Asiyah binti Muzahim: Keteguhan Iman Wanita

Asiyah binti Muzahim Sumber Gambar: freepik.com

Dari kisah Asiyah binti Muzahim, kita belajar bahwa tidak semua orang bisa kuat mempertahankan keimanan kepada Tuhannya. Namun, Asiyah sebagai istri Firaun, seorang penguasa yang zalim, dan tinggal di tengah gemerlap istana Mesir Kuno. Dia tidak tergoda oleh dunia, dia tetap rajin beribadah dan menjaga keimanannya kepada Allah Swt. Dalam Islam, Asiyah terpandang sebagai wanita penghuni surga sama seperti Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah az-Zahra.

Asiyah hidup dalam lingkungan yang penuh kemegahan, tapi di tengah kemegahan itu ada juga kekejaman. Firaun bukan hanya raja, tetapi juga mengaku sebagai Tuhan. Dan Asiyah pun mendaoat paksaan untuk mengakui bahwa suaminya itu adalah Tuhan. Namun, Asiyah tidak goyah. Dia menyembunyikan kepercayaannya, menyimpan keimanannya kepada Allah Swt dalam diam, dan mengorbankan kenyamanan dunia demi menyelamatkan akhirat.

Keputusan untuk beriman bukan sekedar tindakan spiritual, tetapi sebagai bentuk perlawanan terhadap aturan yang menindas. Dia tidak hanya menolak suaminya sebagai Tuhan, tetapi juga membela Nabi Musa as. Serta menolak pembunuhan terhadap bayi-bayi Mesir atau Bani Israil. Hal ini sebagaimana tercantum dalam salah satu ayat Al-Qur’an, yaitu :

“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan.” (QS Al-Baqarah [2]: 49).

Pelajaran Keteguhan

Asiyah mengajarkan kepada kita bahwa lingkungan tidak menentukan iman, tetapi dari diri kita sendiri yang membentuk keimanan itu sendiri. Dia tetap teguh dalam keimanannya saat orang-orang bahkan suaminya sendiri ingkar kepada Tuhannya.

Asiyah adalah contoh wanita kuat yang mampu mempertahankan keimanannya meskipun dia mendapatkan hukuman dari Firaun karena menolaknyq sebagai Tuhan. Dengan begitu, akhirnya Firaun menyiksanya dengan menjemurnya di tengah terik matahari. Kemudian prajuritnya melemparkan batu besar ke arah Asiyah hingga meninggal dunia. Dan akhir kisah Asiyah, dia meninggal dunia masih dengan pendiriannya bahwa tiada Tuhan selain Allah. Hal ini sebagaimana telah terjelaskan dalam QS. At-Tahrim: 11:

Baca Lainya  Simbah Maryam Ahmad Musthofa: Ulama Perempuan Penggagas Syair Al-Qur'an

”Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga…”

Doa itu bukan sekadar permohonan, tetapi pernyataan bahwa dunia bukanlah tujuannya hidup, dan bahwa surga lebih indah daripada istana dan memilih Allah Swt alih-alih suaminya sendiri. Dari keimanan Asiyah binti Muzahim, pelajaran yang bisa kita ambil adalah mengenai kesabaran menghadapi tantangan hidup dan keteguhan iman kepada Allah Swt. Dia juga menunjukkan bahwa keimanan yang kuat dapat menghadapi berbagai ujian dan tantangan di dunia ini.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *