“…Aku bukan ratu. Akulah menjangan yang terluka dan ingin berlari sejauh-jauhnya”
Alina Suhita
Kalimat tersebut seolah menyelami relung benang merah novel Hati Suhita. Novel yang berhasil mengemban Best Seller di tahun 2019 dan akan rilis di bioskop pada tahun 2023 ini adalah novel ketiga Khilma Anis.
Sebelumnya novel pertama karya Khilma Anis adalah Jadilah Purnamaku Ning yang terbit di tahun 2006 dan Wigati pada tahun 2018. Secara garis besar, novel Hati Suhita menyelami kisah perjodohan di pesantren.
Kisah itu melibatkan Alina Suhita sebagai tokoh utama yang merupakan seorang Ning dari pesantren terkenal dengan Gus Birru, suaminya, yang juga seorang Gus anak dari kiai besar di Jawa Timur.
Nilai Budaya
Di balik cerita yang dikemas dengan bahasa sederhana, di dalamnya terdapat nilai budaya yang menarik untuk disajikan. Selain memiliki kekhasan yang kental dengan kejawen, novel tersebut juga memuat pengetahuan mengenai dunia pewayangan beserta watak yang melekat pada tokohnya.
Dalam cerita tersebut, pernikahan Alina mengantarkannya pada pergulatan batin yang luar biasa. Pernikahan selama tujuh bulan lamanya berlangsung dingin. Suaminya, Gus Birru tidak sedikitpun menyentuh bahwa memberi nafkah batin kepada dirinya.
Luka Batin Alina
Selama itulah luka batin yang Alina rasakan menyelami banyak konflik, menjadi orang asing bahkan di depan suaminya sendiri. Ujian fisik dan psikis pun datang. Bahkan secara sadar Gus Birru menyatakan bahwa ia tidak mencintainya..
Hal ini dilandasi oleh perasaan cinta yang masih melekat kepada mantan kekasihnya, Ratna Rengganis. Ketidakhangatan yang Gus Birru berikan kepada Alina berdasar masa lalu Gus Birru yang belum selesai.
Alih-alih mencintai, Gus Birru terpaksa menikahi Alina karena permintaan umi, dan meninggalkan kekasihnya, Rengganis dengan berat hati. Namun dalam hal ini, ajaran Jawa yang melekat di dalam benak Alina membantunya tetap kuat dalam menghadapi suaminya di situasi apapun.
Ratna Rengganis
Sampai pada pengenalan tokoh Rengganis, pembaca seakan geram, membenci bahkan memojokannya. Bahkan Rengganis teribaratkan sebagai pelakor yang merebut dan menjadikan ketidakharmonisan dalam rumah tangga orang.
Ialah Ratna Rengganis, mantan kekasih Gus Birru yang visualisasinya sebagai perempuan berparas cantik, manis, cerdas, putih, tinggi semampai dan pandai membawa diri merupakan seorang aktivis dan jurnalis.
Segala upaya telah Rengganis lakukan untuk dapat masuk ke dalam dunia Gus Birru, mulai dari belajar jurnalis sampai pada memfokuskan untuk memberikan pelatihan-pelatihan jurnalistik dari pesantren satu ke pesantren yang lain. Tujuannya agar Umik dan Abah Gus Birru dapat menerimanya.
Memasuki dunia pesantren dengan ikut serta memajukan dan berkontribusi dalam dunia tersebut. Namun bagaimanapun, trah pesantren tetap akan memilih untuk memberikan dan mempercayakan dinasti kerajaannya kepada orang yang sekufu dengannya, salah satunya melalui jalur pernikahan dengan menjodohkan putra mahkota dengan putri mahkota yang sederajat.
Begitulah perasaan Rengganis, sekuat apapun cinta Gus Birru dan Rengganis tidak cukup mampu melangkah ke jalan pernikahan karena latar belakang yang berbeda. Dalam cerita tersebut kesabaran Alina dan keikhlasan Rengganislah yang menjadikan Gus Birru sadar bahwa ia telah memiliki istri.
Luluh Gus Birru
Luluhnya Gus Birru tidak lain juga berkat doa umi dan hasil tirakat Alina. Seperti wirid, tapa, ngaji, deres quran, dan tidak berlaku gegabah. Alaman ajaran adalah ajaran laku wanita Jawa. Meskipun novel tersebut berlatar belakang pesantren, namun ajaran Jawa yang mengalir di dalamnya begitu kental dan sarat akan makna.
Khilma Anis menyajikan sudut pandang dalam masing-masing cerita dengan begitu menarik. Menggunakan sudut pandang orang pertama dan bersifat protagonis, sehingga seolah mengajak pembaca berperan sebagai Alina, Gus Birru, dan Ratna Rengganis untuk merasakan masing-masing konflik batin dan perasaan yang teralami ketiga tokoh tersebut.
Ketiganya terluka, dengan versi yang berbeda-beda. Novel Hati Suhita menyajikan beragam budaya Jawa serta tradisi-tradisi pesantren yang melekat di dalamnya. Hal ini yang menjadi sebuah keunggulan dalam novel tersebut.
Selain itu laku sebagai orang Jawa, khususnya perempuan mendapat makna bukan hanya sekadar konco wingking, tetapi memiliki kekuatan yang dilakukan melalui laku tapa (Bertapa).
Keunggulan lain adalah banyaknya ungkapan, dan nasihat-nasihat Jawa yang sarat akan makna dan nilai karakter penerapan sebagai pola pembentukan sikap sebagai orang Jawa.
Adapun kekurangan yang muncul dalam novel tersebut di antaranya adalah penggunaan bahasa dan istilah Jawa yang mendomininasi dalam cerita tersebut. Dengan demikian sedikit banyak menyulitkan pembaca yang tidak memahami konteks dalam bahasa Jawa.
Penulis : Khilma Anis Penerbit : Telaga Aksara Cetakan : I, 2019 Tebal : 405 halaman