Sumber Gambar: pexels.com
Cinta adalah anugerah yang Allah Swt. berikan kepada setiap manusia. Setiap orang pasti pernah merasakan cinta, entah kepada keluarga, sahabat, atau lawan jenis. Namun, Islam memberikan aturan yang jelas agar cinta tidak menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan terlarang.
Salah satu topik perdebatan adalah pacaran. Apakah Islam membolehkan pacaran? Jika iya, pacaran bagaimana yang sesuai ajaran Islam? Jika tidak, apa solusi terbaik bagi umat Islam? Pertanyaan ini semakin relevan seiring berkembangnya konsep “pacaran syar’i” di kalangan anak muda. Namun, benarkah perilaku itu sesuai syariat atau justru lebih baik menghindarinya?
Fitrah Manusia
Islam tidak melarang cinta, karena cinta adalah fitrah manusia. Namun, Islam juga mengajarkan cinta harus terungkapkan dengan cara halal dan sesuai aturan. Cinta sah adalah cinta yang berujung pada pernikahan, bukan hubungan tak jelas tujuan atau hanya sekadar bersenang-senang.
Oleh karena itu, cinta dalam Islam harus berdasar pada niat baik dan sesuai dengan etika. Hal ini sesuai dengan hadis nabi Muhammad saw., “Jika seorang laki-laki melihat seorang wanita yang menarik hatinya, maka hendaknya dia segera menikahinya jika mampu, karena itu lebih menjaga pribadinya.” (HR. At-Tirmidzi).
Sayangnya, permasalahan muncul ketika cinta terekspresikan melalui pacaran, yang sering kali melibatkan perasaan mendalam, interaksi intens, bahkan tak jarang melibatkan interaksi fisik. Pacaran telah menjadi hal lumrah di kalangan anak muda saat ini. Untuk mengatasi dilema ini, muncullah konsep “pacaran syar’i“sebagai solusi bagi muslim ingin merasakan hubungan sebelum menikah. Konsep itu terartikan sebagai hubungan yang tetap berlandaskan nilai-nilai Islam. Misalnya, menghindari berduaan (khalwat), menjaga komunikasi dengan batasan jelas, dan tidak melakukan kontak fisik antara lawan jenis.
Meskipun terdengar lebih baik, muncul pertanyaan: apakah “pacaran syar’i’” benar-benar bisa menghindarkan dari pelanggaran syariat? Faktanya, meskipun sudah menetapkan batasan, perasaan cinta sering kali semakin kuat, sehingga godaan menjadi lebih sulit terkendali. Hubungan yang niat awalnya baik bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar perkenalan. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa menghindari pacaran dalam bentuk apa pun, termasuk pacaran syar’i, itu lebih baik karena tetap berpotensi menjerumuskan seseorang.
Tawaran Solusi
Mewujud solusi, Islam menawarkan cara terbaik untuk mengenal calon pasangan, yaitu melalui proses taaruf. Taaruf adalah perkenalan dengan tujuan menikah, di mana komunikasi tetap terjaga sesuai dengan syariat. Dalam proses ini, pihak ketiga seperti keluarga atau wali turut serta mengawasi interaksi antara calon pasangan, memastikan bahwa hubungan yang terjalin serius dan sesuai aturan agama.
Tidak seperti pacaran yang sering kali berlangsung lama dan melibatkan perasaan semakin dalam, taaruf lebih menekankan pada kecocokan calon pasangan dari segi agama, akhlak, dan nilai-nilai lainnya. Proses ini lebih menjaga hati, menghindarkan dari fitnah, serta memiliki arah lebih jelas, yaitu menuju pernikahan sah.
Dengan melihat bagaimana Islam mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan, jawabannya menjadi jelas: pacaran dalam bentuk apa pun, termasuk “pacaran syar’i“, tetap memiliki risiko besar untuk melanggar syariat. Cinta sejati dalam Islam bukanlah soal menjalin hubungan dalam waktu lama sebelum menikah, tetapi bagaimana menjaga diri hingga tiba saat yang tepat untuk membangun rumah tangga dalam ikatan pernikahan sah.
Taaruf adalah jalan yang lebih tepat, lebih aman, dan lebih sesuai dengan ajaran Islam. Cinta yang halal akan datang pada waktunya, dan perasaan yang tulus akan tetap terjaga hingga akad nikah terlaksana. Jadi, jika muncul pertanyaan “pacaran syar’i atau nggak sama sekali?”, jawabannya jelas: lebih baik menghindari pacaran dan memilih taaruf. Cinta sejati adalah cinta yang berlandaskan niat baik serta berada dalam koridor yang sesuai dengan syariat Islam.[]