Nisa.co.id – Aliansi PTRG (Perguruan Tinggi Responsif Gender) bersama Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Raden Mas Said Surakarta pada tanggal 26 Mei 2023 menyelenggarakan kegiatan Suluh PTRG dengan judul “Perguruan Tinggi sebagai Produsen Pengetahuan yang Adil Gender”. Kegiatan tersebut terlaksanakan secara online melalui Zoom dengan 70 peserta yang merupakan perwakilan PSGA dari seluruh Indonesia.
Prof. Imam Makruf, Wakil Rektor I UIN RMS membuka kegiatan yang mendapat dukungan Konsorsium We Lead dan Rumah KitaB ini. Dalam sambutannya, beliau menyebutkan bahwa studi ini merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan di perguruan tinggi.
Menurutnya, perguruan tinggi merupakan tempat strategis untuk bisa mentransmisikan informasi mengenai pentingnya keadilan gender. Menyoroti setiap kebijakan dan aktivitas yang civitas academica kerjakan. Salah satunya pada aspek pendidikan dan pengajaran.
Sebagai upaya mewujudkan pendidikan dan pengajaran yang responsif gender di perguruan tinggi, lebih lanjut, Prof Imam menyebutkan tentang pentingnya sinergi. Itu terterapkan dalam melaksanakan tri dharma perguruan tinggi dalam mendukung upaya tersebut.
Dosen di perguruan tinggi penting untuk melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan menggunakan perspektif gender. Selanjutnya dari hasil penelitian dan pengabdian tersebut dapat masuk ke dalam chapter/sub tema dalam mata kuliah. Sehingga keseluruhan unsur tri dharma perguruan tinggi bisa saling terkoneksi dan responsif gender.
Internalisasi Strategi
Selain itu, salah satu narasumber, Prof. Mufidah, yang merupakan Guru Besar dari UIN Malang, menambahkan. Ia menyebutkan bahwa strategi menginternalisasikan gender melalui pendidikan dan pengajaran dapat terlakukan melalui 3 cara yaitu;
Pertama, membentuk budaya responsif gender di satuan perguruan tinggi dengan membentuk aktor utama. Peranannya yang bisa menjadi sistem kontrol dalam internalisasi keadilan gender dalam pembentukan sikap para warga kampus.
Kedua, mengembangkan pemahaman keadilan gender bagi para dosen. Sebab karena dosen yang mempunyai sensitivitas gender akan mempengaruhi penggunaan materi, metode dan media dalam pelaksanaan pengajaran yang responsif gender.
Ketiga, dengan membuat RPS dan bahan ajar yang responsif. Dosen yang sudah menghasilkan RPS responsif gender juga harus mendapat dorongan untuk bisa menerbitkan buku ajar. Sehingga buku ajar yang tergunakan juga sudah terinternalisasi nilai-nilai adil gender.
Sedangkan menurut Siti Rofiah yang merupakan perwakilan dari Aliansi PTRG dia menegaskan bahwa pendidikan dan pengajaran responsif gender adalah proses pendidikan dan pengajaran yang mampu memberikan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat secara adil bagi seluruh warga kampus.
Untuk itu, agar proses tersebut bisa berjalan dengan baik, maka perguruan tinggi perlu memproses keduanya secara dialektis. Lewat berbagi pengalaman yang dosen maupun mahasiswa peroleh. Sehingga dari pengalaman keduanya itu bisa menjadi bahan refleksi untuk memproduksi pengetahuan baru. Dan, hubungan dialektis ini harus terbangun secara setara dan adil di dalam ruang perkuliahan.