Srikandi Putri Proklamator (1); Rachmawati Soekarnoputri: Pendidik Kritis Sang Singa Podium

Lembar sejarah Indonesia dulu dan kini masih menjadi sebuah perbincangan dalam diskusi, ruangan kelas, dan obrolan. Lakon sejarah bangsa Indonesia kerap terdominasi oleh tokoh-tokoh laki-laki. Namun, Soekarno—selanjutnya Bung Karno—sebagai Proklamator bangsa ini menyisakan kisah mengenai penerus lewat ketiga putrinya.

Adalah Megawati, Rachmawati, dan Sukmawati merupakan ketiga anak perempuan Bung Karno atas pernikahannya dengan Fatmawati. Ketiga srikandi ini mewarisi jiwa aktvisme, kobaran perjuangan, dan kekohohan pemikiran ayahnya. Semangat juang yang Bung Karno gelorakan seakan mengalir deras kepada ketiga putrinya itu.

Sosok Rachmawati, sebagai anak tengah merupakan tokoh nasional yang vokal dalam pusaran demokrasi. Bahkan ketika kakaknya, Megawati, menjadi Presiden Ke-5 Republik Indonesia, ia paling banter dalam melayangkan kritiknya. Lontaran kritik itu melengkapi nuansa demokrasi di awal Reformasi. Rachmawati menepikan segala keterhubungan keluarga, baginya politik adalah politik dan keluarga adalah keluarga.

Perjalanan politiknya mulai ketika Rachmawati bergabung dengan Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM). Jaringan dalam organisasi ini membuat embrio keaktifannya dalam politik semakin matang. Sebelum melenggang ke politik di GPM, ia fokus dalam dunia pendidikan di Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS).

Pamornya memang tidak sebagus kakaknya, Megawati, namun wacana pemikiran politiknya bisa kita lacak di beberapa media massa nasional saat itu. Selain itu, Rachmawati seolah menerima gen kekuatan pidato dari ayahnya. Tak heran jika ia mendapat julukan sebagai Singa Podium.

Oratur Ulung

Kekaguman orang-orang muncul tatkala mendengar caranya orasi dalam berpidato. Di majalah Kartini 1-15 April 2004, tercatat bahwa Rachmawati pertama kali memperlihatkan bakat oratornya pada awal 1971, ketika berusia 21 tahun. Pidatonya yang memikat itu ia sampaikan ketika kampanye Partai Nasional Indonesia (PNI).

Baca Lainya  Personal Branding ala Susi Pudjiastuti

Dari pidato itulah, Rachmawati mendapat lirikan dari pelbagai kalangan di era Orde Baru untuk dijadikan sebagai pemimpin kalangan muda. Partai Pelopor ia pilih sebagai wadah dan alat untuk mengembalikan ajaran ayahnya berupa pemikiran dengan mengusung slogan, “Revolusi Belum Selesai”.

Jalan tempuh Rachmawati tak lain sebuah manifestasi perjuangan titah terusan ayahnya. Kehidupan politik yang cepat berubah membuat Rachmawati sigap dalam mengarunginya. Lembaran kisah ayahnya menjadi tapak besar bagi pendirian dan pacak kakinya di dunia politik.

Rachmawati bersama ketiga saudaranya, Megawati, Sukmawati, dan Guruh memilih terjun di jalur politik seperti ayahnya. Sementara Guntur, kakak sulungnya, memilih jalan hidup sendiri di luar dunia politik. Namun perjuangannya yang patut ditiru dari perempuan bernama lengkap Dr. (HC) Hj. Diah Pramana Rachmawati Soekarno Putri ini ialah keseriusannya dalam menggerakkan pendidikan dan kejujuran berdemokrasi. Semoga mendiang menjadi panutan perempuan-perempuan Indonesia lainnya sebagai sosok yang inspiratif dan penuh perjuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *