Berkebaya di Hari Kartini

Berkebaya di Hari Kartini seolah telah menjadi kewajiban bagi perempuan dengan tujuan memperingati jasa-jasa emansipasi Kartini. Tidak sedikit perempuan yang menyiapkan kebaya terbaik untuk memperingati hari kesetaraan perempuan tersebut. Tidak jarang pula yang rela membeli kebaya baru setiap tanggal 21 April.

Momen peringatan Hari Kartini agaknya menjadi ajang pertunjukkan busana kebaya bagi perempuan. Mereka berlomba-lomba berpenampilan cantik dan menarik dengan balutan kebaya untuk mengenang jasa-jasa Kartini yang telah memperjuangkan hak-hak perempuan.

Identik Berkebaya

Peringatan Hari Kartini memang telanjur identik dengan berkebaya. Bukan tanpa alasan, kebaya memiliki makna yang mendalam dalam sejarah emansipasi perempuan Indonesia, terutama berkaitan dengan sosok Raden Ajeng Kartini.

Kartini sering kali mewakili gambaran mengenakan kebaya semasa hidupnya. Sebab itulah, kebaya menjadi symbol semangat dan perjuangan Kartini.

Kebaya bukan sekadar pakaian, tetapi melambangkan kesederhanaan, keanggunan, kelembutan, keteguhan, serta ketangguhan perempuan Indonesia. Kebaya melambangkan banyak nilai yang penghargaan dalam budaya Indonesia, terutama dalam hal femininitas dan keanggunan perempuan.

Kesederhanaan kebaya mencerminkan nilai-nilai tradisional yang terjunjung tinggi dalam masyarakat Indonesia. Sederhana bukanlah kekurangan tetapi justru merupakan keindahan tersendiri.

Kelembutan dan keteguhan termaknai melalui kebaya juga merujuk anggapan sifat-sifat ideal bahwa perempuan hendaknya berdaya dan kuat namun tetap lembut dalam tindakan dan kata-kata.

Berkebaya di Hari Kartini tidak hanya menghormati perjuangan Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, tetapi juga mewujudkan simbol-simbol dan nilai-nilai yang tercermin dalam busana tradisional tersebut.

Warisan Budaya

Hal ini menunjukkan bahwa berkebaya juga dapat memelihara dan menghargai warisan budaya Indonesia serta memperkuat identitas budaya bangsa.

Akan tetapi, pemaknaan simbolitas kebaya saat peringatan Hari Kartini sering kali terlupakan. Peringatan Hari Kartini seolah menjadi ajang kompetisi kebaya siapa yang paling bagus. Esensi simbol kebaya hanya tergambar dari tampilan luar, namun melupakan indentitas emansipasi perempuan yang telah Kartini perjuangkan.

Baca Lainya  Asmaraloka: Tradisi Perjodohan di Pesantren

Berpenampilan menarik dengan kebaya di Hari Kartini atau hari lainnya memang perlu. Hal itu dapat dimaknai sebagai penghargaan atas diri sendiri dengan berpenampilan rapi.

Namun, perempuan juga perlu mengembangkan identitas intelektualitasnya. Bahwa perempuan harus sehat secara reproduksi, pintar secara intelektual, dan mandiri secara finansial (Buya Husein Muhammad).

Peringatan Hari Kartini bukan sekadar ajang berkebaya, namun juga sebagai bentuk pengembangan dan pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan kapasitas dirinya. Bahwa perempuan harus berdaya dan mampu bekerja sama dengan laki-laki. Bahwa perempuan memiliki kesempatan dan hak yang sama dengan laki-laki.

Berpenampilan cantik dan menarik di Hari Kartini tidaklah masalah, yang menjadi persoalan adalah apabila perempuan enggan meningkatkan kapasitas dirinya. Perempuan harus cerdas di segala hal. Kecerdasan perempuan bukan untuk mengungguli laki-laki, tetapi untuk berkolaborasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *