Sumber Gambar: freepik.com
Budaya patriarki era sekarang perlahan mulai tergeser dengan banyaknya gerakan perempuan, misalnya gender, feminisme, mubadalah, dan sebagainya. Terdukung bertambah juga ragam komunitas maupun organisasi serta media massa yang fokus di bidang isu-isu perempuan. Di antaranya Feministic, KUPI, PUKAPS, Nawaning, Fahmina.or.id, Neswa.id, Nisa.co.id, Rahma.id dan lainnya, yang turut menyuarakan kesetaraan.
Di balik mekarnya gerakan dan komunitas tersebut peran pemimpin menjadi penting dalam mengoordinasi anggotanya. Meski tidak melulu pelopornya perempuan tapi, secara kuantitas, mereka paling mendominasi dalam keterlibatan serta kemajuan lembaga-komunitas tersebut. Atas peristiwa itu muncullah kemudian sebuah istilah bernama alpha female.
Konsep Alpha Female
Menariknya, semakin berkembangnya zaman, perempuan dengan tipe pemimpin, penggerak, dan pemberani mendapat sebutan Alpha Female atau Aplha Woman. Mengutip The Alpha Girl’s Guide: Menjadi Cewek Smart, Independen, dan Anti-Galau (2020) karya Henry Manampiring, alpha female ialah fenomena perempuan menginpirasi, memimpin, menggerakkan orang sekitarnya.
Serta, lanjut Manampiring, dapat membawa perubahan yang kemudian terangkat menjadi konsep alpha female. Alpha female tergambarkan sebagai sosok perempuan yang cerdas, tegas, percaya diri, dan independen. Di sisi lain, berani maju melakukan perubahan, memiliki tujuan hidup jelas, serta memiliki daya juang tinggi memberi pengaruh bagi sekitarnya.
Melansir dari Narasi TV, tak hanya istilah alpha female, sebutan bagi perempuan dengan corak karakter berbeda-beda kian memunculkan banyak istilah. Mulai dari beta, gamma, omega, delta, hingga sigma female turut merayakan istilah tersemat pada perempuan. Sebutan-sebutan kepribadian tersebut berasal dari Alfabet Yunani yang sebenarnya hampir sama dengan zodiak, perihal karakter atau watak perempuan.
Alpha female hadir dalam wujud karakter perempuan dewasa yang terjadikan sebagai role model guna menjadi panutan atau teladan, sumber motivasi, dan pembimbing untuk mencapai tujuan hidup yang bisa terikuti oleh orang lain. Sejalan dengan argumen Swaesti (2022) dalam When a Queen Rules The World terjelaskan bahwa kata siapa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin? Faktanya banyak perempuan sukses menjadi role model yang memimpin sebuah negara dengan tingkat masalah yang lebih kompleks. Bahkan, meskipun istilah alpha female baru muncul sekarang, sejatinya gerakan emansipasi telah meluap bahkan sebelum Masehi.
Beberapa pemimpin perempuan dan ratu di dalam maupun luar Nusantara tidak hanya memimpin dan menggerakkan pasukannya di balik meja kebesaran istana. Namun, turut serta berjuang bersama prajurit di gelanggang peperangan. Kebijakan-kebijakan yang mereka buat pun berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Pengaruh Nyata
Sebut saja Rajapatni Dyah Gayatri, Tribuana Wijayatunggadewi, Dyah Suhita, Ratu Shima, Ratu Kalinyamat, Wu Zetian, Victoria, Maria Theresa, Elizabeth I, Cleopatra dan meragam pemimpin perempuan lainnya. Artinya, kegigihan, keberanian, dan kemauan para pemimpin perempuan terdahulu telah lama menampakkan diri sebagai alpha female yang eksistensinya bisa saja redup karena termakan zaman. Meski demikian, perempuan-perempuan hebat tetap akan tercatat dan terbaca oleh sejarah sebagai wujud gerak perempuan yang memiliki kekuatan besar dan telah menggunakan kekuatannya untuk mengubah peradaban.
Sedangkan perempuan alpha female bisa kita jumpai di zaman sekarang serupa Najwa Shihab, Najeela Shihab, Rosianna Silalahi, dan Merry Riana. Atau ranah lokal misalnya Badriyah Fayumi, Masriyah Amva, Nur Rofiah, dan perempuan berpengaruh lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan akhirnya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kearah perubahan sosial untuk menciptakan ketertiban sosial dan budaya secara nasional.
Selaras dengan Muhammad (2017) dalam penelitiannya menerangkan bahwa perempuan yang menggunakan kekuatannya untuk menginspirasi bisa dikatakan sebagai konsep pemberdayaan. Mengingat konsep alpha female memberikan dorongan kepada perempuan lain untuk bisa terberdayakan. Dengan demikian, konsep saling membantu antara satu dengan perempuan lain patut kita rayakan karena mendorong untuk tidak berlaku egois dan menyakiti perempuan lain.**