Ruang Kemesraan Perempuan dan Kuliner

Makanan menjadi kebutuhan primer setiap orang. Setiap hari, jenis makanan terkonsumsi begitu saja. Beraneka ragam terbeli dan ternikmati.

Pelbagai makanan memang kerap tersukai semua kalangan. Selain membuat bahagia dan kenyang, daya ingat makanan bisa mengantar kita pada kisah-kenangan masa silam, jajanan SD misalnya.

Istilah jajanan SD terarahkan pada batagor, sostel (sosis dan telur), cilok, cilor, telur gulung, cireng, cimol, lumpia basah, dan aneka jajanan lainnya. Kita memiliki ingatan kuat akan pelbagai jajanan ini dalam mengenang kisah sekolah.

Jajanan SD sejak dulu hingga sekarang tetap ada, walau berbeda resep dan bentuk. Malah mutakhir ini jenisnya semakin variatif dan kreatif. Mulai dari yang manis hingga pedas, dari minuman hingga makanan.

Kini, semua jajanan itu bisa tertemui tak hanya di sudut-sudut sekolah, namun di area jajanan perguruan tinggi pun sudah marak. Duplikasi jajanannya pun sama persis, bahkan jajanan di kampus perlu ada modifikasi baru melihat pangsa pasar yang cukup beragam selera. Jadi, yang dijual bukan hanya menyoal porsi atau keunikan, namun rasa jajanan betul-betul dipertaruhkan juga.

Di kampus saya, area jajanan memang selalu tersesaki kaum perempuan. Ini bukan soal stereotipe bahwa perempuan “gemar” jajan, bukan. Namun, inilah keadaan alamiah yang terjadi, bahwa perempuan atau laki-laki yang suka jajan bukan berarti salah.

Bahasan ini muncul atas renungan saya menyoal kemembludakan perempuan melarisi sekian kios jajanan. Sehingga pertanyaan muncul apa sebetulnya korelasi perempuan terhadap peta kuliner di kehidupannya?

Godaan Makanan

Ketergodaan seseorang terhadap makanan tak hanya tersebabkan oleh cita rasanya saja. Ruang tempat jajanan berasal pun cukup memengaruhi. Lagi-lagi, perempuanlah yang paling up to date menyoal adanya sebuah tempat yang menjual jajanan enak.

Baca Lainya  Jilbab, Bukan hanya Menyoal Fesyen 

Dalam buku Beberapa Hal (2020), Fatwa Ainun Nisa menguatkan bahwa iklan makanan dengan tempat-tempat menarik menjadi bidikan kaum hawa. Daya pikat keberadaan jajanan seolah menyeret perempuan pada sebuah relasi solid berkaitan hubungannya dengan ruang kuliner. Seolah perempuan dan kuliner tak terpisahkan dari mulai peta hingga ruangnya.

“Daya pikat keberadaan jajanan seolah menyeret perempuan pada sebuah relasi solid berkaitan hubungannya dengan ruang kuliner.”

Maka, pertanyaan apa relasi perempuan dengan kuliner tidak bisa terjawab hanya memakai satu sudut pandang. Kita hanya bisa menemukan bukti-bukti kedekatan antara kuliner dan perempuan dari sekian nama merk jajajan dan tempat makanan. Di sekitar kampus saya terjumpai warung nasi Mbok Jingkrak, Mbah Juani, Ibu Sibad, Ibu Cantik, Nabila, dan sebagainya.

Keintiman nama perempuan terpakai sebagai identitas warung menjadi bukti kontribusinya akan wajah kuliner nusantara. Menjadi mafhum manakala perempuan dan kuliner selalu berelasi di setiap sudut dan waktu.

Kita juga bisa menengok bukti lain menyoal kedekatan perempuan dengan kuliner pada usaha Ratu Cimol milik Resika Chaesaria. Di koran harian Suara Merdeka edisi Minggu, 7 Mei 2023, Chika—sapaan akrab Resika Chaesaria—mengutarakan jungkir balik usahanya dalam mengembangkan bisnis kuliner cimol ini.

Berawal dari keisengan menjual cimol di beberapa sekolah sekitar rumahnya, Chika pun tertantang untuk memasarkan produknya ke flatform yang lebih luas. Pada Oktober 2021, bersama suaminya, Chika memokuskan bisnis kuliner jajanan anak muda ini di pelbagai loka pasar; Shopee, Tokopedia, TikTok, dan sebagainya.

Kegemaran anak muda akan jajanan dengan terdukung oleh kepraktisan teknologi membuat bisnis kuliner ini cukup menjanjikan. Sampai saat ini, akun TikTok Ratu Cimol-nya Chika sudah memiliki 20 ribuan pengikut.

Baca Lainya  Idulfitri: Mempertanyakan Kembali Idealisme Perempuan

Angka ini cukup fantastis dalam menggaet konsumen produk kuliner yang Chika tawarkan. Bahkan dua bulan setelah memokuskan promosi di media daring, produknya terbeli sampai 700 resi. Dahsyat.

Walhasil, perempuan dan kuliner akan terus berjalan beriringan, saling menggenggam. Melengkapi bentangan potret wajah sekian kuliner nusantara. Perempuan dan kuliner bisa teribaratkan seperti ambulan dan sirinenya, akan selalu bersama menempel, dan sesekali berbunyi uwiw uwiw uwiw.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *