āUntuk apa sekolah tinggi-tinggi, kalau pada akhirnya tetap memasak di dapur?ā. Begitulah kira-kira ucapan yang barang kali sudah muncul sejak era RA. Kartini (1879-1904). Bahkan (mungkin) oleh sebagian masyarakat terpertahankan hingga kini. Barang kali, jika Kartini masih hidup ia merasa sedih karena perjuangan progresif dan idenya tentang pendidikan perempuan belum bisa menjangkau berbagai aspek lapisan masyarakat.
Sebenarnya masih banyak lagi ucapan bias-bias gender yang acap kali terlontar di lingkungan sosial. Bahkan dari sanak keluarga terdekat pada setiap perempuan yang hendak dan sedang gencar mencari ilmu pengetahuan. Domestifikasi perempuan sebagaiĀ the second sex, meminjam istilah tokoh feminis modern dan ahli filsafat dari Prancis Simone de Beauvoir (1908-1986), yang hanya tersekat pada tiga ranah urusan ādapur, sumur, dan kasurā.
Dengan kata lain, peran domestik perempuan āseakan-akanā asumsi sebatas di rumah. Pun menjadi penanggung jawab urusan rumah tangga, mengurus anak, memasak dan mencuci.Ā Ā Karenanya, jika ada perempuan terlibat dalam ruang-ruang publik halnya laki-laki; politik, ekonomi, dan sosial-budaya mendapat anggapan tidak lumrah, bahkan tidak pantas.
Pondasi Pendidikan
Sebenarnya, terakui atau tidak, pada hakikatnya setiap individu punya hak dasar atas pendidikan, tanpa harus memandang gender tertentu. Namun, dalam realitas sosial hingga kini, mereka selalu menjadi korban pertama yang banyak mendapat kerugian. Saat ini, perjuangan mereka mengakses pendidikan harus termaknai sebagai simbol harapan dan perubahan serta kemajuan.
Untuk saat ini misalnya, banyak tantangan yang oleh kaum hawa rasakan di banyak bagian belahan dunia ketiga. Mulai dari isu-isu kekerasan berbasis gender, keterbatasan sarana pendidikan ramah, hingga tradisi yang menganggap pendidikan perempuan tidak seprioritas pendidikan laki-laki.Ā
Dalam hal ini, butuh komitmen dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan pemberdayaan pendidikan kaum hawa ke depan. Misalnya, memperioritaskan berbagai program beasiswa dan kebijakan afirmatif yang benar-benar terancang. Tujuannya untuk meningkatkan angka partisipasi kaum perempuan di bidangĀ iptek, teknik, politik dan lain sebagainya.Ā
Di mana hal semacam ini akan lebih menunjukkan bagaimana sektor pendidikan bisa menjadi alat untuk memerangi ketimpangan gender. Oleh karena itu, penting juga mengatasi stereotipe gender yang kerap kali membatasi pilihan karir perempuan. Serta endorong untuk memilih jalur yang tidak terbatas.
Lanskap Pemberdayaan
Tentu, pendidikan bukanlah satu-satunya jalan menuju pemberdayaan bagi kaum perempuan. Namun sebagai hak individual setiap perempuan harus kesempatan sama halnya laki-laki mendapatkan pendidikan. Maka besar kemungkinan potensialisasinya, akan menjadi kekuatan yang tak ternilai bagi perubahan sosial, ekonomi, politik dan bahkan budaya.
Realitas lain juga terhadapi perempuan, beban rumah tangga yang sering kali perempuan tanggung. Pun bisa menjadi penghalang dalam menyelesaikan pendidikan adalah tantangan lain yang sering kali dihadapi perempuan. Oleh karena itu, penting kiranya pemangku membuat kebijakan responsif dan fleksibilitas waktu. Serta akses yang lebih baik terhadap pendidikan kaum perempuan.
Dalam konteks ini, salah satu tujuan utamanya kesetaraan pendidikan antara kaum perempuan dan laki-laki adalah mencapai kesetaraan gender. Juga memberdayakan kaum dan anak perempuan. Dengan demikian, pemberdayaan perempuan melalui pendidikan merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan adil.Ā
Tentu, pendidikan memang bukanlah solusi utama untuk kesetaraan gender. Namun, pendidikan bisa dikatakan sebagai langkah awal yang sangat penting, terutama bagi perempuan. Sebab, besar kemungkinan perempuan yang terdidik memiliki potensi untuk mengubah cara pandang sosial, budaya, ekonomi dan politik yang sudah ada.Ā
Dengan pendidikan, perempuan bisa bersuara lebih dalam mengambil keputusan memengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Ditambah bisa memberikan sudut pandang lain untuk memecahkan masalah sosial yang hadapinya.
Oleh sebab itu, penting kiranya di era teknologi digital ini sadar dan menyadari pendidikan kaum perempuan bukan hanya sekadar masalah hak individual semata. Akan tetapi juga bagian integral dari agenda global untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Admisi Kesempatan
Pesatnya perkembangan dan peran teknologi digital saat ini, pada satu sisi sebenarnya sudah membuka banyak peluang bagi perempuan untuk mengakses pendidikan, terutama di daerah-daerah yang terisolasi, di mana akses pendidikan formal sangat terbatas. Platform pembelajaran online, aplikasi pendidikan, dan forum diskusi berbasis internet dapat memberi perempuan kesempatan untuk belajar dan berkembang tanpa batasan fisik yang sama.
Pada sisi yang lain tantangan baru juga muncul. Salah satunya adalah kesenjangan teknologi digital yang masih kentara antara perempuan dan laki-laki, terutama di negara-negara berkembang seperti dibagian luar negeri kita ini. Akses terhadap perangkat teknologi dan internet yang terbatas bagi perempuan sering kali menjadi penghalang besar. Untuk itu, penting kiranya untuk menciptakan program yang tidak hanya menyediakan akses fisik ke teknologi, tetapi juga melatih perempuan untuk memanfaatkannya secara optimal.
Namun di sisi lain, penting juga untuk menekankan bahwa pendidikan perempuan di era teknologi digital ini tidak hanya harus fokus pada peningkatan kemampuan akademis, dan tidak hanya tentang menciptakan individu yang cerdas secara akademis. Lebih dari itu yang juga harus memperhatikan terkait pengembangan keterampilan hidup, dan menciptakan perempuan yang kuat, percaya diri, dan siap menghadapi tantangan global.
Dan juga, menciptakan sistem pendidikan holistik mencakup pelatihan keterampilan sosial, kepemimpinan, dan kewirausahaan akan memberdayakan perempuan untuk menjadi individu yang lebih mandiri, yang dapat memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat dan perekonomian. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif, inovatif, dan berkelanjutan bagi perempuan.
Pada akhirnya, untuk menciptakan dunia yang lebih baik, kita harus meyakini bahwa pendidikan perempuan adalah fondasi utama dari segala perubahan. Dunia yang lebih damai, makmur, dan adil dapat tercapai jika perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk belajar, tumbuh, dan berkontribusi. Dunia yang dihuni oleh perempuan yang terdidik akan menjadi dunia yang lebih baik untuk semua.