Bagaimana Islam Memandang Childfree

Kata childfree belum lama ini banyak disinggung oleh masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya pernyataan dari salah satu selebgram perempuan asal Indonesia, Gita Savitri Dewi.

Gita mengatakan bahwa anak bukanlah anugerah, melainkan beban baginya. Pernyataannya itu menuai banyak sekali sorotan dari warganet di Instragram, TikTok, maupun Twitter.

Pada Rabu (08/02/2023) lalu, Gita mengatakan, “Iya, buat gue beban. Buat lo kan bukan, anugerah. Buat gue beban makanya gue gak mau.” Gita bersama Paul Andre Partohap, suaminya, secara terang-terangan mengatakan melalui siaran langsung Instagram bahwa keduanya sepakat mengambil keputusan untuk tidak memiliki anak.

Dari pernyataan tersebut, lantas Gita mendapat berbagai macam komentar hingga menjadi tranding topik di berbagai media. Bahkan, tidak sedikit mengandung kontroversi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia, karena masyarakat Indonesia sendiri masih meyakini bahwa “banyak anak, banyak rezeki”.

Penggunaan istilah childfree ini mulai muncul di akhir abad 20. St. Augustine sebagai pengikut kepercayaan Maniisme memberi pernyataan, percaya bahwa membuat anak adalah suatu sikap tidak bermoral, dan dengan demikian (sesuai sistem kepercayaannya) menjebak jiwa-jiwa dalam tubuh yang tidak kekal.

Dari ungkapan tersebut, keputusan pasangan suami istri memilih keputusan untuk tidak memiliki anak di masa sekarang merupakan keputusan yang luar biasa. Keduanya harus saling sepakat, saling mengerti, dan memahami.

Tak lupa turut serta menghargai tujuan akhir dari sebuah keputusan dan pilihan sebuah pernikahan. Sehingga tidak ada pihak yang terpaksa dan dirugikan. Namun, bagaimana Islam memandang fenomena childfree ini?

Menikah dan Fitrah

Jika melihat perspektif Islam terkait masalah tersebut, menikah dan mempunyai anak atau keturunan merupakan fitrah manusia. Halnya Nabi Adam as. yang menikah dengan Siti Hawa lalu memiliki anak cucu hingga sekarang.

Baca Lainya  Perjuangan Perempuan: Belajar dan Bekerja

Lalu Rasulullah saw. bersabda: Anas bin Malik ra. berkata, Rasulullah saw. memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “nikahilah wanita yang penyayang dan subur karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapkan para nabi pada hari Kiamat.” (HR. Ibnu Hibban).

Dari hadis tersebut, dapat kita pahami bahwa Nabi Muhammad saw. merasa bangga jika memiliki banyak umat. Dan, memiliki anak atau keturunan merupakan sebuah kabar yang membawa kebahagiaan sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Maryam ayat 7:

يٰزَكَرِيَّآ اِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلٰمِ ِۨاسْمُهٗ يَحْيٰىۙ لَمْ نَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا

“Hai Zakaria, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya.”

Adapun Abu Hurairah ra. menjelaskan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang saleh.” (HR. Muslim)

Jika seseorang atau pasangan memutuskan memilih childfree lalu bagaimana mereka mendapatkan keutamaaan tersebut? Dari Al-Qur’an ataupun hadis di atas, dapat kita simpulkan pasangan yang memilih childfree merupakan keputusan yang kurang tepat. Namun, jika suatu pasangan memilih menunda keturunan dengan alasan tertentu yang dapat mengakibatkan suatu hal yang tidak diinginkan maka diperbolehkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *