Stigma masyarakat soal daya juang menjadikan wanita sebagai konco wingking yang bertugas mengurusi rumah dan guru laki-laki. Yakni memiliki arti guru bagi istrinya agar tidak berbuat sesuatu yang melanggar ajaran agama ataupun adat masih melekat dalam tradisi masyarakat.
Padahal tidak hanya suami yang berperan sebagai guru, tetapi istri juga dapat berperan sebagai guru suami jika berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan adat. Hal tersebut yang menjadikan kegundahan bagi perempuan, terutama dalam kehidupan sosial masyarakat.
Seperti pendapat Sutrisno bahwa di satu sisi tuntutan perempuan untuk berperan dalam semua sektor, tetapi di sisi lain muncul pula tuntutan lain agar wanita tidak melupakan kodrat mereka sebagai wanita.
Kondisi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia pada saat ini bisa sebagai manusia yang hidup dalam dilematis. Status yang dimiliki oleh perempuan merupakan serangkaian tanggung jawab, kewajiban, serta hak-haknya yang telah ditentukan dalam suatu kelompok atau masyarakatnya.
Dengan demikian, perjuangan perempuan adalah wujud usaha untuk memperoleh akses terhadap dunia luar, baik akses dari segi sumber daya, ekonomi, politik, sosial, hukum, pendidikan, pembangunan maupun budaya yang menjadi latar belakang tumbuhnya perempuan.
Lebih dari itu, perjuangan perempuan kerap kali termaknai sebagai upaya dalam memperjuangkan diri, hak, kewajiban, dan kebebasannya dalam mewujudkan impian.
Rasa Percaya
Perempuan yang berjuang jelas telah memiliki daya juang dalam dirinya yang akan mudah mengatur diri dan meningkatkan rasa kepercayaan dalam dirinya. Berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.
Perempuan yang memiliki daya juang apabila mengalami situasi sulit, akan dapat membentuk kemampuan untukmengatasi sebuah masalah. Dapat menentukan bagaimana dirinya bersikap untuk dapat memilih menghindar dan tidak menyelesaikan atau menghadapi dan mengatasi rintangannya.
Pilihan untuk menghadapidan mengatasi rintangan merupakan wujud seseorang yang memiliki daya juang. Seperti (Stoltz, 2005) menyatakan bahwa daya juang sebagai suatu kemampuan individu dalam bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya. Daya juang juga terbentuk dari adanya motivasi.
Orang-orang yang memiliki motivasi mempunyai kemampuan daya juang yang tinggi. Dengan adanya motivasi, seseorang mempunyai alasan untuk bertahan dan berjuang.
Sebagaimana J.K Rowling menulis bahwa kita tidak membutuhkan sihir untuk mengubah dunia kita. Kita telah membawa semua kekuatan yang kita butuhkan di dalam diri kita sendiri.
Adalah representasi sebagai wujud menyadarkan diri sendiri bahwa kekuatan terhebat ada dalam diri seseorang untuk menjadikan diri kuat dalam menghadapi lingkungan maupun dunianya.
Porsi Keterlibatan
Daya juang perlu pada diri seseorang, dalam hal ini perempuan agar dapat terlihat melalui keterlibatan perempuan itu sendiri dalam ikatan kesatuan pada kelompok-kelompok sosial ia ikuti dalam kehidupan masyarakat.
Di antaranya adalah dalam kehidupan berumah tangga, sosial, budaya, pembangunan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya dalam kelompok-kelompok sosial tersebut dapat memperlihatkan bagaimana peran dan status perempuan. Mengupayakan dalam dirinya agar terintegrasi dengan unsur sosial yang bersifat lebih kekal dan stabil.
Melalui sifat juang, perempuan dapat berdaya dalam berproses sekaligus untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan tidak terlepas dari pemberdayaan yang ada di masyarakat.
Pemberdayaan dalam masyarakat sendiri bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri, mampu menggali, dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada di daerahnya. Pun membantu masyarakat untuk terbebas dari keterbelakangan atau kemiskinan.
Dengan demikian kerjasama laki-laki maupun perempuan yang berperan dalam sosial kemasyarakatan sudah semestinya dipandang sejajar, bukan lagi menjadi hal yang aneh bahkan tabu apabila perempuan ikut serta berperan dalam bidang sosial masyarakat.