Pernikahan dini sering terjadi di kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Fenomena demikian tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat umum tapi juga melibatkan tokoh agama memiliki pengaruh besar di masyarakat. Oktober lalu, media sosial terhebohkan oleh perkawinan pendakwah muda, Nashron Azizan (putra kyai pesantren terkenal di Lombok) dengan pemengaruh berusia 17 tahun, Kamila As-Syifa.
Sebagai seorang figur publik yang paham agama, mereka seharusnya tahu dampak dari perkawinan dini. Lalu bagaimana perkembangan dan masa depan masing-masingnya. Karena itu, penting untuk memahami lebih lanjut mengenai perkawinan dini dari perspektif agama, sosial, dan psikologi agar masyarakat dapat mengambil keputusan yang tepat dan berpikir rasional.
Pernikahan Zizan dan Kamila terjadi pada 4 Oktober 2024. Awalnya pernikahan ni bersifat privat tapi ada pihak menyebarkan video pernikahan mereka di medsos, termasuk Tik Tok. Keluarga akhirnya memutuskan untuk mempublikasikan pernikahan mereka. Reaksi masyarakat terhadap pernikahan ini beragam; ada yang mendukung, sisanya menentang.
Memunculkan Kontroversi
Zizan dengan percaya diri mewartakan pernikahannya ke pubil lewat unggah kolase dua foto di akun Instagram miliknya. Foto pertama memperlihatkan tangannya tengah menggenggam tangan Kamila bercincin di jari manisnya. Foto kedua menampilkan pasangan mengenakan gaun pengantin putih sambil menunduk seraya berdoa. Postingan tersebut terdapat emoji cincin dan pepatah Arab tertulis dalam bahasa Indonesia, “Aku seperti bulan dan kamu seperti matahari. Tanpamu aku tidak bisa bersinar selamanya.”
Menyusul unggahan Zizan, Kamila mengunggah 10 foto kolase keesokan harinya (Sabtu, 5 Oktober 2024) di akun miliknya @kamala_asy_syifa. Semua foto menunjukkan momen pernikahan mereka. Unggahan tersebut juga menyertakan teks Arab dan terjemahan Inggris. “Bersamamu, setiap detak jantung menjadi surat cinta abadi.”
Pada unggahan Zizan, sebagian besar pengikutnya mengutarakan restu dan doa atas pernikahannya. Namun, berbeda dengan komentar warganet di akun Kamila yang terbilang ke arah negatif. Mereka berpendapat bahwa Kamila semestinya belum waktunya menikah karena pertimbangan usia. Warganet pun mengimbau masyarakat untuk tak meniru dan menormalisasi pernikahan dini yang jelas terlarang secara hukum positif.
Pengguna akun @carolinsftriii menulis, “Saudara-saudara, tolong jangan tiru saya. Jangan lakukan untuk ‘agama’ dan jangan lakukan untuk menormalisasi pernikahan muda.” “Kamu masih mudah, itu dilarang oleh undang-undang. Tolong konsentrasi dulu ke sekolah, ini yang namanya pernikahan dini, kamu belum sah, dan perasaanmu masih belum stabil. Sekalipun Anda sudah berkeluarga, memulai sebuah keluarga tidaklah muda. Masih banyak orang dewasa yang bercerai karena mengutamakan egonya,” tulisa pengguna akun @kujikjin (Fallahanda, 2024).
Pendapat Dokter
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila laki-laki dan perempuan sudah mencapai umur 19 tahun. Selain bertentangan dengan hukum di Indonesia, pernikahan dini juga memiliki keburukan dari sisi medis. Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr Fedrik Monte Kristo, SpOG. mengatakan, banyak risiko yang bisa terjadi akibat pernikahan dini.
Secara umum, pernikahan dini dapat berpengaruh pada kondisi psikologis dan emosional kedua mempelai. Sedangkan dari sisi medis, pernikahan dini memiliki risiko besar pada masalah kesehatan seksual. Menurut dokter Fedrik mengutip dari detik.com (10/10/2024), wanita yang menikah muda di bawah 19 tahun akan meningkatkan hubungan seksual yang terlalu dini atau terlalu cepat yang meningkatkan risiko beberapa penyakit seksual, seperti kanker serviks, herpes, dan penyakit seksual lainnya.
Dokter Fedrik juga memaparkan tentang risiko pendarahan yang dipicu oleh pernikahan dini, terutama pada perempuan yang hamil di usia muda. Perdarahan tersebut dapat terjadi saat kehamilan atau pascamelahirkan. Pada umumnya, pendarahan terjadi karena efek anemia, yaitu saat jumlah sel darah merah dalam tubuh berada di bawah batas normal.
Kondisi anemia rentan dialami ibu hamil yang dipicu oleh perubahan fisiologis kehamilan. Dalam ilmu obstetri dan ginekologi, dr Fedrik menyebut usia yang tepat untuk kehamilan adalah di atas 20 tahun. Mereka yang hamil di bawah usia itu, belum dikatakan ideal. “Wanita hamil di usia yang ideal saja punya potensi terjadi anemia. Di usia yang lebih muda, potensinya sangat tinggi bisa mencapai 60 persen,Hal itu terjadi karena usianya masih terlalu muda dan belum siap untuk hamil, sehingga menyebabkan kondisi anemia,” ucapnya( Annisa A, 2024).