Sumber Gambar: arahnusa.id
Perempuan muslim di era modern menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan peran domestik dan profesional. Islam telah memberikan hak-hak perempuan dengan jelas, termasuk kebebasan berkarya dan berkontribusi di masyarakat, selama tetap dalam batasan syariat. Namun, dalam praktiknya, mereka sering kali terhadapkan pada ekspektasi sosial yang berat, baik di lingkungan keluarga maupun dunia kerja.
Di satu sisi, perempuan muslim mendapat harapan menjadi ibu dan istri yang mengurus rumah tangga dengan sempurna. Di sisi lain, dunia modern mendorong mereka untuk terlibat dalam sektor pendidikan, ekonomi, dan kepemimpinan. Ketidakseimbangan dalam menjalankan kedua peran ini kerap menimbulkan dilema. Bagaimana Islam melihat hal ini, dan bagaimana juga perempuan muslim bisa menemukan keseimbangan yang tepat?
Sejak zaman Rasulullah ļ·ŗ, Islam telah mengangkat derajat perempuan. Mereka mendapat hak atas pendidikan, kepemilikan harta, dan kebebasan untuk berkontribusi dalam masyarakat. Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah, adalah seorang pengusaha sukses yang menjadi pendukung utama dakwah Islam. Aisyah binti Abu Bakar adalah ahli hadis yang memiliki peran besar dalam penyebaran ilmu Islam.
Dalil tentang pentingnya perempuan menuntut ilmu sangat jelas dalam hadis Rasulullah: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.” (HR. Ibnu Majah). Hadis ini menegaskan bahwa perempuan memiliki kewajiban yang sama dalam mencari ilmu, yang menjadi bekal untuk berperan aktif dalam keluarga dan masyarakat. Dengan pendidikan, mereka bisa menjadi ibu yang mendidik generasi penerus dan profesional yang berkontribusi bagi umat.
Saat ini, semakin banyak perempuan muslim yang berkarier di berbagai bidang, dari pendidikan, kesehatan, teknologi, hingga bisnis. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia mencapai 53,41%, menunjukkan bahwa lebih dari separuh perempuan telah terjun ke dunia kerja. Namun, perempuan masih menghadapi berbagai tantangan, seperti beban kerja ganda yang membuat mereka harus bekerja di luar rumah sekaligus mengurus keluarga.
Selain itu, diskriminasi di tempat kerja masih terjadi, di mana beberapa perusahaan membatasi peran perempuan dalam posisi kepemimpinan. Masyarakat juga sering memiliki standar ganda, di mana perempuan yang berkarier teranggap kurang fokus pada keluarga. Sementara perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga tercap kurang produktif.
Hak atas Usaha
Dalam Islam, bekerja itu boleh selama tetap menjaga adab dan nilai-nilai syariat. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qurāan: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah Allah lebihkan kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan.” (QS. An-Nisa: 32). Ayat ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak atas usaha mereka masing-masing. Oleh karena itu, perempuan muslim yang bekerja tidak perlu merasa bersalah, selama tetap menjaga keseimbangan dengan peran di rumah.
Selain beban peran ganda, perempuan muslim juga harus menghadapi tantangan sosial seperti standar kecantikan yang tidak realistis. Media sosial dan industri kecantikan sering kali menampilkan gambaran perempuan ideal berdasarkan aspek fisik semata. Padahal, Islam mengajarkan bahwa kecantikan sejati terletak pada akhlak dan ketakwaan. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13). Kesadaran ini penting agar perempuan Muslim tidak terjebak dalam standar kecantikan yang dapat mengurangi rasa percaya diri dan membebani mental mereka.
Agar perempuan muslim dapat menjalankan perannya dengan lebih baik, dukungan keluarga dan masyarakat amat terbutuhkan. Suami yang memahami pentingnya kerja sama dalam rumah tangga akan membantu istri dalam menjalankan peran secara lebih seimbang. Selain itu, kebijakan yang berpihak pada perempuan, seperti fleksibilitas kerja, cuti melahirkan yang memadai, serta lingkungan kerja yang ramah keluarga, juga perlu. Tanpa dukungan sistemik ini, perempuan Muslim akan terus menghadapi kesulitan dalam menyeimbangkan peran mereka.
Perempuan muslim memiliki peran besar dalam membangun peradaban. Mereka bukan hanya ibu yang mendidik generasi penerus, tetapi juga individu yang bisa berkontribusi dalam masyarakat. Islam memberikan kebebasan bagi perempuan untuk bekerja, selama tetap menjaga adab dan keseimbangan dengan peran domestik.
Tantangan sosial, standar kecantikan, dan ekspektasi masyarakat tidak boleh menjadi penghalang bagi perempuan muslim untuk berkembang. Yang terbutuhkan adalah kesadaran untuk menjalankan peran sesuai dengan ajaran Islam, serta dukungan dari keluarga dan lingkungan agar perempuan muslim bisa berdaya tanpa meninggalkan nilai-nilai keislaman. Dengan keseimbangan yang baik, perempuan muslim bisa menjadi agen perubahan di dunia modern, tanpa kehilangan identitas dan keberkahan dalam hidupnya.[]