Srikandi Putri Proklamator (3); Megawati Soekarnoputri: Magnet Politik Bung Karno dan Lokomotif Reformasi

Dalam tulisan terakhir edisi Srikandi Putri Proklamator ini, saya menarik atmosfer Bung Karno pada putri sulungnya, Megawati Soekarnoputri. Sebagai pamungkas, Megawati digadang kuat mewarisi darah politik ayahnya.

Perempuan bernama lengkap Prof. Dr. Hj. Diah Permata Megawati Soekarnoputri ini lahir pada 23 Januari 1947. Pijakan kuat dan pecaya diri membuat dirinya mencetak sejarah menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia.

Lawatan Politik

Ketika menginjak usia 19 tahun, jabatan presiden ayahnya berpindah ke tangan Presiden Soeharto. Ia gigih meneruskan titah Sang Ayah untuk terjun di dunia politik. Sampai pada tahun 1986, Mega bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Bergabungnya Megawati berhasil mendongkrak citra PDI dalam domain politik Indonesia. Hingga pada tahun 1993, Megawati terdapuk menjad Ketua Umum PDI. Ia mengalahkan ketum sebelumnya, Soerjadi, di Kongres Surabaya.

Setelah melanglang menjadi anggota DPR, MPR, Megawati akhirnya terpilih menjadi Wakil Presiden di masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Akibat kecamuk politik di internal Poros Tengah, pada 23 Juli 2001, MPR mencopot Gus Dur sebagai presiden dan kemudian mengangkat Megawati sebagai Preside Ke-5 RI.

Lokomotif Reformasi

Pada era Orde Baru, Megawati menjadi salah satu paku gerakan perubahan. Kontribusinya sebagai oposisi membawa angin segar akan wajah demokrasi Indonesia. Ia mengawal Reformasi untuk kedaulatan bangsa.

Gerakannya selalu menjadi bogem atas kebijakan-kebijakan rezim Orba yang menindas rakyat. Ia dekat dengan wong cilik. Bersama beberapa tokoh nasional lainnya, Mega menjadi lokomotif gerakan Reformasi Indonesia menuju arah kedaulatan.

Kiprahnya menjulur panjang di jagat politik Indonesia. Hingga hari ini, Megawati masih menjadi satu-satunya presiden pertama Indonesia. Sosok tangguh dan berpengaruh di bumi Nusantara.

Baca Lainya  Rasimah Ismail: Penentang Kolonialis dari Minangkabau

Terlepas dari pelbagai kontroversi, Megawati layaknya politisi pada umumnya; dipandang dua perspektif. Baik di mata pendukungnya, dan buruk di mata lawannya. Namun, perspektif hanyalah pengantar. Ia bisa melebur lewat proposal-proposal kemesraan bernama “koalisi”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *