Zaman sekarang, marak isu mengenai marriage is scary. Banyak perempuan memutuskan untuk tidak menikah karena takut dengan kehidupan rumah tangga. Mereka takut mendapat laki-laki tukang selingkuh, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tidak menafkahi, terlebih lagi laki-laki patriarki.
Banyak perempuan rela untuk tidak atau menunda menikah demi mendapatkan laki-laki mumpuni. Isu tersebut sebenarnya wajar saja, terlebih masih marak kasus-kasus beredar mengenai kehidupan rumah tangga. Mereka tidak ingin terburu-buru hingga salah memilih pasangan yang akan hidup dengan mereka hingga hari tua.
Salah satu yang paling perempuan hindari di masa kini adalah laki-laki patriarki, karena bak pemicu masalah-masalah lain dalam rumah tangga. Patriarki adalah salah satu permasalahan yang awet meskipun zaman sudah berubah. Berawal dari pola asuh turun temurun dari generasi lampau hingga sekarang.
Masih banyak orang tua yang membedakan pola asuh antara anak perempuan dan laki-laki, yang padahal seharusnya mereka setara. Anak perempuan mendapat didikan menjadi pembantu di rumahnya sendiri, sedang anak laki-laki menjadi seorang raja bahkan untuk istrinya sendiri. Hal itulah yang kemudian menurunkan generasi patriarki lagi yang sekarang oleh para perempuan kini hindari.
Kemajuan Pikiran
Perempuan zaman sekarang itu pikirannya sudah lebih maju. Mereka dapat berpikir bagaimana sulitnya menjalani kehidupan rumah tangga bersama laki-laki yang mau mendapat pelayanan–mentang-mentang mereka yang bekerja dan menghasilkan uang. Banyak perempuan diremehkan dan direndahkan hanya karna mereka tidak bisa menghasilkan/mencari uang. Mereka seperti menjadi pembantu di rumahnya sendiri padahal mereka adalah seorang istri dan juga ibu.
Para perempuan itu mulai berpikir bagaimana caranya agar mereka tidak direndahkan lagi. Mereka harus bekerja, sukses, dan mempunyai karier bagus. Mereka akan mulai membangun hal-hal itu dengan bersekolah tinggi-tinggi dan berkarier. Hingga mereka memutuskan menunda pernikahan demi mempertahankan karier mereka.
Dalam kehidupan rumah tangga, seorang suami yang bekerja dan merasa mampu memenuhi kebutuhan hidupnya serta istri dan anak-anaknya, akan menyuruh sang istri untuk tak perlu bekerja. Istri diminta mengurus rumah dan menjaga anak-anak, sedangkan dia pergi bekerja. Namun di lain sisi, suami pasti akan protes jika ada yang tidak diinginkan terjadi; entah rumah berantakan, anak-anak rewel, atau masakan keasinan. Suami akan mengeluhkan hal itu dan berkata kalau istrinya “tidak becus”, padahal dia saja tidak membantu sama sekali.
Lalu bagaimana dengan istri yang bekerja tapi masih harus mengurus rumah? Jelas, itu lebih capek lagi! Mereka bekerja tapi masih harus mengurus rumah dan anak-anak. Ketika istri selesai bekerja dan belum sempat membereskan rumah hingga suami pulang, suami pasti akan protes. Kata-kata yang keluar dari mulut suami pasti tidak akan jauh dari menyuruh istri berhenti bekerja dan lebih baik mengurus rumah saja.
Jadi, bagaimana seharusnya seorang istri menjalankan kehidupan rumah tangganya? Tidak bekerja salah, bekerja juga salah. Katanya hidup bersama, kok menjalankannya tidak sama-sama? Kenapa yang melakukan apa-apa hanya istri?
Peran dan Figuran Suami
Perempuan jika sudah memegan uang tak akan memikirkan lelaki lagi. Mereka akan lebih fokus ke kehidupan, keluarga, dan karier mereka. Laki-laki itu hanyalah figuran, yang menurutnya tidak begitu penting. Kalau didatangkan yang cocok, ya bersyukur, kalau tidak juga, ya, mungkin belum jodohnya.
Ketika seorang istri memiliki penghasilan sendiri, dia tidak akan takut jika suatu saat suami tak mau menafkahinya. Dia bisa hidup dengan uangnya sendiri. Itulah mengapa, perempuan tak ingin punya laki-laki yang hanya memberikan uangnya saja, karna dia sudah punya uangnya sendiri.
Yang perempuan butuhkan adalah laki-laki yang benar-benar memerankan dirinya sebagai seorang laki-laki yang bertanggung jawab. Berani mengajak hidup bersama, itu artinya siap menjalankan peran yang sesungguhnya. Tak hanya bekerja dan mencari uang, membantu istri mengurus rumah dan anak juga peran yang sesungguhnya.
Coba bayangkan rasanya hidup dengan pasangan yang tidak berperan sama sekali. Tidak berperan selayaknya pasangan, kepala keluarga, atau bahkan seorang ayah. Jika istri bisa melakukan apapun sendiri seperti membereskan rumah, mengurus anak, mencari uang, lalu untuk apa suami itu? Apa gunanya mereka, sedangkan para perempuan bisa melakukan semuanya sendiri?
Padahal, laki-laki itu memiliki peran begitu besar. Mereka itu penting, tapi sepertinya yang mereka pikir penting itu hanyalah bisa menghasilkan uang banyak. Apakah mereka tidak melihat banyaknya isu mengenai fatherless sampai-sampai tak berperan sebagaimana seorang ayah kepada anaknya? Apakah mereka tidak menyadari betapa pentingnya mereka sebagai kepala keluarga? Lalu bagaimana dengan pasangan mereka? Apakah para laki-laki itu tidak menyayangi pasangannya sampai-sampai membiarkan mereka melakukan apa-apa sendiri? Jika memang tidak sayang, mengapa dinikahi?[]


Semangat neyzaa…
Lanjutkan kreativitasmu