Mendidik Diri dan Refleksi Masa Depan

Mendidik Anak Sumber Gambar: schoolofparenting.id

Dalam hiruk-pikuk dunia perkuliahan, sering kali mahasiswi tersibukkan oleh tugas, ujian, dan impian karier. Namun, di balik kesibukan itu, ada peran besar yang menanti, menjadi pendidik pertama bagi generasi selanjutnya. Sebelum membentuk keluarga dan mendidik anak, mahasiswi perlu menata diri, memperkaya ilmu, memperhalus akhlak, dan meneguhkan nilai moral. Hal ini karena pendidikan terbaik bagi anak sejatinya berawal dari pribadi seorang ibu yang telah terlebih dahulu mendidik diri sendiri.

Menjadi seorang mahasiswi membuat saya sering merenung tentang masa depan tentang bagaimana saya akan bekerja, membangun rumah tangga, dan menjalani peran sebagai seorang ibu. Namun, semakin saya belajar, semakin saya sadar bahwa memiliki gelar dan ilmu tinggi saja tidak cukup untuk membentuk keluarga yang baik dan tidak menjamin seseorang mampu membentuk keluarga yang harmonis. Justru, hal yang paling penting mulai dari kemampuan mendidik diri sendiri sebelum mendidik orang lain, terutama anak. Pengetahuan memang  penting, tetapi tanpa kemampuan memahami diri dan mengelola emosi, sulit untuk membentuk keluarga yang bijak dan harmonis.

Bagi saya, mendidik diri bukan hanya perkara menambah wawasan, memperbanyak pengetahuan, dan memahami teori. Lebih dalam dari itu, mendidik diri berarti membentuk kepribadian yang kuat, melatih kesabaran dalam menghadapi perbedaan, menjaga hati agar tidak mudah terkuasai amarah, dan berupaya menjadikan perbuatan sebagai cerminan dari ucapan.. Pikiran perlu terlatih agar jernih menilai sesuatu, sementara sikap perlu pembiasaan agar selaras antara kata dan tindakan.

Sosok Teladan

Saya belajar bahwa anak bukan hanya mendengar nasihat orang tuanya, tetapi menyerap perilaku dan kebiasaannya setiap hari. Jika saya ingin anak saya jujur, saya harus berani berkata jujur meski itu tidak mudah. Jika saya berharap anak saya rendah hati, maka saya pun harus belajar menundukkan ego sejak sekarang. Oleh karena itu, keteladanan menjadi aspek utama dalam pendidikan anak, dan keteladanan hanya dapat terbentuk melalui proses mendidik diri.

Baca Lainya  Luka yang Belajar Menyebut Dirinya Cinta

Perkuliahan memberikan banyak pelajaran tentang tanggung jawab, disiplin, dan cara berpikir kritis. Namun, pendidikan sejati sering muncul dari pengalaman sederhana di luar ruang kelas dari bagaimana saya memperlakukan teman, menyikapi kesalahan, menghadapi tekanan, menerima kegagalan, atau menerima penolakan. Setiap kejadian kecil sesungguhnya sedang mendidik saya menjadi pribadi yang lebih matang. Dari situ saya belajar, bahwa mendidik diri tidak bisa terburu-buru. Ia butuh waktu, kesadaran, dan kemauan untuk terus memperbaiki diri.

Saya tidak ingin kelak menjadi orang tua yang hanya pandai menasihati tapi mudah tersinggung. Saya ingin menjadi seseorang yang anak saya kagumi karena ketulusan, bukan karena ketakutan. Menjadi teladan jauh lebih sulit daripada memberi nasihat, tetapi justru di sanalah nilai pendidikan yang sesungguhnya. Anak belajar dari apa yang ia lihat, bukan semata dari apa yang ia dengar. Dari pengalaman tersebut, saya belajar bahwa mendidik diri adalah proses yang berkelanjutan dan tidak dapat terjadi secara instan. Ia membutuhkan waktu, kesadaran, serta kemauan untuk terus memperbaiki diri.

Cermin Kebiasaan

Terkadang, saya membayangkan masa depan saya sebagai ibu. Bukan untuk membebani diri dengan harapan yang berat, melainkan untuk mengingatkan bahwa setiap kebiasaan saya hari ini akan menjadi cermin bagi anak saya kelak. Jika sekarang saya malas, mungkin nanti anak saya tumbuh dengan sikap serupa. Maka saya berusaha memperbaiki diri selangkah demi selangkah, meski perlahan. Karena, mendidik diri bukanlah perlombaan, melainkan proses panjang menuju kebijaksanaan

Saya percaya, keluarga yang baik tidak lahir dari orang tua yang sempurna, melainkan dari mereka yang mau belajar, berubah, dan bertumbuh bersama. Mendidik diri sebelum mendidik anak bukan sekadar nasihat bijak, melainkan panggilan hati agar setiap calon orang tua mampu menjadi pribadi yang utuh yang tahu kapan harus berbicara, kapan harus mendengar, dan kapan harus mengalah demi cinta yang lebih besar. Pada akhirnya, mendidik diri adalah bentuk cinta pertama yang akan terwariskan kepada anak-anak kita di masa depan. Dengan demikian, ketika kelak saya menjadi seorang ibu, saya berharap dapat menjadi pribadi yang tidak hanya mengajarkan kebaikan, tetapi juga menghadirkannya dalam tindakan nyata.[]

Baca Lainya  Ria Ricis: Keragaman Bakat Kreator

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *