Nyanyian Sunyi: Asmara dan Realita

Sumber Gambar: marjinkiri.id

Kehidupan khas pedesaan tertampilkan secara apik oleh Mahfud Ikhwan. Berlatar perkampungan bernama Rumbuk Randu, desa yang ‘konon’ memiliki banyak kisah kelam dari pasangan ganjil Mat Dawuk dan Inayatun. Menjadi sentral pengisahan yang oleh Warto Kemplung ceritakan. 

Selain menyoroti pasangan ganjil yang aneh itu, gambaran pedesaan di novel-novel umunya kerap kali terabadikan dengan nuansa tenteram, tenang, sejahtera, dan jauh dari persoalan dunia luar. Justru dengan berani, Mahfud Ikhwan memperlihatkan ragam konflik mulai dari sederhana hingga kompleks. Novel Dawuk (2025) mengajak pembaca memasuki ruang-ruang persoalan; sosial, budaya, politik, bahkan sejarah masyarakat yang relate dengan kehidupan sekarang. 

Diskriminasi di Ruang Sosial 

Ruang dimensi sosial yang terbentuk dalam masyarakat pedesaan, misalnya, menampakkan diskriminasi yang begitu angkuh kepada orang yang dianggap tidak sepadan atau di bawah standar tertentu. Tentunya standar-standar ketentuan tersebut merupakan hasil asosiasi yang masyarakat ciptakan sendiri. Masyarakat acap kali bertindak sesukanya, mengadili, menghakimi, mencemooh. Berulah menjadi sekelompok tokoh antagonis yang menyerang dan mengucilkan yang tidak mereka kehendaki. 

Diskriminasi yang oleh Mahfud Ikhwan narasikan secara jelas masyarakat Rumbuk Randu lakukan terhadap Mat Dawuk. Anak sebatang kara yang ibunya meninggal sewaktu melahirkannya. Bapaknya yang brengsek kian menambah kelabu hidupnya, pun dengan kakeknya Mbah Dulawi yang pergi meninggalkannya.

Hanya karena permasalahan wajah jelek atau mendekati buruk rupa, dengan bibir cuil, rambut keriting kemerahan serta hidung yang blesek, membikin masyarakat berbondong menghindar dan membuatnya sebagai bahan ancaman untuk menakuti anak-anak bandel ketika tak mau mendapat nasihat. Meski masih bisa ditemukan orang-orang yang merasa kasihan kepadanya, tetapi mayoritas orang jika ditanya tentu lebih suka kalau ia tak pernah ada. 

“Kalian boleh saja tak membawa jagung atau sedompol ketela atau seikat kacang atau setandan pisang dari ladang, tapi pulang dengan membawa seekor tikus sawah dan kalian sebut tikus menjijikkan itu sebagai terwelu yang menggemaskan tentu saja tak bisa diterima. Itu gila.” 

Padahal, tokoh Mat Dawuk tergambarkan tak pernah ada cerita ia menyakiti anak sebayanya atau membahayakan orang lain. Tertambah ia kawin dengan Inayatun, perempuan yang menjadi kembang desa di Rumbuk Randu, semakin menambah porsi diskriminasi yang diterimanya. 

Baca Lainya  Dominasi dan Pesona Kulit Putih

Kehidupan orang sebatang kara seharusnya mendapat empati dan perhatian khusus dari lingkungannya. Mestinya, masyarakat ikut mendidik dan mengarahkan pada aturan yang telah disepakati bersama, merangkul, mengasihi, serta memberikan tempat perlindungan dan rasa aman. Bukan malah mendiskriminasi habis-habisan. 

Pasangan Ganjil 

Demikianlah kuasa masyarakat, menggiring narasi dan bersikap bullying terhadap orang yang tidak mereka kehendaki. Menjadikan Mat Dawuk dan Inayatun mendapat label pasang ganjil dari orang sekitar. Menghadirkan pengucilan atau isolasi sosial, penilaian, dan kritik atas hidup orang lain masih menjadi persoalan sosial yang relevan hingga sekarang. 

Sepakat dengan Setyaningsih dalam Virus dan Kutu di Jendela Dunia (2025), ia secara lantang menyatakan bahwa satu langkah keberhasilan ke dunia pernikahan, bisa mendatangkan sepuluh langkah kegagalan jika tidak mengikuti ekspektasi sosial. Termasuk menuruti ekspektasi pasangan yang cantik haruslah dengan yang tampan dan sebaliknya. Masyarakat mendamba apabila perempuan cantik maka harus mendapat lelaki yang tampan, di luar itu mereka tak memberikan toleransi sedikit pun. Sebagaimana ungkapan Warto Kemplung sebagai narator dalam pengisahan keduanya. 

“Beginilah hasil dari orang-orang yang datang ke gelaran wayang hanya karena ingin menyimak goro-goro-nya saja, yang nonton ketoprak cuma untuk lihat dagelannya saja, yang nonton ludruk cuma ingin tahu seberapa cantik wandu-nya; yang mendengarkan sandiwara radio dengan rasa curiga, menduga-duga bahwa di luar sana ada orang-orang kafir yang menyamar jadi raja atau pendekar hanya untuk merusak akidah dan akhlak anak-anaknya!” 

Masyarakat tidak pernah memberikan ruang interaksi dan diskusi, sehingga segala dinamika sosial hanya berakhir dengan tuduhan dan hukuman. Mereka tidak peduli bagaimana kepribadian seseorang, meski berbuat baik dan tidak pernah membuat onar. Stigma yang lahir sejak dulu, apabila seseorang tidak sepadan dengan mereka (baca: masyarakat) maka selama itu pula penilaian negatif akan tersemat. Meski, berperilaku baik dan santun, kebaikan Mat Dawuk tak pernah terbaca oleh masyarakat. 

Baca Lainya  Tuhan Izinkan Aku Berdosa: Perjalanan Spiritual Perempuan 

Kebebasan Perempuan 

Selain  persoalan diskriminatif, spirit yang termunculkan dalam novel tersebut juga menyoroti kekuatan perempuan. Seorang Inayatun, gadis cantik dan molek dengan previlage yang baik, berani menentang stigma masyarakat dan membungkam krasak-krusuk akibat keputusannya memilih suami yang buruk rupa. Ia tak sedikit pun memandang buruk Mat Dawuk, justru melihatnya sebagai suami yang baik, bertanggung jawab, dan mampu melindunginya. 

Deskripsi mengenai Inayatun diulas rapi oleh Mahfud Ikhwan, ia menampilkan kebebasan perempuan dalam memilih jalan hidupnya. Pada Inayatun, diakui atau tidak  mereka belajar menjadi perempuan yang lebih bahagia dan bangga atas dirinya. 

Sejauh ini, novel ini menyuguhkan kepada pembaca dinamika persoalan kompleks yang tertampilkan di pedesaan. Seringkali, kebenaran bersifat relatif, tergantung pada siapa yang menceritakan dan bagaimana cerita itu dibangun. Uniknya adalah, pesan yang tersemat mengingatkan pembaca untuk tidak menghakimi seseorang berdasarkan stereotip atau status sosial.[]

Judul               : Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu

Penerbit          : Marjin Kiri 

Penulis            : Mahfud Ikhwan 

Tahun              : 2025

Tebal : iv + 182 Halaman

ISBN : 9789791260695

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *