Batari Hyang Janapati: Nenek Moyang Pemimpin Perempuan Tasikmalaya

Batari Hyang Janapati

Saat itu, 21 Agustus tahun 1111 M, seorang wanita cerdas dan alim asal Tasikmalaya (sekarang) terlantik menjadi penerus tahta suaminya. Sang suami meninggalkan tahta demi memperdalam ilmu agama. Pelantikanya tidak terliput media massa, pun terunggah dalam status Instagram.

Mungkin memang karena prosesinya begitu khidmat, tanpa photografer profesional yang mondar-mandir. Sehingga tidak sempat terabadikan di unggahan media. Meskipun tidak menjadi jaminan juga jika terabadikan belum tentu anak muda tertarik mengenalnya lebih dalam.

Adanya Prasasti Geger Hanjuang yang ada di Desa Linggawangi, Leuwisari, Tasikmalaya menjadi bukti otentik bahwa perempuan Jawa Barat adalah kaum yang di dalam diri mereka mengalir darah pemimpin sejak dahulu. Bahkan bukan sekedar pemimpin wanita biasa, nama ā€œBetariā€ menunjukan predikat bahwa dia adalah perempuan intelektual terdidik dan tinggi pula.

Amanat Naskah

Di sisi lain adanya naskah Amanat Galunggung selain daripada sebuah karya sastra dan ajaran kehidupan, di dalamnya terceritakan tentang seorang perempuan luar biasa. Yakni seorang ratu di wilayah Galunggung cerdas dan perkasa. Ia menjadi panglima perang tangguh, spesialis pengatur strategi pertahanan dengan pembuatan parit/benteng Rumantak.

Intisari Amanat Galunggung berisi tentang ajaran hidup dalam bentuk nasihat yang oleh Rakeyan Darmasiksa tuturkan kepada putranya, Sang Lumahing Taman, beserta cucu, cicit, dan keturunannya, juga bagi masyarakat luas.

Naskah Galunggung dan Prasasti Geger Hanjuang pun memiliki korelasi dengan Hari Jadi Tasikmalaya yang ada pada tanggal 21 Agustus 1111 Masehi, sebagai tanda upacara pentasbihan (penobatan) Batari Hyang Janapati sebagai penguasa yang bertahta di Galunggung.

Kesucian Gelar

Gelar Kebatarian atau Perguruan Tinggi yang Betari Hyang miliki berkenaan dengan kedudukannya sebagai Betari atau pimpinan spiritual waktu itu bergelar ā€Sang Sadu Jatiā€. Tak heran jika sampai beberapa generasi setelah mangkatnya Betari Hyang masih banyak raja-raja dan masyarakat Galunggung menjadi pengikut ajarannya.

Baca Lainya  Menyingkap Hadis Mayoritas Perempuan Penghuni Neraka

Karena jika terlihat memang para pengamal ajaran Betari Hyang menganggapnya adalah cerminan pribadi yang telah lepas dari keduniawian dan penuh dengan kesucian sejati. Hal itu tercermin dari masyarakat mereka menyebutnya ā€œSang Sadu Jatiā€.

Perihal Batari Hyang Janapati sebagai guru agama bisa terbaca dalam naskah Amanat Galunggung (Atja, dkk. 1989) yang mengungkapkan bahwa di Kabuyutan Galunggung, tertemukan “patilasan” semacam “mandala” berupa padepokan/perguruan.

Padepokan itu menjadi sebuah karesidenan yang banyak terdatangi para santri. Setiap murid wajib “bertirakat” di padepokan untuk memperoleh kekuatan lahir maupun batin. Selain itu, pernah berkembang dan menjadi sarana peribadatan Mandala Kawikwan, sebagai sarana spiritual untuk melakukan hubungan dengan arwah suci.

Diplomasi Khas Batari Hyang

Selama memegang kekuasaan di Galunggung, Batari sempat merasa cemas akan kemungkinan mendapatkan serangan dari Kerajaan Sunda yang Prabu Langlangbumi pimpin. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, Batari membentuk angkatan perang, membangun parit pertahanan.

Kemudian, pusat kerajaan Galunggung menjadi ibukota kerajaan Galuh. Selesai membangun ibukota yang baru, Batari membuat prasasti, yang kemudian terkenal dengan sebutan Prasasti Geger Hanjuang.

Prasasti ini tertemukan di lereng Gunung Galunggung, tepatnya di bukit Geger Hanjuang atau Kabuyutan Linggawangi. Rumatak yang dimaksud oleh Prasasti Geger Hanjuang adalah ibukota yang baru untuk Kerajaan Galuh. Penduduk di tempat ditemukannya prasasti tersebut masih mengenalnya sebagai Rumatak.

Pertempuran

Dengan dibangunya parit Rumatak maka menumbuhkan kegusaran Sang Maha Raja Langlangbumi. Prabu Langlangbumi menyadari adanya potensi terjadinya pertempuran antarkerajaan yang pada dasarnya masih saudara. Mengingat Betari adalah adik dari istrinya yaitu Dewi Puspawati.

Maka Prabu Langlangbumi mencoba melakukan pendekatan kepada ayah Batari yaitu Batara Guru Hyang Purnawijaya dan memintanya menjadi mediator dalam perundingan dengan Batari.

Baca Lainya  Maria Walanda Maramis:Ā Pendobrak Adat, Pejuang Kemajuan PerempuanĀ Minahasa

Hasil perundingan antarpemimpin tersebut, akhirnya membuahkan kesepakatan Jawa Barat kembali dibagi dua wilayah kekuasaan: 1) sebelah barat sebagai Kerajaan Sunda, di bawah kekuasaan Prabu Langlangbumi bersama permaisuri, dan 2) sebelah timur sebagai Kerajaan Galuh, di bawah kekuasaan Batari Hyang Janapati, dengan ibu kotanya di Galunggung.

Tahun 1111 M memberi arti bahwa kebanyakan orang beranggapan bahwa nenek moyang kita masih primitif dan tidak berperadaban. Namun, pemikiran dan kedudukannya sudah sepadan dengan pemimpin lelaki.

Hal ini menandakan bahwa seorang Batari Hyang Janapati mampu menyejajarkan diri dengan laki-laki. Sebagai seorang ratu, ia memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum laki-laki. Melakukan negosiasi dan diplomasi politik, membangun perlindungan bagi masyarakat dengan pasukan angkatan darat, dan bersiasat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *