Pendidikan dan ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang mesti termiliki oleh setiap orang. Hadirnya ilmu pengetahuan memberi sebuah peradaban baru terhadap kehidupan bermoral. Sejak awal abad ke-16, ilmu pengetahuan menjadi salah satu sorotan besar bagi kalangan akademisi guna menuangkan semua ide dan pemikiran dalam kajian keilmuan.
Ilmu sosial menganggap perempuan sebagai mahluk yang berperan akan perubahan sosial masyarakat. Perubahan itu terwujud di berbagai peran, baik dalam rumah tangga, kemasyarakatan, politik, budaya dan agama.
Najwa Shihab, seorang presenter dan aktivis perempuan, mengatakan bahwa perempuan harus bisa multiperan yakni menjadi ibu, pendidik, dan peran-peran lainnya. Artinya, seorang perempuan mesti sadar dan mampu mengoptimalkan pemikiran dan perasaannya agar tak ada sekat pembatas antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai hal.
Perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk menunaikan kebajikan. Kehidupan perempuan tidaklah statis seperti aliran air yang tak pernah tahu letak ujungnya. Adanya transformasi sistem membuat akses ruang baru agar perempuan turut bertanggung jawab, berkontribusi, dan menyumbangkan pemikiran demi mewujudkan gerak keilmuan yang keseimbangan.
Melihat bahwa kuantitas perempuan jauh lebih banyak dari laki-laki, maka aspirasi gerakan perempuan untuk keilmuan harus lebih masif. Halnya ungkapan yang pernah diperjuangkan R.A. Kartini bahwa sumber pengetahuan tidak mungkin membuat perbedaan untuk dikuasai hanya karena perbedaan kelamin antara perempuan dan laki-laki.
“Sumber pengetahuan tidak mungkin membuat perbedaan untuk dikuasai hanya karena perbedaan kelamin antara perempuan dan laki-laki.”
R.A. Kartini
Gambaran tersebut mencoba menerangkan sejarah keilmuan di Indonesia adalah sebuah budaya (ilmu) yang sebetulnya tidak boleh terdominasi oleh salah satu jenis kelamin. Maka kemudian para tokoh perempuan seperti,Ā R.A. Kartini (1879-1904), Dewi Sartika (1884-1947), Maria Malanda Maramis (1872-1924), dan Rohana Kudus (1884-1972) hadir sebagai pembangun dasar kesetaraan.
Akses Pengetahuan
Gerakan tersebut membuat perempuan mampu berkembang dan berperan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Hal itu terbuktikan dengan beberapa lembaga pendidikan yang terdominasi oleh perempuan. Selain itu, saat ini banyak terjumpai juga perempuan menjadi kepala daerah dan institusi lain.
Secara tidak langsung, akibat ejawantah hal itu, ruang aspirasi perempuan sudah terbuka lebar. Tinggal bagaimana pendidikan terus tidak hanya sekedar untuk meningkatkan status, melainkan menjadi sarana untuk membangun kedaulatan bangsa.
Akses gerak ilmu pengetahuan kini sudah membantu perempuan untuk mengembangkan keilmuannya secara optimal. Walau belum sepenuhnya sempurna, akses-akses yang ada perlu terus termanfaatkan oleh para perempuan-perempuan demi sebuah cita-cita luhur. Maka, sosok-sosok penerus Najwa Shihab, Dyah Roro Esti, Sri Mulyani, dan sosok perempuan berpengaruh lainnya akan muncul di masa mendatang.
Dengan demikian, sejarah pergerakan tokoh perempuan dulu memberi gambaran peradaban baru yang berdaulat. Hari ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tonggak utama kontribusi perempuan dalam menjalankan misi sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti laki-laki. Walhasil, setiap perempuan mempunyai kewajiban dan kewenangan dalam upaya memberikan pemikiran dan ide sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai warga negara Indonesia.