Hilangnya Rasa Malu Muslimah

Rasa Malu Sumber Gambar: teburieng.online

Rasa malu merupakan salah satu mahkota bagi seorang perempuan. Karena ia menjadi lambang kehormatan, kemuliaan, dan penjagaan diri. Belakangan ini, banyak fenomena muslimah yang dengan percaya diri memamerkan aurat di media sosial seperti di Twitter, TikTok, Instagram, dan YouTube.

Rasulullah saw. pernah berkata, “Rasa malu adalah sebagian dari iman”. Mengutip juga dari Ustaz Hanan Attaki: “Mahkota perempuan adalah al-hayya (sifat malu). Semakin besar rasa malunya, semakin tinggi derajat perempuan. Semakin tinggi derajat perempuan, semakin tinggi pula standar imam yang akan Allah jodohkan kepadanya.”

Jika perempuan muslimah telah hilang rasa malunya, apalagi perihal aurat, berarti imannya sedang lemah. Hilangnya rasa malu terjadi karena beberapa hal, yaitu pemahaman agama yang kurang, terbiasa dengan dosa, rasa ingin pamer atau haus validasi, serta keinginan untuk dikenal dan memiliki banyak pengikut.

Terdapat tiga hal buruk akibat dari hilangnya rasa malu, yakni tergerusnya iman, merasa bangga melakukan perbuatan buruk, serta merosotnya moral dan akhlak. Ada kisah nyata dari perempuan Tarim, yang oleh Hubabah Ummu Zein kisahkan tentang perempuan dan aurat.

Ada seorang perempuan yang sangat menjaga auratnya. Pada suatu hari, beliau tertimpa kemalangan di jalan raya sehingga menyebabkan mobil yang dia naiki terbakar. Ketika perempuan itu hendak diselamatkan, dia melihat pakaiannya telah terbakar sehingga sebagian auratnya terbuka. Maka, beliau tidak sanggup untuk keluar dari mobil tersebut. Karena malu dan takut auratnya terlihat laki-laki yang bukan mahram baginya. Beliau lebih memilih meninggal dalam keadaan auratnya tertutup daripada hidup dengan aurat terbuka.

Mahkota Kemuliaan

Kesimpulan dari kisah di atas adalah, rasa malu merupakan mahkota bagi seorang perempuan.  Jika hilang, hilang juga kehormatannya atau kemuliaannya. Ada lagu kutipan dari Husain Basyaiban: “Aurat perempuan di depan laki-laki yang bukan mahram itu (jami’u badaniha) seluruh tubuhnya. Berusahalah untuk terus belajar diri menutup (aurat). Namun harus ada kemauan untuk terus menjadi perempuan yang lebih baik.”

Baca Lainya  Asmaraloka: Tradisi Perjodohan di Pesantren

Di zaman sekarang memang susah untuk menjaga aurat karena banyak pengaruh luar dan nafsu ingin mengikuti tren-tren yang bermunculan. Sebenarnya, kita bisa saja mengikuti tren-tren tersebut, hanya saja kita harus bisa memilah mana tren yang baik dan yang buruk.

‎Contoh tren yang buruk adalah pemakaian kerudung tanpa menggunakan peniti atau jarum sehingga memperlihatkan leher, padahal itu merupakan salah satu aurat perempuan. Contoh tren yang baik adalah ramainya orang-orang mengikuti kajian Ustaz Hanan Attaki. Jadi, pentingnya rasa malu bagi seorang muslimah adalah karena rasa malu merupakan sebagian dari keimanan.

Ada dua kutipan dari kitab Uqudul Lujain karya Syaikh Nawawi Al-Bantani: ‎”Tiada kecantikan dari seorang perempuan yang lebih mempesona daripada rasa malunya”. Dan, “Seandainya Allah tidak menutupi perempuan dengan perasaan malu, niscaya ia lebih murah dari segenggam debu”.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *