi hingga tekanan sosial, namun ia tetap kuat dan tidak pernah mengeluh. Keteguhan Fatimah terlihat dari kemampuannya menjaga prinsip hidup, mempertahankan kehormatan diri, dan memperjuangkan hak-haknya tanpa meninggalkan akhlak yang mulia.
Bahkan setelah wafatnya ayah tercinta, ia tetap mampu bersikap tenang dan terhormat, menunjukkan integritas dan kekuatan moral yang menginspirasi. Dalam lingkup keluarga, Fatimah menjadi contoh perempuan ideal sebagai istri yang mendukung perjuangan suami dan sebagai ibu yang berhasil membesarkan anak-anak yang kelak menjadi tokoh penting dalam sejarah Islam, seperti Hasan, Husain, dan Zainab. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan perempuan tidak hanya terletak pada peran publik, tetapi juga dalam dedikasi dan tanggung jawab terhadap keluarga.
Relevansi bagi Perempuan Masa Kini
Nilai-nilai yang Fatimah wariskan, misalnya kesabaran, keteguhan hati, dan dedikasi, tetap relevan dengan realitas yang perempuan masa kini hadapi. Di zaman modern, perempuan acap memikul peran beragam secara bersamaan; menjadi profesional di dunia kerja, pengelola rumah tangga, sekaligus pendidik anak-anak. Mereka juga terhadapkan pada tekanan sosial dari lingkungan dan media yang kerap memunculkan standar hidup tinggi dan kadang tidak realistis. Dalam konteks ini, keteladanan Fatimah memberikan arahan dan kekuatan. Ia membuktikan bahwa perempuan dapat tampil kuat dan aktif tanpa kehilangan kelembutan dan nilai-nilai spiritualnya.
Fatimah az-Zahra menjadi simbol keseimbangan mengajarkan bahwa perempuan bisa menjalankan peran di ruang publik sambil tetap memelihara tanggung jawab dalam keluarga. Pun, mampu teguh dalam prinsip keislaman meskipun berada di tengah perubahan zaman. Dengan mencontoh ketabahan dan komitmen Fatimah, perempuan masa kini dapat menjalani hidup lebih tenang, bijaksana, dan penuh makna. Mereka mampu menyeimbangkan kehidupan pribadi dan profesional tanpa mengorbankan nilai-nilai utama yang teryakini. Sosok Fatimah menjadi inspirasi bahwa kekuatan perempuan bukan semata terukur dari pencapaian luar. Namun, juga dari ketulusan, keteguhan, dan kemampuannya memberi dampak positif bagi keluarga dan masyarakat.[]