Posisi Islam dan Moralitas Perempuan

Sumber Gambar: freepik.com

Melihat realitas yang ada, pembahasan mengenai tema gender dan perempuan perlu dikulik lebih jauh. Salah satu alasannya ialah karena ketimpangan gender yang semakin tak terarahkan. Persoalan ini dipengaruhi budaya dan perubahan zaman yang semakin ekstrem. Namun, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan faktor-faktor tersebut, melainkan juga harus melihat karakter manusia generasi saat ini.

Pemikiran yang turun temurun mengintimidasi bahwa perempuan lebih rendah dibanding laki-laki menjadi sebuah bibit permasalahan ketimpangan. Perlu upaya dari segala sisi untuk mengatasinya, melalui agama misalnya. Islam sebagai agama sebenarnya telah menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang perempuan.

Dengan adanya Islam, maka kehidupan kaum hawa menjadi lebih terhormat. Hadirnya Islam telah menjunjung harkat dan martabat kaum perempuan sehingga posisinya setara dengan laki-laki. Pembelaan Islam terhadapnya didukung juga dengan adanya peraturan perundang-undangan.

Dalam surat An-Nisa ayat 11 contohnya dijelaskan mengenai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pembagian warisan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam menjunjung tinggi peran kaum hawa dan meletakkan sesuai dengan porsinya, dengan menyamakan bahwa ia memiliki hak dan kewajiban layaknya laki-laki.

Anggapan Air

Sebelum Islam lahir, kaum hawa dipandang sebelah mata. Bahkan, melahirkan seorang anak perempuan dianggap aib. Hal ini, diabadikan dalam An-Nahl ayat 57-59, yang menggambarkan betapa malunya ketika mendapatkan keturunan perempuan dalam keluarga dan dianggap sebagai suatu kehinaan.

Sebelum adanya Islam, perempuan menjadi komoditas utama laki-laki dalam menyalurkan nafsunya. Islam hadir sebagai pelindung perempuan melalui kewajiban menutup aurat, salah satunya dengan menggunakan hijab. Perintah ini sudah jelas dalam surat Al-Ahzab ayat 59.

Dengan begitu, perempuan memiliki dinding pelindung untuk dirinya dari kekejaman dunia. Dengan berbagai perlindungan dari Islam, mereça mampu meninggikan martabatnya, seperti dengan menempuh pendidikan yang setara dengan laki-laki.

Baca Lainya  Dewi Harlas: Penggerak Masyarakat Desa

Terseret Kebudayaan

Namun, seiring berjalannya waktu terhadap berbagai kebudayaan yang ada, perempuan ikut terseret oleh kebudayaan modern. Di mana mereka tidak lagi mementingkan kualitasnya. Pengaruh kebudayaan semakin hari semakin rusak tatanannya dengan mewajarkan hal-hal yang tidak pantas.

Perempuan semakin hari mengikuti pergaulan yang tidak bermoral seperti dengan mabuk-mabukan, merokok, dan lain sebagainya. Sebagian orang tidak mempermasalahkan akan hal tersebut dengan dalih bahwa fenomena seperti itu bukanlah hal baru. Namun, amat sesal jika generasi sekarang masih sering melakukan hal tersebut sehingga mencemari generasi mendatang

Dengan begitu, bagaimana dengan Islam yang menjunjung tinggi martabat seorang perempuan? Bukankah sekarang mereka yang merusak moralitasnya sendiri. Mengapa mereka tidak mempertahankan martabat mereka yang Islam lindungi.

Rusaknya moralitas perempuan semakin ke sini semakin menjauh dari tatanan yang telah Islam jaarkan. Misalnya dengan seks bebas, sesuai data KPAI terdapat 93,7% remaja SMP dan SMA pernah berciuman serta berhubungan seks. Hal ini menunjukkan besarnya angka seks bebas pada remaja masa kini, hal ini bisa berubah lebih baik atau bahkan lebih buruk. Kemudian pada data BPS tercatatkan di Sukoharjo Jawa Tengah terdapat 26,89% perempuan yang tidak melanjutkan bersekolah pada usia 7-24 tahun.

Mereka bersembunyi pada kata hak asasi manusia, di mana mereka memiliki kebebasan dalam mengatur arah hidupnya. Tidak ada yang keliru pada pernyataan tersebut, hanya saja mereka menyalahgunakan hak asasi mereka dengan perilaku tak pantas. Meskipun, dalam pandangan masyarakat, perempuan memiliki moral yang lebih baik alih-alih laki-laki.

Perdebatan Emansipasi

Perempuan bisa berhadapan dengan tafsir kontekstual dalam hal perdebatan seputar emansipasi. Dalam hal ini, mereka menegaskan dengan membebaskan diri dari jajahan tradisi yang tidak tepat dengan cara yang sama sebagaimana laki-laki. Namun, kebanyakan muslim bercorak patriarkal sehingga gagasan para pemikir yang mendukung emansipasi mendapat kritik yang tajam dari masyarakat.

Baca Lainya  Sejarah Berdosa pada Perempuan

Gagasan bahwa kaum haha mesti menutup sekujur tubuh merupakan pemahaman Islam yang autentik. Dan dalam hal ini pun tidak ada penolakan terhadap tradisi kuno yang berabad-abad membedakan hak dan kewajiban antar gender yang jelas terlihat tidak seimbang dalam berbagai hal. Salangaan mazhab hukum Islam nampaknya juga menyetujui hal ini.

Lantas bagaimanakah nasib perempuan yang seolah terombang-ambing bingung mencari arah jalan hidup yang tidak jelas. Jika terlalu bebas dalam kehidupan maka mereka tidak memiliki arah dalam menata hidupnya yang kemudian merusak moralitas diri mereka sendiri. Namun jika terlalu menggunakan tradisi kuno perempuan juga tidak memiliki daya untuk menata masa depannya.

Konklusi dapat terambil bahwa penekan-bebasan perempuan tidak bisa menjadi jalan keluar terhadap persoalan ini. Perlu ada aturan sesuai dengan budaya yang terus berkembang agar mereka mampu menempatkan posisi pas dalam kehidupannya. Artinya, setiap individu perlu berpegang pada agama untuk dijadikan dasar dalam hidupnya. Maka keselarasan dalam menjalani kehidupan berbangsa dan beragama akan tercapai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *