Potret kekuatan dan kemandirian perempuan tergambar pada tokoh Malikah Nahrasiyah atau terkenal dengan Ratu Nahrasiyah. Menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah Aceh sebagai seorang sultanah memerintah Kesultanan Aceh Darussalam pada abad ke-17. Lahir dalam keluarga kerajaan yang merupakan putri Tunggal dari Sultan Zainal Abidin bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shahih.
Sejak kecil, Nahrasiyah mendapat pendidikan ilmu agama dan pemerintahan. Persiapan yang ayahnya lakukan untuk memastikan ia dapat meneruskan kepemimpinan dengan baik. Ia menjadi pemimpin perempuan pertama di Aceh sepeninggal ayahnya. Oleh karena itu, Sultanah Nahrasiyah naik tahta sebagai raja perempuan (sultanah) pertama dan satu-satunya dalam sejarah yang berhasil membawa Kerajaan Samudera Pasai ke puncak kejayaannya.
Sultanah terkenal dengan model kepemimpinan yang paling makmur dan stabil dalam sejarah Aceh. Di bawah kepemimpinannya, Aceh mengalami perkembangan pesat dalam bidang perdagangan dan diplomasi. Aceh menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting di kawasan Asia Tenggara.
Peran Diplomatik
Malikah Nahrasiyah juga aktif dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara lain. Ia masyhur sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana. Pemerintahannya dihormati oleh rakyat Aceh dan juga oleh penguasa-penguasa dari luar negeri. Warisannya terus teringat sebagai periode kejayaan dan kemakmuran.
Ia juga terkenal sebagai simbol kekuatan dan kemandirian Perempuan dalam sejarah kerajaan Islam di Aceh dan Asia Tenggara. Kepemimpinannya menunjukkan bahwa perempuan dapat memimpin dengan efektif dan sukses. Mampu menjadi inspirasi bagi banyak perempuan di Aceh dan wilayah lain, serta membuktikan bahwa kepemimpinan tidak terbatas pada gender. Dengan demikian, kehadirannya sebagai salah satu tokoh wanita yang penting dalam sejarah Indonesia, mampu memberikan inspirasi tentang kepemimpinan kuat dan visioner perempuan.
Kecintaan masyarakat terhadapnya terbuktikan dengan megahnya makam sultanah, ia dimakamkan di Kompleks II (Kuta Karang) di wilayah Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara (18 km di timur Kota Lhokseumawe).
Makam Sultanah terletak tidak jauh dari makam ayahnya di area Kompleks I makam Raja-Raja Samudera Pasai. Makam Sultanah Nahrasiyah merupakan salah satu makam terindah di Asia Tenggara. Terbuat dari batu pualam yang berasal dari Gujarat, India. Makam tersebut memiliki jirat yang tinggi dan bersatu dengan bagian nisan. Keseluruhan makam mendapat hiasan ukiran-ukiran kaligrafi berbahasa Arab yang berisi nama dan silsilah Sultanah Nahrasiyah.
Menariknya, di makam tersebut terdapat ukiran-ukiran bahasa Arab yang bertuliskan,
Inilah kubur yang bercahaya, yang suci, Ratu yang terhormat, almarhumah yang diampunkan dosanya, Nahrasiyah, putrid Sultan Zainal Abidin, putra Sultan Ahmad, putra Sultan Muhammad, putra Sultan Malukussaleh. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya, meninggal dunia dengan rahmat Allah pada hari Senin 17 Zulhijjah 832. Pada sisi lain dinding makam juga terukir kaligrafi ayat Al-qur’an surat Yasin, surat Al-Baqarah ayat 285 dan ayat 298, surat Ali-Imran ayat 18 dan ayat 19. atu Nahrisyah Samodra Pasai menjadi kerajaan yang mampu mengendalikan ekonomi di Kawasan Asia Tenggara (Unusia.ac.id)
Gagasan Nahrasiyah
Salah satu gagasannya adalah menunjukkan pentingnya peran perempuan dalam pemerintahan dan masyarakat. Menjadikan perempuuan berdaya dengan mendorong pemberdayaan perempuan melalui pendidikan dan partisipasi aktif dalam kehidupan sosial serta ekonomi. Gagasan-gagasan Malikah Nahrasiyah menunjukkan pandangan yang jauh ke depan dan komitmen terhadap kemakmuran serta keadilan bagi seluruh rakyat Aceh. Ia memerintah dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang bahkan selama masa memerintah, harkat dan martabat perempuan begitu mulia.
Konsep yang berhubungan dengan sejarah dan perkembangan peradaban Islam, terutama dalam konteks kepemimpinan perempuan. Bahwa anggapan pada zaman dahulu perempuan tidak dapat memimpin terbuktikan dengan kiprah yang oleh Sultanah Nahrasiyah lakukan sebagai pemimpin yang bijaksana dan kuat. Serta memainkan peran penting dalam mempertahankan dan memperluas kekuasaan Kesultanan Aceh pada waktu itu. Di bawah kepemimpinannya, Aceh mencapai masa kejayaan dan menjadi salah satu pusat perdagangan dan kebudayaan yang penting di Asia Tenggara.
Gagasan Malikah Nahrasiyah sering tergunakan untuk menyoroti peran perempuan dalam sejarah Islam dan bertentangan dengan beberapa stereotip yang menganggap peran perempuan dalam Islam terbatas. Banyak perempuan terlibat aktif dalam penyebaran Islam, beberapa di antaranya menjadi penyiar agama.
Kepemimpinan seorang Malikah Nahrasiyah di Kesultanan Aceh Darussalam mencerminkan ketangguhan, kecerdasan, dan visi yang jauh ke depan. Kepemimpinannya yang visioner dan bijaksana membuatnya terkenang sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah Aceh.