Sumber Gambar: lendoot.com
Dalam bayangan setiap orang, santriwati pasti tergambarkan sebagai sosok yang sibuk menghapal kitab, mengulang-ulang ayat suci, dan hidup dalam lingkungan bernama pesantren. Namun, apakah perannya hanya sebatas menjadi penghapal saja? Apakah mereka hanya ruang menampung ilmu dan tidak memiliki kekuatan mengubah dunia? Padahal, mereka sebenarnya juga menjadi harapan perubahan sosial, kemajuan intelektual, dan kebangkitan peradaban.
Lebih dari sekedar hapalan. Tidak bisa mungkir bahwa kerja-kerja itu menjadi hal sangat melekat dalam kehidupan pesantren. Para santriwati menghapal Al-Qur’an, hadis, dan kitab klasik lainya yang merupakan dasar dari semua ilmu Islam. Meski demikian, menghapal bukanlah tujuan akhir mereka tetapi sebagai jalan menuju pemahaman lebih luas dan mendalam.
Oleh karena hapalan, tanpa teriringi pemikiran kritis bagai tumpukan kata tanpa arti. Santriwati dengan segala potensinya harus mendapat dorongan berpikir kritis, menganalisis, dan mengamalkan ilmu yang telah mereka pelajari dalam kehidupan nyata. Hal ini semakin tersorot oleh pesantren modern, di mana banyak lembaga pendidikan Islam, hari ini, yang tidak hanya berfokus pada hapalan tetapi juga menyelipkan beberapa pembelajaran berbasis pemecahan masalah, riset, dan perkembangan keterampilan hidup. Jadi, selain menghapal mereka juga terdidik memahami, diskusi, dan berkontribusi dalam masyarakat.
Pilar Perubahan
Di balik hijab dan kitab yang mereka pelajari, santriwati berperan sebagai pilar perubahan dengan menguasai tidak hanya ilmu agama, tetapi juga sains, teknologi, sosial, dan budaya. Pendidikan di pesantren membentuk mereka menjadi individu yang berdaya saing, mandiri, dan berkontribusi dalam berbagai bidang. Kini, banyak dari mereka yang sukses menjadi akademisi, aktivis sosial, pengusaha, hingga pemimpin. Hal ini membuktikan bahwa mereka mampu membawa perubahan positif dalam masyarakat.Ā
Di banyak daerah, santriwati berperan sebagai penggerak pendidikan bagi anak-anak kurang mampu. Mereka menjadi relawan dalam program-program literasi, mengajarkan baca tulis, dan menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin. Beberapa mereka juga menjadi inovator di bidang kewirausahaan berbasis syariah, membuka usaha mandiri, dan membuktikan bahwa perempuan muslimah bisa berguna tanpa meninggalkan identitasnya sebagai santri.
Selain itu, dalam lingkup advokasi sosial, santriwati sering membantu perempuan dan anak, membela hak-hak mereka, dan menjadi suara bagi mereka yang tertindas. Ini menunjukkan bahwa mereka bukan hanya orang yang hidup dengan peraturan tradisional, tetapi mereka juga agen perubahan yang siap menghadapi tantangan zaman.
Sayangnya, stigma terhadap santriwati masih tetap ada. Mereka sering terpandang sebagai kelompok yang hanya bisa menerima tanpa bertanya. Hanya bisa menghapal tanpa berkreasi, dan hidup dalam batasan-batasan tradisional. Padahal, sejarah menunjukkan bahwa perempuan muslim sejak dulu telah memainkan peran penting dalam ilmu pengetahuan dan peradaban. Nama-nama seperti Sayyidah Aisyah, yang terkenal sebagai perawi hadis dan cendekiawan muslimah. Serta Fatima al-Fihri, pendiri universitas pertama di dunia, membuktikan bahwa perempuan dalam islam memiliki kontribusi yang sangat berarti.
Harapan Umat
Sekarang, santriwati juga harus bisa memikul peran tersebut. Mereka perlu memiliki keberanian untuk melampaui batasan yang ditentukan oleh stereotipe dan membuktikan bahwa mereka adalah harapan bagi umat dan bangsa. Dengan kombinasi ilmu agama dan pengetahuan dunia, santriwati bisa menjadi sosok yang memberi pencerahan, membimbing, dan menginspirasi banyak orang.
Harapan untuk santriwati tidak hanya terletak pada penguasaan ilmu, tetapi juga pada cara mereka menerapkan ilmu tersebut dengan akhlak yang baik. Pendidikan pesantren selalu mengutamakan keseimbangan antara ilmu dan adab, antara kecerdasan intelektual dan kebijaksanaan moral. Karena itu, santriwati memiliki kelebihan alih-alih dengan sistem pendidikan lainnya mereka tidak hanya pintar, tetapi juga memiliki karakter yang kuat.
Dengan perpaduan antara ilmu dan akhlak, santriwati memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin di berbagai bidang. Mereka dapat menjadi pendidik yang menginspirasi dan mencerdaskan generasi berikutnya, menjadi ahli agama yang menyebarkan pemahaman Islam yang moderat dan inklusif, serta tokoh yang membawa perubahan dengan kebijaksanaan.
Santriwati bukan sekadar soal hafalan, tetapi juga tentang harapan. Mereka merupakan simbol kebangkitan, kemajuan, dan perubahan. Dengan ilmu yang mereka peroleh dan akhlak yang mereka pegang teguh, santriwati memiliki kemampuan untuk menjadi agen perubahan yang memberikan kontribusi bagi umat dan bangsa. Saatnya kita menghilangkan stigma lama dan melihat santriwati sebagai potensi besar yang akan membangun masa depan yang lebih cerah. Pesantren bukan hanya tempat untuk menghafal, tetapi juga tempat untuk menumbuhkan harapan.
Oleh karena itu, kepada para santriwati, teruslah belajar, berpikir, dan beraksi. Jangan hanya menjadi pelestari tradisi, tetapi juga pembawa inovasi. Bangunlah masa depan dengan ilmu dan akhlak, karena kalian bukan hanya santri, tetapi juga harapan bagi dunia. Man Jadda Wa Jadda.[]