Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain newsmatic dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /home/u822308407/domains/nisa.co.id/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Intelektual Pesantren - Nisa.co.id

Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Intelektual Pesantren

Sumber Gambar: banten.nu.or.id

Sebagian besar masyarakat berpikir, menempatkan anaknya di pondok pesantren tak lain hanya untuk mendapatkan ilmu agama maupun ilmu yang berkaitan dengannya. Para orang tua mungkin berpikir pondok pesantren tak mengajarkan ilmu debat, ilmu berpikir kritis, atau ilmu yang menjelaskan tentang kesetaraan.

Apalagi anggapan bagi perempuan yang mendapat jatah ilmu tak lebih banyak daripada laki-laki. Ah, tidak juga. Memang, ada kalanya pesantren menyediakan waktu penuh untuk belajar fikih, qowaidul fikih, ushul fikih, nahwu, shorof, dan lain lain. Namun kurikulum lainnya memberi kesempatan santri untuk mengeluarkan pendapat (musyawarah) di luar kegiatan keagamaan. Tak hanya kepada lak-laki tapi juga perempuan.

Bagaimana keterlibatan perempuan dalam lingkup pesantren? Dalam kaitan dengan ilmu atau apapun yang berhubungan dengan pelajaran di pesantren, saya tidak pernah “tersingkir” atau “terbuang” dari kegiatan apapun. Kecuali memang kegiatan yang diadakan khusus untuk laki laki.

Saya belajar di salah satu pondok pesantren tertua di Surakarta bernama Al Muayyad. Anggapan masyarakat biasanya mengira pesantren tua terdominasi santri putra. Kegiatan yang disertakannya pun hanya khusus santri putra. Perempuan menjadi pelengkap saja. Is that thing real happened? And the answer is no.

Peran Kontribusi

Saya ambil contoh kegiatan di Al Muayyad yakni bahtsul masail. Teman saya, baik lelaki maupun perempuan, di program Alfiyah (A-1) menjadi anggota Lembaga Bahtsul Masail (LBM). Peserta bahtsul masail tersebar dari beberapa pondok pesantren; Ali Maksum, Al Muayyad, Az Zayadi, dan lainnya.

Dalam LBM, kita tak hanya diajarkan untuk menerima sesuatu tapi juga mesti menafsirkannya dan menyaringnya lagi. LBM mengajarkan bagaimana cara berdebat, mengambil kesimpulan, dan mendiskusikan masalah tersebut hingga menemukan solusi.

Baca Lainya  Huru-Hara Skincare: Apakah Perempuan Jadi Korban?

Laki-laki dan perempuan mengambil peran dalam jalannya lembaga ini. Suatu waktu, teman saya bernama Caca mewakili pesantren kami dalam agenda bahtsul masail yang bertempat di pesantren kami. Dalam sesi tersebut terbagi menjadi pengutaraan masalah, debat, dan pemecahan masalah atau pemberian solusi. Biasanya yang terakhir ini tersampaikan oleh lelaki.

Namun dalam jalannya acara, anggota perempuan mempunyai hak yang sama dalam berdiskusi, berpendapat, dan mengambil keputusan. Perempuan dalam setiap kegiatan di pondok pesantren tak melulu hanya menjadi pembuat hidangan semata. Mereka pun terlibat sebab kedudukannya setara dengan lelaki sebagai makhluk.

Walau tak jarang teman-teman perempuan hanya mendapat sedikit peran atau tugas dalam kegiatan LBM, misalnya, itu bukan semata penyudutan terhadapnya. Adakalanya santriwati punya kegiatan lain yang khusus untuk mereka sehingga tak sepenuhnya berperan di LBM. Pastinya, LBM telah memberi kesempatan dan ruang kepada anggotanya untuk berperan.

Jika dalam acara bahtsul masail berlangsung beberapa peserta lelaki yang kritis dalam berbebat terkadang masih harus meminta saran kepada anggota perempuan dalam menguatkan pendapat atau memberi pandangan lain. “Iya, mereka itu dapat solusinya tapi mereka konsultasi dulu ke kita, bagaimana baiknya, bagaimana harusnya, apapun, lah.” demikian menurut Najwa, salah satu anggota LBM yang masih teman saya juga.

Aktif di Bidang Lain

Saya sebagai santri yang tidak mengikuti LBM tadi juga ikut mengambil peran sebagai perempuan di pesantren ini. Waktu acara pesantren misalnya, tak ada keharusan atau larangan bagi perempuan untuk mengutarakan pendapatnya, mengekspresikan bakatnya. Saya malah sering terlibat dalam acara-acara pesantren seperti itu.

Saya pernah menjadi pembaca naskah UUD. Atau dalam rapat sekolah pun saya kerap menjadi moderator. Tak melulu perihal urusan agama. Malah menurut saya ini hal yang tak ada kaitannya dengan agama. Berkaitan dengan softskill. Zaman sekarang pesantren mana yang melulu terkaitkan dengan ketradisionalannya dalam berpikir.

Baca Lainya  Hari Kebaya Nasional: Identitas, Keteguhan, dan Kesatuan

Ah, dalam bidang keagamaan pun saya kira juga bisa mengambil peran sebagai perempuan. Di madrasah diniyah wustho (MDW) atau sekolah sore yang biasanya memuat seluruh ilmu-ilmu Islam; fikih, nahwu shorof, muthola’ah, hadis, dan sebagainya. Di situ saya malah lebih unggul prestasinya. Atau kerap saya yang ditunjuk guru suruh begini, suruh begitu. Tak harus semua laki laki.

Kita juga tak selalu langsung menerima apapun yang guru-guru sampaikan. Boleh, kok, kita laki laki maupun perempuan, tak setuju dengan penjelasan guru. Angkat tangan lalu menyampaikan alasan kita kenapa tak setuju dengan penjelasan guru tersebut. Nah, menurut saya, ilmu sepeti ini yang sering pesantren terapkan. Kita terajarkan bagaimana berpikir kritis, tidak menelan mentah pelajaran, mengolah apa yang kita terima tanpa membeda-bedakan jenis kelamin.

Sebenarnya kita sebagai perempuan bisa mendapatkan peran apapun pesantren. Dalam kegiatan LMB tadi, misalnya. Atau bahkan hanya di lingkungan sekolah pagi atau sore. Kita hanya perlu untuk paham dan mengerti siapa kita, apa kita, mau jadi apa kita nanti. Tak perlu berpikir menurut pikiran orang orang bahwa perempuan itu di mana saja hanya sedikit tampil, hanya sedikit berperan. Bahwa laki laki lah yang mendominasi seluruh kegiatan apapun. Jadi, kita sebagai perempuan harus bisa membuktikan bahwa kita berperan banyak di mana saja, kapan saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *