Srikandi Putri Proklamator (2); Sukmawati Soekarnoputri: Jejak Politikus Berdarah Seniman

Sumber Gambar: http://tirto.id

Setelah membahas Rachmawati Soekarnoputri dalam serial bahasan Srikadi Putri Proklamator sebelumnya, tulisan ini mencoba membahas anak perempuan bungsu Bung Karno. Perempuan bernama lengkap Dyah Mutiara Sukmawati Soekaroputri merupakan anak keempat Bung Karno dari Ibu Fatmawati.

Sukma, begitu ia akrab tersapa, lahir pada tanggal 25 Oktober 1951. Menginjak usia 23 tahun, Sukma menikah dengan Sujiwo, putra Mangkunegara VIII. Perjodohan mereka konon telah terencanakan sejak dalam kandungan.

Keaktifan Sukma dalam organisasi ia mulai sejak usia muda. Di antaranya, ia pernah menjadi sukarelawati Dwikora. Cita-cita menjadi juru terbang yang tak tercapai, membuatnya banting setir pada dunia politik. Sejak saat itu, Sukma memokuskan belajar di jurusan Ilmu Politik di Universitas Indonesia.

Melihat kondisi politik saat itu berkecamuk, menjadi alamat tidak memungkinkan Sukma untuk menyelesaikan studinya. Ia pun hengkang dari UI dan kemudian masuk ke Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (sekarang Institut Kesenian Jakarta).

Menitis Jiwa Politikus

Bung Karno tidak hanya mewariskan darah pejuang saja, melainkan menitiskan jiwa politikus juga ke tiga putrinya. Walau lahir dari satu poros yang sama, namun ketiganya memiliki cara berpolitik tersendiri. Pantas jika Sukma harus meniti jalan politik berbeda dengan kedua kakaknya.

Namun poros politik ketiga srikandi itu terilhami oleh partai yang ayahnya gagas yakni Partai Nasionalis Indonesia. PNI berdiri pada 5 Juli 1927 di rumah Iskak Tjaktohadisuryo di Bandung.

Keaktifan Sukma dalam jagat politik Indonesia ia mulai ketika rezim Orde Baru runtuh. Saat itu, Sukma membawa panji partai yang membesarkan nama sang ayah, yakni PNI. Namun sayang, PNI gagal memperoleh suara minimal pada pemilu 1999.

Sebagai laju dobrakan, perubahan nama partai terlakukan. Lahirlah nama Partai Nasionalis Indonesia (PNI) Marhaenisme yang lahir dari PNI Supeni dan PNI Marhaenisme. Partai ini berdiri 20 Mei 2022 dan kemudian terdeklarasikan di Semarang, 3 Maret 2003 yang memilih Sukmawati sebagai ketua umumnya.

Baca Lainya  Opu Daeng Risadju: Sang Renta Ksatria Politik

Selama menjabat sebagai ketum, Sukma tengah gencar dan komitmen atas penegakan HAM yang terjadi masa Orba. Tak hanya itu, Sukma juga mendukung segala aktivitas perempuan pelbagai peran.

Selain berpolitik, Sukma juga seorang pegiat seni. Tersebutkan di atas bahwa ia pernah masuk ke IKJ. Sukmawati menyukai tari, melukis, hingga sastra. Sukmawati menjadi representasi perempuan berjiwa seni dan politik. Kecintaannya pada dua hal itu membuatnya menjadi tokoh politik di panggung demokrasi Indonesia sekaligus lakon seni di gelanggang kebudayaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *